Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PNS Dilarang Mudik dengan Mobil Dinas

10 Juni 2018   12:52 Diperbarui: 10 Juni 2018   13:08 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mudik menjadi tradisi bagi orang Indonesia sebagai ajang silaturahmi sekaligus pulang kampung menengok orang tua, saudara sedarah dan/atau semenda. Tahun ini menjadi tahun yang spesial bagi PNS, TNI, Polri, dan pensiunan menerima THR dan gaji ke-13 secara penuh tanpa potongan sepeserpun. Namun demikian bukan berarti leluasa membelanjakannya. Uang THR sebagai rejeki ekstra,  khusus dianggarkan untuk keperluan lebaran dengan skala prioritas antara kewajiban, kebutuhan dan keinginan.

Sedang gaji ke-13 yang akan diterimakan bulan Juli dimaksudkan untuk keperluan pendaftaran dan membayar sekolah/kuliah, karena bulan Juli sebagai tahun ajaran baru. Intinya agar para PNS, TNI, Polri yang masih aktif dan mempunyai anak usia sekolah, tidak kesulitan untuk biaya pendidikan bagi anak-anaknya. 

Kondisi ini diharapkan berimbas pada konsentrasi kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja untuk memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat. Seiring dengan tingkat kesejahteraan para PNS, TNI dan Polri, diharapkan penyalahgunaan wewenang dapat dikurangi. Namun realitanya tingkat kesejahteraan tidak berbanding lurus dengan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi merugikan negara.

Makna menyalahgunakan wewenang menurut  No.31 Tahun 1999, yang telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Tipikor), pasal 3 dikatakan: "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,  kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) (www.hukumonline.com).

Menyalahgunakan kewenangan ini secara tidak langsung telah merugikan hak ekonomi dan sosial masyarakat secara lebih luas, karena telah melanggar aturan tertulis yang menjadi dasar kewenangannya, menyimpang dengan peraturan dan berpotensi merugikan negara. Menurut Hukum Administrasi Negara, menyalahgunakan kewenangan berarti tindakan yang melampau batas kekuasaan, atau tindakan sewenang-wenang.

PNS, TNI, Polri mempunyunyai peluang besar untuk melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan, bila tidak amanah dalam mengemban jabatannya. Tidak tahan godaan setan yang jelas-jelas dapat merugikan karier, keluarga, dan negara. 

Apalagi ketika sedang berkuasa, bisa bertindak "adigang, adigung, dan adiguna" artinya mengandalkan kekuatan, kekuasaan, dan kepandaian yang dimiliki. Oleh karena itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) secara preventif telah mengeluarkan Surat Edara No.B/21/M.KT.02/2018 tentang Larangan Penggunaan Mobil Dinas untuk Mudik bagi PNS.

Pemakaian mobil dinas dilarang alasannya mudik itu termasuk kepentingan pribadi untuk pulang ke kampung halaman, bukan kepentingan dinas. Apalagi memakai mobil dinas dan bahan bakarnya dimintakan ganti kantor/perusahaan, sangat tidak dianjurkan. 

Para PNS, apalagi yang sedang menjabat,  memanfaatkan mobil dinas untuk mudik tanpa merasa bersalah, bahkan bangga dapat membawa mobil dinas, sungguh melukai hati rakyat. Ingatlah bahwa mobil dinas itu dibeli dari uang rakyat. Tidak pantas "show off", di depan rakyat, dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Ingat hari ini masih ada rakyat yang mengatakan:"bisa makan apa tidak", yang berbeda dengan PNS yang sudah mengatakan "hari ini makan apa, makan dimana, asal tidak makan siapa".

Larangan PNS membawa mobil dinas untuk mudik, sebagai upaya penegakan disiplin PNS, dan pelayanan publik berjalan lancar dan optimal. SE Menpan ini sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden No.13/2018 tentang Cuti Bersama Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ditegaskan bahwa dalam SE Menpan ada larangan penggunaan fasilitas dinas seperti kendaraan dinas untuk kepentingan mudik. 

Selain itu larangan PNS menerima bingkisan/parcel dari siapapun, yang berhubungan dengan jabatan/pekerjaannya. Juga ditegaskan tentang cuti 7 (tujuh) hari yang tidak mengurangi hak cuti tahunan bagi PNS dinilai cukup, sehingga tidak ada alasan untuk mengajukan tambahan cuti bagi PNS, kecuali alasan penting. Setelah cuti bersama berakhir, semua aktivitas instansi harus sudah berjalan normal, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tidak ada PNS yang masih "molor" dan "ogah-ogahan" untuk memberikan pelayanan kepada publik dengan alasan masih suasana lebaran.

Setelah PNS mendapat THR, gaji ke-13, cuti bersamaa selama 7 hari, masih layakkah mengabaikan kewajibannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat ?. Pelanggaran terhadap ketentuan SE ini sanksinya sesuai Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 

Bagi PNS yang tidak mentaati kewajiban, dan telah melanggar ketentuan yang berlaku dapat dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan tingkat pelanggaran (ringan, sedang, berat). Sesuai pasal 7 PP No.53 Tahun 2010, pelanggaran ringan jenis hukuman disiplin berupa teguran lisan, teguran tidak tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.

Selanjutanya pelanggaran sedang, jenis hukuman disiplin, penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. Untuk pelanggaran berat, penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingakt lebih rendah, pembebasan dari dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Kalau sudah ada ketentuan dengan jelas, tidak ada multi tafsir, dan pasal karet, masihkan PNS mempunyai nyali untuk melakukan pelanggaran ?. Ingatlah diluar sana masih ada jutaan calon PNS yang mengantri dengan kualitas, kompetensi, dedikasi, jauh lebih baik dan siap setiap saat untuk menggantikan PNS yang sering mangkir dan melakukan tindakan indisipliner. 

Pemerintah (Menpan) terus berusaha untuk meningkatkan "reward" bagi PNS berbasis kinerja, dengan merubah sistem penggajian  berdasarkan PGPS, "Pinter Goblok (maaf) Pendapatan Sama", namun berbasis kinerja yang menuntut kompetensi dan profesionalisme. Asal semua dilaksanakan secara fair, terbuka, tidak "like and dislike" , reformasi birokrasi dapat terwujud, dan pelayanan kepada masyarakat menjadi prima.         

Yogyakarta, 10 Juni 2018 Pukul 12.41  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun