Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Kuliah S2, Terus Mau Apa?

3 Oktober 2018   15:39 Diperbarui: 3 Oktober 2018   16:57 2979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.andrisunardi.com

Euforia wisuda sebagai puncak perjuangan masa kuliah S1 ternyata hanya dirasakan sebentar, saat ketika prosesi, ceremonial wisuda di gedung yang megah yang disaksikan dan dihadiri oleh seluruh keluarga besar.

Pemindahan kucir, menerima ijazah dari Rektor, Dekan di depan podium, diabadikan oleh juru protret berjalan lagi di kursi duduk wisudawan dan wisudawati. Dilanjut dengan acara di Fakultas dengan pemberian transkrip nilai dan mini maniken wisudawan oleh Dekan, potret dan selesai.

Masih ada yang melanjutkan foto-foto di studio, di spot-spot kampus besama teman-teman seperjuangan, dengan berbagai hadiah ditangan mulai dari bunga, coklat, boneka, parfum, minuman ringan, dan ucapan selamat yang ditulis sangat puitis dan romantis.

Acara belum usai, makan-makan bersama keluarga di rumah makan, cafe, restoran, warung makan, sebagai rasa syukur atas selesainya kuliah dan diwisuda dengan lancar.

Kalau ditotal acara itu berlangsung sehari dari pagi Subuh (bagi wisudawati sudah mulai dirias), sampai malam. Sungguh melelahkan tetapi penuh dengan kenangan dan sangat mengasyikkan. Setelah itu, pulang di rumah/kos-kosan, pikiran mulai menerawang dan memandangi ijazah, nilai-nilai yang ditorehkan dalam transkip.

Muncul pertanyaan dalam batin, setelah mendapat ijazah ini apa yang akan dilakukan, kulaih S2, cari kerja atau menikah (untuk perempuan) yang sudah mempunyai calon mapan. Bila kuliah jurusan apa, mengapa kuliah S2, dari mana sumber dananya, (beasiswa atau orang tua), apa target setelah S2 ?. Kalau memutuskan kerja, dimana ada formasi (Perusahaan BUMN, Multinasional, Swasta, PNS), di Jawa atau luar Jawa?

Beruntung yang wisuda bulan Agustus, bulan September ada banyak formasi PNS. Andaikan menikah, mengikuti suami, menjadi ibu rumah tangga, mengurus anak, dan sementara memendam asa untuk berkarier atau tetap di rumah dan kerja dari rumah (jualan online), kerja "part time".

Semuanya itu sangat subyektif, artinya setiap orang menghadapi kondisi dan situasi yang sangat berbeda. Namun demikian pilihan-pilihan itu perlu didiskusikan dengan orang-orang terdekat (orang tua, keluarga, pacar/tunangan), dengan memikirkan segala plus minus dan konsekwensinya.

Andaikan orangtau sudah siap menjadi calon tunggal penyandang dana untuk membiayai kuliah S2, tetap harus didiskusikan dengan anaknya, karena anak biasanya sudah mempunyai pilihan dan rencana sendiri. Orang tua perlu memahami, andaikan anak tidak bersedia melanjutkan S2 apalagi atas minat orang tua (jangan dipaksakan kalau anak inginnya bekerja ). 

Namun orang tua tetap perlu mengarahkan, memberi wawasan, berbagai pengalaman dan referensi, serta yang paling utama adalah mendoakan sepanjang hayat. Anak berusaha, orang tua mendoakan adalah sinergi yang baik daripada memaksakan anak untuk lanjut S2.

Melanjutkan S2 untuk masuknya lebih gampang dibandingkan S1, yang harus bersaing sangat ketat, apalagi di perguruan tinggi ternama dan favorit. Syarat Toefl 450, Tes Potensi Akademik (TPA Bapenas) 500, IPK 2,5 untuk program studi akreditasi A, 2,75 program studi terakeditasi B, dan 3.00 program studi terakreditasi C.

Membayar uang kuliah setiap smester tergantung program studi yang dipilih. Bila S2 dobel degree pastinya lebih mahal per smesternya plus selama kuliah di luar negeri  satu atau 2 smester di negara yang telah dipilih waktu mendaftar harus keluar kocek lebih dalam untuk biaya hidup, akomodasi, dan transportasi.

Semua biaya ini ditanggung orang tua mahasiswa S2, tidak masalah kalau orang tua mampu dan sudah tidak mempunyai tanggungan lain. Masalah muncul, bila orang tua masih mempunyai tanggungan membiayai adik-adiknya.

Mencari beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), program dari Menteri Keuangan, baik di dalam maupun di luar negeri, untuk mendapatkannya juga harus bersaing dengan ribuan calon lainnya.

Selain itu perlu mengambil ilmu yang linier dengan ilmu S1, supaya tidak menjadi kendala saat bekerja. Keilmuan yang linier ini menjadi syarat utama untuk pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional dan pengembangan karier selanjutnya.

Untuk dipahami, kuliah S2 dan S3 pun ada evaluasi dan dapat di drop out (DO), bila tidak memenuhi syarat dan ketentuan. Kuliah S2 pastinya berbeda dengan kuliah S1 yang lebih mengutamakan analisis pemikiran, bukan asal kuliah, banyak diskusi, dan tugas kuliah mandiri atau kelompok.

Sering terjadi, "budaya akademik" dari perguruan tinggi waktu S1 sangat jauh berbeda dengan "budaya akademik" ketika S2. Hal ini dapat menjadi kendala utama, bagi yang tidak cepat menyesuaikan, sehingga terkena "DO".  Jadi lanjut S2 bukan sekedar untuk mencari status, sensasi , mendapat nilai plus di depan calon mertua, atau sekedar mencari "prestige".

Andaikan sudah lulus S2, pun untuk mencari kerja pastinya berharap mendapatkan gaji lebih besar dan fasilitas lebih baik. Kenyataan perusahaan, BUMN, Swasta tetap menganggap seperti "fresh graduate", yang belum mempunyai pengalaman kerja.  Artinya menyandang gelar S2 bukan jaminan mendapatkan gaji yang lebih besar dari S1.

Apalagi perusahaan multinasional, BUMN, dan Swasta yang dilihat sekedar ijazah S2 nya, tetapi kompetensi, hardskill, dan softskil  yang dimiliki. Untuk apa mengangkat S2 tetapi pola pikir dan pola tindak seperti S1, apalagi SMA ?

Pemikiran cerdas, wawasan, pengetahuan luas, inovasi dan kreativitas yang dapat diunggulkan ketika wawancara, menjadi nilai lebih. Semua itu didapatkan di luar bangku kuliah, namun ketika masih kuliah, apalagi sudah menjalin "networking", yang luas.

Untuk menjadi PNS pun formasi S2 lebih banyak untuk dosen di perguruan tinggi. Menjadi dosen bila tidak mempunyai "passion" , sangat menyiksa karena harus melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi (mengajar, meneliti, dan pengabdian masyarakat). Jadi untuk melanjutkan S2 sebaiknya perlu dipikirkan secara matang, agar tidak menjadi "mubazir" ijazahnya, walaupun diakui tidak ada ilmu yang sia-sia bagi yang telah memilikinya.

Jadi setelah memiliki ijazah S2 pun belum jaminan mendapatkan pekerjaan dan gaji yang lebih layak darpada S1. Tentunya memilih S2 pun sekali lagi sifatnya sangat subyektif, tidak bisa diterapkan pada semua orang. Apapun pilihannya, semoga tetap sukses dalam menjalani langkah kehidupannya.

 Yogyakarta, 3 Oktober 2018 Pukul 15.41  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun