Sungguh sengsara nasib orang yang mengejar pengakuan tanpa melihat kemampuan dan kondisi sesungguhnya. Keterpurukan yang dialami, bukan untuk introspeksi diri, walau telah mendapat “sentilan” dari TuhanNya diabaikan, dianggap sebagai “takdir”. Tidak mau mengambil pengalaman sebagai guru yang terbaik, mengulangi kesalahan yang sama, padahal “keledai” pun kalau sudah jatuh tidak akan kembali melewati jalan yang sama.
Namun dari keterpurukan orang itu, orang-orang dalam lingkungan justru dapat memetik pelajaran yang sangat berharga. Intinya menjalani hidup ini tidak perlu penuh “sensasi”, biasa dan wajar saja. Untuk apa harus dipoles dengan kepalsuan sekedar ingin mendapatkan pengakuan oleh lingkungannya.
Padahal pengakuan itu tidak perlu dikejar, dan selalu mendekat kepada orang-orang yang tulus, jujur, baik hati dan tidak sombong. Tidak percaya? Silakan dibuktikan...
Yogyakarta, 30 April 2018 pukul 23.57
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H