Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Jelajah Masjid Gedhe Mataram Kotagede, dengan Arsitektur Unik

20 Mei 2018   23:54 Diperbarui: 21 Mei 2018   12:02 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umumnya bangunan masjid mempunyai desain arsitektur yang khas dengan kubah, menara, tanda bulan sabit dan bintang. Bangunan masjid bagi umat Islam sebagai lambang kesucian, rumah ibadah, yang selalu suci terbebas dari segala macam hadas/kotoran, karena untuk menjalankan sholat 5 (lima) waktu Subuh, Dhuhur, Asyar, Magrib dan Isya. Masjid menjadi tempat menjalin hubungan secara vertikal antar umat Islam dengan Alloh SWT (habluminallah), yang sangat pribadi, individual, personal, terbebas dan terlepas dari masalah keduniawian, hubungan sesama manusia (habluminannas).

Di bulan Ramadan ini masjid –masjid diramaikan oleh kegiatan umat Islam dalam rangka meningkatkan iman dan takwa. Tempat yang ideal dalam bulan Ramadan ini untuk instrospeksi diri (melihat dirinya sendiri), setelah 11 (sebelas) bulan lainnya sibuk dengan “melihat orang lain” dengan segala plus minusnya. Bulan Ramadan  sangat dinantikan dengan penuh suka cita oleh umat Islam di seluruh dunia, karena bulan yang istimewa, suci, penuh rahmat, berkah, ampunan, amalan kebaikan yang dilipatgandakan. Sungguh “merugi” bagi umat Islam yang mengabaikan bulan Ramadan berlalu begitu saja seperti bulan-bulan lannya.

Salah satu yang perlu dijelajah ketika bulan Ramadan datang adalah masjid yang mengandung nilai historis, dengan arsitektur unik, khas, penuh makna filosofis, terletak di daerah Kotagede sebelah selatan pasar Legi. Keunikan Masjid Gedhe Mataran Kotagede ini, tidak ada kubah dan menara yang tinggi, tetapi  gaya arsitekturnya tradisional, berbentuk limasan. Hal ini tidak bisa lepas dari sejarahnya karena masjid ini awalnya berupa langgar (surau).

Masjid Gedhe Mataram Kotagede, peletakan batu pertama  pada tahun 1640 oleh Sultan Agung (raja Mataram Islam), yang dibuat secara gotong royong oleh rakyat yang sebagian besar memeluk agama Hindu dan Budha. Gapura masuk area masjid dan tiang dari kayu menjadi bukti adanya toleransi antara umat beragama (Islam, Hindu dan Budha). Rasa toleransi yang tumbuh sejak abad ke-16, semestinya menjadi semangat untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berdasar Pancasila dan UUD 1945.

Kembali ke jelajah masjid, untuk ke area masjid melalui  “Paduraksa”(bangunan gapura yang mempunyai atap penutup), arsitektur kuno dan klasik. Rimbunnya pohon beringin tua di area Masjid Gedhe Kotagede, membuat lingkungan sejuk, semilir, yang dapat membuat “suasana hati” semakin damai, tenang, jernih, bersih. Masjid Gedhe Kotagede, memiliki dua (2) ruang inti dan serambi, juga ada bedug hadiah dari Nyai Pringgit sebagai penanda waktu sholat.

Masjid peninggalan Sultan Agung sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh warga di sekitar Kotagede, untuk sholat lima waktu, Jum’atan, sholat tarawih, pengajian, bahkan pelaksanaan “ijab dan qobul” pengantin. Bangunan tembok berupa bata dengan perekat “air aren”, karena belum ada bahan bangunan dari semen dan pasir. Perekat air aren ini dapat menjadi kajian bagi para sarjana teknik sipil, karena sampai saat ini masih kokoh dan kuat. Inilah keunikan bangunan Masjid Gedhe Mataram Kotagede.

Selain sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, Masjid Gedhe Kotagede ini menjadi destinasi wisata sejarah, religi, budaya, kuliner, dan kerajinan perak. Ciri khas bangunan rumah di daerha Kotagede, termasuk di dekat Masjid Gedhe ini arsitekturnya rumah “joglo” dengan bahan kayu jati. Namun seiring perkembangan jaman rumah joglo ini berkurang jumlahnya, karena kepentingan para ahli waris untuk membagi harta peninggalan. Mempertahan rumah joglo, dengan arsitektur yang khas memerlukan biaya mahal.

Selain itu pemilik rumah  membangun pagar tempok tinggi yang mengelilingi pekarangan, dengan memepetkan batas patok. Akibatnya akses jalan di perkampungan sekitar Kotagede luasnya hanya 1 (satu) meter, cukup untuk simpangan orang. Namun untuk kendaraan motor roda dua perlu keahlianuntuk memainkan stang motor agar tidak menyenggol orang lain.    

Yogyakarta, 20 Mei 2018 Pukul 22.54

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun