Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mensosialisasikan LPSK kepada Masyarakat, Agar Saksi dan Korban "Merasa" Terlindungi

21 November 2018   23:26 Diperbarui: 1 Desember 2018   12:16 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus-kasus pelecehan seksual korban sekaligus saksi korban, sering mendapat serangan balik dari pihak yang berkuasa. Pelapor justru yang harus menanggung beban sendirian, karena kasusnya sengaja ditutup rapat, agar tidak mencemarkan nama baik institusi. Ketika terendus media dan terlanjur di "blow up", kasus yang sebenarnya termasuk delik aduan menjadi delik biasa, dan polisi menjadi aktif untuk mengusutnya.

Ada unsur kesengajaan agar kasus pelecehan seksual tidak muncul keluar, walau di lingkungannya sudah menjadi "rahasia umum". Andaikan tidak terendus media, disinyalir kasusnya dapat menguap seiring dengan hembusan angin.

Ada kasus seorang yuri dalam suatu kompetisi, ketika mempertanyakan masalah moralitas peserta dengan yuri lain,  justru dikatakan sebagai penyebar fitnah. Nilai kejujuran sering dipatahkan oleh "nafsu" yang secara ambisius untuk mendapatkan ketenaran dan pengakuan oleh lingkungan sosialnya.

Disinilah peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang sudah diatur dalam UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sangat diperlukan.

Masalahnya, masyarakat banyak yang belum memahami tentang UU LPSK ini, walaupun sudah ada ketentuan:"Undang-undang ini berlaku pada tanggal diundangkan (di Jakarta, tanggal 17 Oktober 2014). Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia".

Artinya setiap orang sudah "dianggap" mengetahui telah ada UU No.31 Tahun 2014 tentang LPSK, sehingga tidak dapat menghindari dari sanksi pidana dengan alasan tidak tahu sudah ada UU No.31 Tahun 2014. Namun kenyataannya tidak demikian, karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahuinya telah diundangkan UU tersebut pada era Presiden SBY. Hal ini berkaitan dengan masalah budaya baca yang rendah, sehingga "merasa" tidak perlu membaca isi UU.

Oleh karena itu keberadaan LPSK perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat, agar merasa  terlindungi ketika sebagai saksi dan korban. Hal ini penting mengingat perlindungan saksi dan korban perannya sangat penting dalam upaya penegakan hukum dan penanganan pelanggaran HAM. Keberadaan saksi dan korban menjadi sangat penting untuk mengungkap tindak pidana pada proses peradilan pidana.

Tidak kalah penting yaitu saksi pelaku (justice collaborator), pelapor (whistle-blower), dan ahli, termasuk orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan perkara pidana, meskipun tidak mendengar, tidak melihat dan tidak mengalami sendiri, asal keterangannya berhubungan dengan tindak pidana.

Dalam hal ini tinak pidana tersebut termasuk tindak pidana pelanggaran HAM berat, korupsi, pencucian uang, terorisme, perdagangan orang, narkotika, psikotropika, seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan korban menghadapi situasi yang sangat membahayakan jiwanya.

Mensosialisaikan dan memasyarakatkan LPSK secara terus menerus, komprehensif sampai pelosok daerah menjadi harapan agar dapat diupayakan oleh kepemimpinan baru LPSK periode 2018 -- 2013. Hal ini dimaksudkan agar para saksi, korban, saksi pelaku, pelapor, dan para ahli dapat dengan tenang, aman, nyaman, jujur menyampaikan tindak kejahatan yang terjadi di lingkungannya. Tidak ada beban dan rasa takut untuk membongkar tindak kejahatan, karena mendapatkan perlindngan dalam memberikan kesaksian, laporan, dan saksi korba.  Dengan demikian hukum dapat menjadi panglima untuk menumpas kejahatan di negara yang berdasarkan hukum.

Demikian juga para penegak hukum (polisi, jaksa, pengacara, dan hakim) tidak silau dan tidak tergoda oleh ancaman dari siapapun dan manapun. Penegak hukum bekerja secara profesonal, jujur, berwibawa, berkarakter. Khusunya hakim sebagai "wakil tuhan didunia" untuk bersikap seadil-adilnya, tidak hanya berdasarkan legal formal dalam memutus perkara, tetapi hati nurani dan nilai kepatutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun