Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Penghasilan Pustakawan di Indonesia

22 Februari 2018   17:03 Diperbarui: 22 Februari 2018   17:07 3998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang yang akan masuk dunia kerja pertanyaan awal yang selalu muncul dalam benaknya adalah berapa gaji yang diperoleh dan fasilitas apa yang didapat. Jarang yang terbesit kewajiban apa yang harus dilakukan dan kompetensi apa yang dibutuhkan. 

Artinya haknya didahulukan daripada kewajibannya, ini sah-sah saja, karena kebiasaan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan juga selalu mendahulukan hak-hak daripada kewajiban. 

Akibatnya orang selalu menuntut hak-haknya daripada memenuhi kewajibannya.  Semestinya dibalik setiap orang itu melaksanakan kewajibannya, baru mendapatkan hak-haknya. 

Namun karena sudah menjadi baku dalam setiap tulisan dan ucapan hak dan kewajiban, maka aneh bila menulis dan mengucakan kewajiban dan hak. 

Pustakawan sebagai profesi di Indonesia juga mendapat hak berupa penghasilan setiap bulan agar dapat hidup layak. Masalahnya, penghasilan itu masih ada yang jauh dibawah UMR yang paling rendah sekalipun. Bagaimana bisa hidup layak ?. Orang bijak mengatakan:"profesional dan kompeten dulu, nanti rupiah akan mengikuti".  Artinya dalam menjalankan profesinya, harus profesional dan kompeten, apresiasi dan penghargaan akan mengikuti. 

Berat memang, karena tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dasar (makan) tidak bisa ditunda, walaupun untuk papan, sandang, pendidikan, kesehatan masih bisa ditunda. Padahal dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan:"Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".

Kemudian pasal 31 UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, tenaga perpustakaan berhak atas: 

  • Penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial
  • Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; dan 
  • Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas perpustakaan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. 

Kewajibannya memberikan layanan prima kepada pemustaka (pengguna perpustakaan), menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif, memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. 

Tidak ada penjelasan lebih lanjut makna penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum itu seperti apa dan berapa nominalnya untuk ukuran hidup layak pustakawan di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Menteri  Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, dalam pasal 1 angka 1 maksud kebutuhan hidup layak (KHL) adalah: "Standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan". 

Selanjutnya dalam lampiran peraturan itu disebutkan komponen hidup layak meliputi: "makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, transpotasi, rekreasi dan tabungan".   

Artinya hidup layak menurut aturan yang ditetapka pemerintah bukan  layak menurut orang per orang karena makna layak bisa relatif, layak  bagi si A belum layak bagi si B. Oleh karena itu pemerintah berusaha  meningkatkan hidup layak bagi warganya, walau belum semua bisa  menikmati, karena berdasarkan skala prioritas. 

Profesi Guru dan dosen  diprioritaskan karena sebagai ujung tombak meningkatkan kualitas dan  daya saing sumber daya manusia (SDM) di Indonesia melalui pendidikan.  Sesuai dengan UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikatakan  bahwa:"dalam menjalankan tugas keprofesiannya guru dan dosen  mendapat penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan  kesejahteraan sosial" (pasal 14 ayat 1). Realisasinya guru dan  dosen mendapat gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta  penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional,  tunjangan khusus, dan maslahat  tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. 

Nilai nominal juga sudah jelas disebutkan untuk guru dan dosen yang sudah mengikuti sertifikasi (proses untuk mendapatkan sertifikat pendidik) mendapat tunjangan profesi sebesar satu (1) kali gaji pokok. Ini berlaku untuk guru dan dosen PNS, sedang untuk guru dan dosen swasta dan honorer berlaku ketetuan yang berbeda. Khusus untuk guru masih ada fasilitas yang diberikan dari pihak swasta, CSR dengan program-program "bagimu guru", yang intinya untuk meningkatkan kompetensi dan menambah wawasan dan pengalaman. Misal tugas belajar sampai jenjang S3, study banding ke luar negeri, diklat menulis, membuat buku ajar dan lain-lain.

Bagaimana dengan pustakawan ?. Untuk pustakawan ada lima (5) status kepegawaian, yaitu PNS, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), pegawai tetap, pegawai kontrak, dan pegawai outsourcing. 

Untuk  pustakawan PNS dan PPPK penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedang pustakawan berstatus pegawai tetap, tergantung dari kemampuan instansi/lembaga, ada yang menerapkan peraturan seperti PNS, atau PPPK. Pustakawan status pegawai kontrak, dan pegawai outsourcing penghasilannya sama dengan Upah Minimum Regional (UMR), bagi instansi ata lembaga yang mempunyai kemampuan finansial. Bahkan ada yang pustakawan yang bekerja di lembaga swasta yang bonafit, penghasilannya melebihi PNS dan PPPK. 

Sekedar ilustrasi, penghasilan pustakawan PNS golongan ruang IVc, masa kerja 30 tahun gaji pokok sebesar Rp 5.015.400,- tunjangan profesi pustakawan Rp 1.100.000,- tunjangan beras 10 kg Rp 120.000,-.  

Tidak ada tunjangan kinerja (tukin) bagi pustakawan yang bekerja di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), alasannya sudah otonomi, semestinya dibayar oleh PTNBH tersebut, namun belum/tidak dibayarkan. Tidak ada jawaban pasti dan konkrit tentang tukin di lingkungan PTNBH. Bahkan membicarakan tukin pun sangat "tabu", karena para pejabatnya sangat "sensitif" dan "alergi". 

Padahal menurut Permenristek dan Dikti No.49 Tahun 2015 tentang kelas jabatan, pustakawan madya masuk kelas jabatan 11, dan Peraturan Presiden No.32 Tahun 2016 tentang Besarnya Tunjangan Kinerja di lingkungan Kemenristek dan Dikti kelas jabatan 11 mendapat tukin sebesar Rp 4.519.000,- per bulan. Sementara untuk Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN BLU), tunjangan kinerja dibayarkan sebagaimana ketentuan yang berlaku.  

Penghasilan pustakawan yang berstatus pegawai kontrak dan outsourching, walaupun sudah ada ketentuan UMR, kenyataannya masih sangat memprihatinkan. Khususnya untuk pustakawan di perpustakaan sekolah, penghasilannya bukan sangat memprihatinkan lagi, namun miris mendengar dan melihatnya, yaitu antara Rp 100.000,- sampai Rp 250.000,-. 

Kondisi ini sangat jauh dari besarnya UMR 2018 yang paling rendah sekalipun di Indonesia Rp 1.454.154,- (sumber). Namun pustakawan tetap pantang menyerah, karena penghasilan (rejeki) itu tidak mesti berupa nilai rupiah. Badan sehat jasmani dan rohani adalah salah satu bentuk rejeki yang tidak bisa dinilai dengan uang berapa pun besarnya. 

Semoga para pustakawan yang saat ini masih "berjuang" tetap semangat menyebarkan "virus" pengabdian yang penuh keikhlasan. Kata orang bijak:"pahlawan tidak harus menikmati kemerdekaan". Artinya pahlawan gugur di medan juang dengan rela dan ikhlas mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan, tidak pernah merasakan kemerdekaan. Diakui atau tidak nama pahlawan terukir dengan tinta emas di sanubari setiap insan di Indonesia dan jiwanya kekal abadi di "surga" Nya.

Yogyakarta, 22 Februari 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun