Indonesia kembali berduka dengan jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 jurusan Jakarta - Pangkal Pinang, tanggal 29 Oktober 2018 dikabarkan hilang kontak. Tepat satu bulan lebih sehari dari musibah gempa Palu, Donggala dan Sigi yang disertai tsunami dan likuifaksi dengan korban mencapai 2.113 orang meninggal dunia. Â
Pesawat Lion yang baru dioperasikan bulan Agustus 2018 tersebut membawa 181 penumpang dan 7 crew. Setelah lepas landas selama 13 menit dari Bandara Udara Soekarno - Hatta, terpantau pergerakan pesawat Lion JT 610 terhenti di perairan Karawang Jawa Barat.
Sontak sesaat setelah diberitakan hilang kontak pagi itu jam 06.33, muncul informasi yang berseliweran di media elektronik dengan "breaking news". Tidak ketinggalan di media sosial, seketika itu juga informasi silih berganti, tidak bisa dibendung atau dihentikan walaupun gadget "lowbat" dan mati. Ketika gadget hidup ada ratusan informasi masuk melalui media sosial.
Di sinilah para warga yang menjadi anggota media sosial diuji jemari tangannya untuk "berpikir sebelum posting/thingking before posting". Artinya sikap bijak untuk menerima informasi, memilih dan memilah mana informasi benar dan hoaks, minimal "stop di kamu".
Jadi tidak perlu berpartisipasi untuk menyebarkan berita bohong (hoaks), apalagi di suasana sedang ada musibah. Bukan saja untuk musibah jatuhnya pesawat Lion JT 610, tetapi setiap musibah selalu ada yang menyebarkan berita hoaks. Gempa Yogyakarta pun (2006) ada hoaks tentang tsunami, akibatnya korban tidak segera mendapat pertolongan, tetapi ditinggal lari karena takut tersapu tsunami seperti di Aceh.
Diakui, orang yang berdampak gempa dapat merasakan kebingungan, trauma, khawatir, minim informasi karena terputusnya jaringan komunikasi. Dalam kondisi pikiran tidak menentu itulah orang sangat mudah menerima informasi dan tidak sempat untuk berpikir dengan jernih, tenang, dan nalar pikiran.
Untung pada waktu itu pihak kepolisian, pemerintah daerah sigap untuk memberi penjelasan tidak ada tsunami, keliling kampung dengan mobil dan pengeras suara memberi penjelasan dan menenangkan warga. Tindakan ini sangat efektif dapat meredam kebingungan, sehingga masyarakat fokus untuk segera menangani korban yang meninggal dunia maupun luka berat, dan ringan.
Tidak terkecuali kecelakaan pesawat Loin JT 610, ini pun tidak luput dari postingan hoaks yang masuk baik berupa video maupun tulisan. Sungguh sangat memprihatinkan, ditengah muasibah bukannya menunjukkan rasa empati dan simpati serta mendoakan yang terbaik bagi para korban, justru menyebarkan hoaks.Â
Di mana "hati nurani" sebagai sesama warga negara Indonesia begitu tega menyebarkan hoaks, apakah tidak iba andaikan informasi itu sampai ke gadget orang-orang yang terkena musibah? Siapakah sebenarnya penyebar hoaks itu?
Untuk mengetahui, hanya pihak berwenang (Kominfo) dan pihak berwajib (kepolisian) yang mempunyai fasilitas peralatan yang dapat mendeteksi dan memblokir berita hoaks. Semestinya segera memblokir dan memberi informasi bahwa postingan yang beredar itu hoaks.
Informasi yang disebarkan oleh orang-orang baik disengaja maupun tidak disengaja (karena ketidaktahuan) tetap berdampak merugikan orang lain, apalagi yang sedang kena musibah. Termasuk ketika sedang menengok saudara/kenalan/teman/tetangga di Rumah Sakit, berfoto bersama dengan orang yang sakit, adalah tindakan tidak bijak.