Ketika PPDB dengan sistem zonasi, sekolah negeri "favorit" bisa jadi mendapat peserta didik dengan nilai pas-pasan, karena 90 persen harus berasal dari zona satu (zonasi) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah bersama dengan Kepala Sekolah.Â
Kalau dicermati, ada potensi dapat menimbulkan masalah ketika anak yang nilainya pas-pasan itu "dipaksa" masuk dengan lingkungan yang jauh berbeda dari sekolah asalnya (kedisiplinan, budaya belajar, kesadaran untuk sekolah, dan lain-lain).Â
Selain itu guru mendapat tantangan yang jauh lebih kompleks karena input peserta didik dengan prestasi akademik pas-pasan, bahkan (mungkin) kondisi ekonomi orang tua juga kurang mampu secara finansial.Â
Untuk menumbuhkan kesadaran belajar, dan masuk sekolah dengan disiplin pun perlu daya juang dari para guru agar peserta didik semangat semangat sekolah dan belajar. Bahwa sekolah bukan "sekedar" mendapat selembar ijazah, tetapi ada proses yang harus dijalani dan tata tertib yang ditaati. Sementara disisi lain "label sekolah favorit" tetap harus dipertahankan, sungguh dilematis.
Sementara di sekolah "pinggiran", karena sistem zonasi mendapat input anak-anak yang mempunyai prestasi akademik bagus, namun budaya belajar dan fasilitas sekolah jauh berbeda dengan sekolah yang sudah dianggap favorit.Â
Kondisi ini dapat berpotensi anak yang sudah berprestasi semangatnya menjadi "kendor" karena lingkungan sekolah yang kurang mendukung baik proses belajar mengajarnya, maupun fasilitas sekolah yang dimiliki.Â
Kalau sudah begini, tetap kita tunggu 3 (tiga) tahun lagi hasilnya tentang pemerataan kualitas pendidikan, semoga hasilnya seperti harapan pak Mendikbud.
 Yogyakarta, 8 Juli 2018 Pukul 09.29 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H