Ada yang harus didaftarkan seperti paten, merek, dan tidak perlu didaftarkan seperti hak cipta karena begitu ciptaan terwujud (buku, artikel, makalah, powerpoint, dan lain-lain), otomatis hak itu sudah melekat pada ciptaannya. Artinya bila ada yang melanggar pencipta dapat membuktikan hasil ciptaannya, jadi hak cipta tidak perlu didaftarkan.
Namun kalau hak paten dan merek pendaftaran ke Diektorat Jenderal HAKI Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia RI di Jakarta, dan/atau kantor perwakilan Dephukum dan HAM yang ada di tiap propinsi. Pendaftaran ini sebagai bukti kepemilikan hak intelektual, sekaligus perlindungan hukum bila ada pihak lain yang melanggar/terjadi sengketa. Misal hak merek perlu didaftarkan mengingat banyaknya peniruan, sehingga perlu membedakan asal usul barang dan kualitas serta untuk menghindari peniruan.
Peniruan hak merek dapat merugikan pemilik asli secara ekonomi dan sosial, sehingga sering dijumpai di media massa tentang “peringatan merek dagang” yang di keluarkan oleh “lawyer/pengacara” dari perusahaan yang memiliki hak merek asli. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat mengetahui produk barang dan jasa dari merek yang asli dengan merek yang telah dipalsukan.
Untuk penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan hak merek di pengadilan niaga. Berdasarkan Keputusan Presiden No.97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang. Sebelumnya sudah ada pengadilan niaga Jakarta Pusat.
Dengan demikian setiap warga negara wajib “melek hukum/literasi hukum”, agar dapat mengetahui kewajiban dan hak-haknya bila mempunyai hak kekayaan intelektual (HAKI).
Yogyakarta, 2 April 2018 pukul 13.00