Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Maraknya Joki CPNS 2018 dan Praktik Plagiarisme terhadap Karya Ilmiah

3 November 2018   00:02 Diperbarui: 4 November 2018   09:49 1234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2 UUD 1945). Tentu untuk mencapai hidup layak tidak turun dari langit, harus ada proses, perjuangan, usaha dan doa. Ibarat naik tangga, dimulai dari tangga yang paling bawah, naik satu persatu tidak langsung lari, apalagi meloncat karena beresiko jatuh terpeleset, terjungkal ke bawah, dan terluka. 

Namun ketika sudah "mati rasa" dan nurani sudah hilang, jalan apapun ditempuh demi untuk menggapai asanya. Sikap dan perilaku negatif dipertontonkan, kejujuran diabaikan, jalan pintas pun ditempuh. Nabrak, nubras, dan perilaku tidak jujur, dengan memanfaatkan uang (bagi yang mempunyai) sebagai senjata yang paling ampuh, demi memuluskan masuk sebagai CPNS, ataupun meniti kariernya.

Membaca media cetak dan digital tanggal 2 Nopember 2018, kembali tersentak tentang  perilaku tidak jujur dengan terbongkarnya praktik joki SKD CPNS 2018 pada Kementerian Hukum dan HAM oleh Polda Sulawesi Selatan. Pelakunya PNS yang bertindak sebagai broker, dan joki lulusan perguruan tinggi universitas ternama dari berbagai daerah (http://banjarmasin.tribunnews.com). 

Selain itu disinyalir maraknya plagiasi yang berdampak pada munculnya joki karya ilmiah, sebagai perilaku tidak jujur, tengah melanda di perguruan tinggi, bukan hal baru (KR, 2/11/2018). Mengapa semua ini bisa terjadi? padahal ada ancaman dari Menristek dan Dikti, apabila ada dosen yang berlaku tidak jujur, terbukti melakukan plagiasi akan dikenai sanksi tegas dan berat yaitu pencabutan  status dosen.

Dari dua berita yang dimuat dalam media cetak dan digital tersebut mengindikasikan bahwa praktek perjokian ternyata tidak hanya berlaku untuk para lulusan SMA yang akan masuk di fakultas "favorit" yang dituju. 

Realitanya kasus perjokian pun juga melanda untuk masuk sebagai CPNS 2018 melalui SKD. Ketatnya persaingan untuk masuk CPNS 2018, ternyata menimbulkan "niat jahat" bagai orang-orang yang tidak siap bersaing, tetapi mempunyai modal (uang). Akibatnya segala cara ditempuh untuk mempengaruhi orang-orang yang membutuhkan uang. 

Gayung pun bersambut, tanpa pernah memikirkan resiko yang justru sangat merugikan baik untuk broker, joki, CPNS, dan penyandang dana (orangtua). Hal ini sungguh menodai sistem penerimaan CPNS 2018 yang bersih, transparan, kredibel, untuk memilih calon yang benar-benar berkualitas.

Proses perekrutan CPNS 2018 dengan seleksi bertahap, sejak seleksi administrasi, SKD, dan SKB, yang dilakukan secara profesional ini tidak lain untuk merubah "image, citra, brand", PNS dari yang negatif (malas, tidak disiplin, seenaknya, birokratif, sulit, dan berbelit) ke positif (memberi pelayanan prima, sigap, cekatan, ramah, disiplin). 

Untuk mewujudkan niat baik tentang PNS di Indonesia masih ada yang "menodai" dengan memanfaatkan joki untuk SKD. Sungguh suatu tindakan yang tidak jujur, kalaupun tidak terbongkar oleh polisi dan dapat lolos sampai menjadi CPNS apakah nantinya tidak menyebarkan "virus" tidak jujur, dapat merusak lingkungan yang sudah baik, berperilaku positif. 

Seperti yang dilakukan oleh para pejabat publik, karena biaya untuk menduduki jabatan sangat tinggi, bila terpilih dan berkuasa berpikiran untuk kembali modal. Akibatnya para pejabat publik (gubernur, bupati, walikota), menjadi sangat rentan untuk "tersandung" dan "tergelincir", melakukan korupsi baik disengaja maupun tidak disengaja. Janji-janji politik saat kampanye pun sirna bersamaan dengan dipakainya baju "oranye" yang melekat dibadannya.

Kemudian masalah joki karya ilmiah, mengingat dalam jabatan fungsional (dosen, guru, pustakawan, dan lain-lain) yang ada di Indonesia, untuk naik jabatan atau pangkat harus membuat karya ilmiah dan melakukan penelitian. Seperti dosen menjalankan Tri Dharma (pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat) perguruan tinggi menjadi  kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan, semuanya harus terisi dengan prosentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun