Terobosan yang dilakukan oleh Kakadepag Sleman  Muhammad Lutfi Hamid (waktu itu), sangat bagus dan perlu didukung. Selain itu untuk meluruskan pemahaman masyarakat bahwa mahar/mas kawin tidak harus berupa seperangkat alat sholat, Al Qur'an, tetapi bisa yang lain, emas batangan, perhiasan, uang (tidak harus nilai rupiah bisa dolar, yen, dinar, riyal, dll), termasuk bibit pohon/buah.
Sebenarnya bibit pohon/buah ini dapat diminta secara gratis di Dinas Pertanian Propinsi DIY, namun biasanya calon mempelai membeli di perorangan yang menyediakan bibit tanaman pohom/buah. Kemudian berhubung saat ini lahan pekarangan (bila di perumahan) tidak memungkinkan untuk ditanami pohon/buah, maka bibit tersebut diserahkan ke KUA.Â
Di Sleman rupanya sudah menjadi kebiasaan ada syarat menyerahkan bibit pohon/buah ketika mengurus ijin usaha (HO). Bila sudah terkumpul di kantor, bibit tersebut dibagikan secara gratis kepada masyarakat yang membutuhkan, atau ditanam di pinggir jalan (disesuaikan dengan kebutuhannya). Jadi pernikahan dengan mahar bibit pohon/buah dapat menjadi alternatif mahar/mas kawin pernikahan yang sangat unik dan berwawasan lingkungan.Â
Akan lebih baik lagi kalau kebijakan ini di buatkan Peratutan Daerah Sleman (diusulkan pemerintah Sleman dan dibahas DPRD Sleman). Kabupaten Sleman menjadi "pilot proyek" untuk memberi mahar berupa tanaman pohon/buah, dan Kepala KUA tiap Kecamatan di Sleman mempunyai kewajiban untuk mensosialisasikan kepada seluruh calon pengantin yang mendaftarkan di KUA. Â
Setelah di Sleman dapat berhasil mensosialisasinya mahar/mas kawin berupa bibit pohon/buah, dapat diperluas untuk wilayah Propinsi DIY, yang selanjutnya ditularkan sampai tingkat nasional.Â
Apabila program ini berhasil, maka kondisi Indonesia alam menjadi semakin hijau, seiring dengan jumlah pernikahan yang berlangsung. Hal ini dapat mencegah kekeringan di musim panas, dan mencegah banjir/longsor di musim hujan karena tanahnya tidak gundul, sehingga dapat menyimpan air hujan di tanah.Â
Sesuatu yang besar, perlu dimulai dari yang kecil dan segara dilakukan, tidak perlu ditunda-tunda. Pernikahan dengan mas kawin yang unik dan mempunyai wawasan lingkungan, perlu di viralkan sehingga menasional dan mendunia.
 Yogyakarta, 15 Oktober 2018 Pukul 22.51
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H