Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Naik Kereta ke Bandara Soetta Lebih Cepat?

10 April 2018   16:12 Diperbarui: 10 April 2018   17:00 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi di Jakarta dan sekitarnya terus ada pembenahan dan inovasi agar masyarakat merasa aman, nyaman, tenang, dan menikmati perjalanan untuk memenuhi hajat hidupnya. Kemacetan identik dengan Jakarta, hampir sepertiga waktunya habis di jalan, yang tidak produktif dan pemborosan waktu, tenaga, dan bahan bakar. Siapa pun yang melakukan perjalanan  di Jakarta perlu   “kesabaran ” tingkat tinggi, perjuangan berat, keras dan harus tahan “banting” (kuat fisik, psikis, dan moral).

Penyebab kemacetan di Jakarta:1. Penambahan ruas jalan tidak sebanding dengan jumlah kendaraan. 2. Pasar tumpah, akibatnya pedagang kaki lima berjualan di badan jalan dan  trotoar. 3. Angkutan massal yang sesuai dengan kota metropolitan masih kurang. 4. Terlalu banyak angkutan kota (angkot) yang kurang aman dan nyaman. 5. Pusat keramaian (mall, pasar, pertokoan) yang minim lahan parkir. 6. Tingkat urbanisasi tinggi, karena 70 persen perputaran uang ada di Jakarta. 7. Pemukiman di pinggiran dan mencari nafkah di pusat kota. 8. Disiplin berlalu lintas masih kurang, akibatnya melanggar rambu-rambu larangan. 9. Banyak penyempitan jalan, belokan, lintasan KA, transaksi di jalan. 10. Turunnya “rasa saling menghargai” diantara pemakai jalan. 11. Tingginya sikap “ego”, tidak mau mengalah, dan memberi kesempatan sesama pengendara.

Pemerintah Propinsi DKI dan sekitarnya sebagai daerah “penyangga” terdampak beban ibu kota (Tangerang, Depok, Bekasi, Bogor), selalu melakukan perbaikan, untuk menyediakan anggutan umum yang murah, aman, nyaman, bersih, tepat waktu. Kalau angkutan umum sudah memenuhi kriteria tersebut, tanpa ada regulasi “tri in one”, ganjil genap, para pemilik mobil pribadi beralih ke angkutan umum.

Saat ini sedang dibangun sistem transportasi  transit cepat yang disebut Mass Rapit Transit (MRT), angkutan cepat terpadu di Jakarta. Sebelumnya sudah ada moda transportasi berbabis rel seperti Light Rapit Transit (LRT), Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line. Apapun namanya, intinya alat transportasi umum di Jakarta ini memberikan fasilitas masyarakat agar tidak terjebak oleh kemacetan di jalan yang semakin parah, sehingga jarak tempuh semakin lama.

Salah satu moda transportasi terpadu yang sudah diresmikan oleh Presiden Jokowi tanggal 2 Januari 2018 kereta api  dari atau ke bandara Soerakarno Hatta (Soetta). Kereta apai cepat yang desain interior seperti pesawat, bersih, wangi, fasilitas full AC, charging port, toilet terpisah, bagasi khusus, TV LED, dikelola oleh Railink ini bukan kompetitor bis Damri, taksi konvensional/online. Kereta api ini menambah pilihan para penumbang pesawat yang naki dan turun di bandara Soetta, disebut Airport Railink Services (ARS).

Pengalaman sebagai orang udik datang ke ibukota untuk nengok anak cucu mantu, mau mencoba memanfaatkan kereta api dari bandara Soetta ke stasiun Sudirman/BNI City. Setelah tanya petugas, ternyata stasiunnya jauh dari pintu keluar turun pesawat. Akibatnya harus berjalan kaki sendiri di malam hari jam 22.00 dan sampai stasiun sepi, sunyi, karena belum beroperasi. Malam anak  langsung memesankan taksi online, dan sampai tujuan jam 24.30.

Ketika akan ke bandara Soetta untuk pulang ke daerah, lagi-lagi rasa penasaran dan antusias untuk mencoba kereta api kembali mengusik niat memanfaatkan alternatif baru kereta api. Mulai dari Depok sudah sejak jam 10.00 dengan KRL menuju stasiun Sudirman dengan tarif Rp 4.000,- jarak tempuh 25.980 meter, dan sampai tujuan sudah kereta menuju bandara baru saja berangkat. Artinya harus menunggu satu (1) jam lagi untuk dapat memanfaatkan dan merasakan fasilitas baru menuju bandara Soetta.

Menurut bagian informasi, estimasi waktunya sangat “mepet” dan bisa ditinggal pesawat. Setelah berpikir, dengan cepat mengambil keputusan mengingat  pesawat jam 14.35, akhirnya membatalkan naik KA menuju bandara Soetta. Kembali ke arah pangkalan ojek dan diantar ke dekat Thamrin City Mall ada angkutan Damri ke bandara Soetta yang sudah mau berangkat. Terlambat sedikit sudah harus nunggu armada berikutnya, yang artinya terlambat sampai bandara.

Pemesanan tiket, pembayaran, pembatalan semua berbasis teknologi  informasi dan komunikasi untuk mendukung e-chanel, dengan Danamon ATM, aplikasi D-mobile dan Danamon Online Banking (DOB). Bank Danamon memberi kemudahan kepada nasabah untuk melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet. Jadi beli tiket  ARS menuju dan dari bandara Soetta tidak perlu repot-repot, semua bisa dilakukan kapan dan dimana saja asal ada jaringan internet.  

Baca Juga:Danamon-Online-Banking

 Dari pengalaman obsesi ingin memanfaatkan fasilitas baru kereta api dari dan akan ke bandara Soetta, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para calon penumpang:

  1. Sebelum berangkat dari rumah wajib melakukan ceck-in secara online agar lebih tenang dalam perjalanan menuju bandara, supaya tidak tergesa-gesa.
  2. Sudah menentukan kendaraan yang akan dipakai menuju ke bandara Soetta dan memberi alokasi waktu yang longgar, mengingat perjalanan di Jakarta susah di prediksi waktunya.
  3. Bila memilih dengan kereta api ke bandara harus tahu pasti jadwal keberangkatannya dengan estimasi waktu yang tepat agar tidak ketinggalan pesawat.
  4. Tidak semua calon penumpang sudah “literasi (melek) teknologi informasi”, sehingga masih perlu petugas yang memandu untuk membeli tiket, dan membatalkan perjalanan.
  5. Bagian informasi sangat memberi penjelasan dan estimasi waktu perjalanan kereta api menuju bandara Soetta, sehingga calon penumpang dapat segera memutuskan untuk pindah alat transportasi menuju bandara supaya tidak ketinggalan pesawat.
  6. Belum terpadu antara transportasi di stasiun Sudirman, mengakibatkan calon penumpang harus berjalan kaki cukup jauh dan ini sangat memakan waktu.
  7. Di bandara Soetta pintu keluar bandara dengan stasiun kereta juga belum tersambung, akibatnya penumpang kebingungan menuju stasiun kereta.
  8. Waktu tempuh masih relatif lama dibandingkan dengan moda transportasi yang sudah tersedia (bis Damri, taksi konvensional/online), dan jarak tunggu masih tiap satu (1) jam, dan mulai diperpendek tiap 30 menit. Harusnya disesuaikan dengan jadwal take off dan landing pesawat.
  9. Harga Rp 70.000,- masih dirasa mahal dibandingkan dengan bis Damri sebesar Rp 40.000,-, apalagi ongkos KRL dan Trans Jakarta. Walau diakui harga itu bagi golongan menengah atas masih dirasa sesuai dengan fasilitas dan rasa aman, nyaman yang diperoleh.
  10. Perlu terus disosialisasikan telah beroperasinya kereta api dari dan menuju ke bandara Soetta, dengan elektronik dan cetak, agar masyarakat dapat menentukan pilihan transportasi darat yang tujuannya mengurangi penggunaan mobil pribadi dan mengurangi kemacetan di Jakarta.

Akhirnya pilihan ada ditangan konsumen yang bebas menentukan pilihan dari berbagai alternatif transportasi menuju dan dari bandara Soetta yang telah disediakan oleh pemerintah sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Transportasi kereta menjadi pilihan selain dapat lebih cepat dan tepat, rasa aman, nyaman, dan bebas hambatan menjadi alasan utama para calon penumpang.

Yogyakarta, 10 April 2018 pukul 15.37

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun