Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Kaya Baru dalam Lingkaran Investasi Bodong

24 September 2018   13:19 Diperbarui: 25 September 2018   07:55 2980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masih ingat dalam kenangan tahun 1965 - 1970 an sangat jarang orang mempunyai kendaraan bermotor, radio dan televisi. Dalam satu desa hanya ada satu dua orang yang hidupnya menonjol dibandingkan tetangganya. 

Perhiasan emas menjadi lambang kekayaan yang paling diminati orang desa yang berduit saat itu. Wujudnya berupa gelang, kalung, peniti, bros, subang bermata intan dan berlian, cincin bermata delima merah, liontin bermata.

Bentuk perhiasan emas masih sangat sederhana, kalau kalung bentuknya rantai, cincin seperti cincin kawin yang diberi hiasan, gelang keroncong atau untir-untir. Kadar emas waktu itu 22 karat, jarang sekali yang 24 karat (emas murni), karena kalau dijual lagi kurang  begitu laku dipasaran.

Perhiasan berupa emas ini hanya dipakai oleh para perempuan, walau ada laki-laki yang memakainya tetapi jarang, selain dilarang oleh agama (Islam), juga tidak lazim. Para perempuan memakai perhiasan emas ini pada acara-acara yang dianggap istimewa (hari raya Idul Fitri, hajadan, pertemuan keluarga besar/trah). 

Jadi tidak setiap hari dipakai, karena  bahaya yang dapat memancing niat jahat orang lain, sehingga disimpan untuk dikeluarkan pada saat ada acara. Memakai perhiasan apalagi dari emas, sebagai aktualisasi diri, ketika semua yang dimiliki dikeluarkan dan dipakai, seperti "toko emas berjalan", karena badannya penuh perhiasan.

Lucu bukan kalau memakai perhiasan terlalu banyak, biar di cap sebagai orang kaya. Kalau tidak punya perhiasan emas asli, ada yang memakai emas "imitasi", bukan asli, tiruan, tetapi warnanya menyerupai emas. Dari sini "kepalsuan" dalam menjalani hidup itu dimulai, untuk mendapatkan "status kaya".

Menurut KBBI, orang kaya itu berarti orang yang banyak hartanya, hartawan, orang yang berpangkat (berkedudukan tinggi), orang yang dihormati. Kenapa orang menjadi kaya ? 

Harta orang kaya  diperoleh dari warisan berupa tanah, sawah, perhiasan, ternak (sapi, kuda, kerbau, kambing, bebek, ayam). Namun ada juga karena kerja keras dan perjuangan hidupnya untuk memutus kemiskinan, konon dengan pendidikan yang diyakini dapat merubah nasib seseorang. 

Pendidkan dapat menjadikan orang mempunyai kedudukan, pangkat, jabatan dengan meniti karier mulai dari nol sampai puncak. Pendidikan, ketulusanan, keiklhasan dalam bekerja dan rasa syukur  yang mengantarkan menjadi orang kaya yang berilmu, sehingga semakin kaya semakin besar rasa kedermawanan, rasa sosial, dan kesetiakawanan.

Ada juga kekayaan diperoleh dengan cara-cara yang tidak halal, mencuri, merampok, mengambil hak orang lain, dan korupsi. Harta cepat diperoleh, tetapi juga cepat hilang dan habis dengan berbagai macam cara. 

Kalau di desa ada orang kaya baru (OKB), pasti segera tersiar beritanya sampai luar desa. Apalagi harta yang diperoleh tidak jelas asal usulnya, bukan karena warisan dan kedudukan. 

Tidak ada yang bertanya dari mana kekayaannya itu, semua diam, tutup mulut, dan baru tersentak setelah banyak orang datang untuk menagih uangnya yang sudah ditanamkan dan tidak menetapi janji seperti saat awal menawarkan kerja sama untuk investasi. 

Ternyata uang dari para investor itu dipakai sendiri untuk membeli apa yang diingnkan karena ketika menjadi orang miskin tidak ada uang untuk membeli dan memiliki. Akibatnya modal para investaor yang diserahkan susah kembali, dan yang dijanjikan bagi hasil sebesar 10 persen per bulan pun tidak ditepaiti. Ini yang namanya bermain dengan investasi "bodong".

Jadi usut punya usut OKB tadi karena mengumpulkan  uang simpanan dari saudara, kenalan, teman, agar diinvestasikan dengan harapan iming-iming jasa 10 persen tiap bulan. Orang yang tidak berpikir panjang pasti tertarik daripada uangnya tidak produktif, bahkan yang sudah aman di tabungan pun diambil untuk diinvestasikan agar mendapat untung lebih banyak. 

Namun orang yang berpikir panjang pasti menolak dengan halus dan tegas bahwa itu termasuk riba yang dilarang oleh agama. Tipu daya OKB dengan berbagai jurus mautnya tetap saja dapat mempengaruhi orang-orang  menginvestasikan uangnya. Namun ternyata hanya untuk membeli mobil sampai 7 (tujuh) buah dalam setahun, tanah, ruko, perhiasanan. Semuanya itu dimilik agar ditetapkan/dinobatkan  sebagai orang kaya, karena mobilnya gonta ganti dan selalu baru dari dealer yang masih ada plastiknya.

OKB tanpa landasan pengetahuan, iman kuat, dapat membayakan diri sendiri, keluarga dan tetangga. Kenapa ?. Cara-cara yang dilakukan sudah diluar nalar karena tidak pernah memikirkan akibatnya. Mobil sebanyak 7 (tujuh) itu ternyata hutang dari dealer, dalam tempo 3 bulan karena tidak membayar angsuran, satu persatu diambil pihak dealer. 

Uang muka dan angsuran yang sudah dibayarkan dianggap tidak ada. Lama-lama mobil itu berkurang satu persatu tidak sampai 2 (dua) tahun, dan kembali "zonk" hartanya. Kegilaan dengan harta benda yang duniawi sifatnya sementara, karena harta yang sesungguhnya adalah yang disumbangkan untuk kepentingan banyak umat, yang menjadi amal jariyah. Masih mau menjadi OKB yang gila harta ? Benar-benar sudah gila karena tidak paham apa yang diperbuat itu merugikan anak-anaknya.  

Yogyakarta, 24 September 2018 Pukul 13.00

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun