Tahun 1985 dinyatakan lulus tes CPNS di PTN dan Pemda (saat itu dimungkinkan karena waktu tes berbeda), namun tetap harus memilih satu tempat untuk mengabdi. Setelah mencari plus minus akhirnya menentukan pilihan tempat mengabdi di PTN dan untuk Pemda membuat surat pengunduran diri dengan hormat. Tahun 1986 baru menerima SK CPNS, yang secara kebetulan ditempatkan di Fakultas Hukum, tempat ketika kuliah . Di Fakultas Hukum oleh Ibu Wakil Dekan II (almh. Anggarini Hijraningsih, SH.,SU), memberi tugas di perpustakaan, mengingat di tempat lain tidak ada posisi yang cocok dengan ijasahnya.Â
Pertama kali masuk kerja tidak tahu apa yang harus dikerjakan, karena bekal S1 ilmu hukum yang sangat berbeda dengan pekerjaan yang diterima. Seperti berjalan ditengah hutan belantara yang gelap tidak tahu arah jalan, strategi menghadapi rintangan, lika-liku belokan tajam naik terjal dan licin. Jujur selama menjadi mahasiswa kata "perpustakaan" sudah dikenal namun kurang begitu nyaman untuk mengunjungi. Kenapa ?.Â
Terus terang untuk datang ke perpustakaan perlu energi dan semangat karena kondisi fisik (gedung/ruangan) yang gelap, pengab, kusam, dan isi (koleksi tidak baru, pegawai galak, jutek, tidak peduli, dan lain-lain). Perpustakaan belum menjadi "jantung perguruan tinggi", karena belum mendapat perhatian pimpinan, sehingga kondisinya sangat memprihatinkan. Suasana mirip "gudang" dengan pegawai yang stigmanya orang buangan dan/atau bermasalah di tempat lain. Perpustakaan bagaikan hidup tidak, mati pun tak hendak, semuanya serta monoton, stagnan, dan konvensional.Â
Awalnya bekerja di perpustakaan sebagai batu loncatan, karena masih berharap untuk alih fungsi menjadi dosen. Sebagai Sarjana Hukum wajar bila ingin mepunyai profesi keren dan bergengsi seperti dosen, hakim, jaksa, notaris, pengacara, bankir, birokrat, pembuat peraturan perundang-undang (legal drafter). Namun harapan untuk menjadi dosen terganjal oleh Indek Prestasi (IP) yang berubah, padahal saat masuk PNS IP sudah terpenuhi untuk menjadi dosen. Masalahnya waktu itu sebagai PNS staf administrasi (tenaga kependidikan/tendik), bukan dosen.Â
Rasa kecewa bekerja yang bukan bidangnya (passion) memang menggelayut. Jujur awalnya ada "penolakan dari dalam hati", sehingga frustasi, akibatnya badan cepat lelah. Setelah periksa ke dokter spesialis penyakit dalam dan cek laboratorium tidak ada masalah. Dari konsultasi dan dialog dengan dokter disimpulkan, ruangan kerja yang tidak  sesuai standar kesehatan dan keselamatan kerja dapat menimbulkan penyakit. Khususnya secara psikososial yang berawal dari ketidak puasan kerja (tidak sesuai yang dibayangkan dan diimpikan), dapat menimbulkan stres kerja.
Tahun 1989 Wakil Dekan II (almh. Sri Anggarini Hijrahningsih, SH.,SU) memberi kesempatan untuk tugas belajar di Universitas Indonesia program gelar ganda (double degree) S1 khusus selama dua (2) tahun. Program ini dibiayai oleh IGGI Belanda bekerjasama dengan Indonesia untuk mencetak "Pustakawan Hukum". Syaratnya Sarjana Hukum (SH) yang bekerja di perpustakaan. Untuk angkatan I ada 8 orang (Fak. Hukum UGM, Unpad, Unair, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), masing-masing 1 orang dan Fak. Hukum UI 2 orang.Â
Angkatan II ada 4 orang (USU, Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian, Unhas, dan Unpad). Orang lain hanya melihat dari  segi enaknya tugas belajar, tidak pernah merasakan pengorbanan dan perjuangan yang harus dilakukan. Tantangan terberat adalah meninggalkan keluarga di Yogyakarta (suami dan 2 orang anak balita), serta membawa seorang anak yang masih berusia 8 bulan. Perjuangan, pengorbanan, semangat, doa, dan dukungan dari keluarga, akhirnya kuliah dapat selesai tepat waktu selama 4 smester dengan 53 SKS.
Selama proses pembelajaran di Fakultas Sastra (dulu, sekaranga FIB) Jurusan Ilmu Perpustakaan (JIP) Universitas Indonesia itulah terbuka wawasan bahwa bekerja di perpustakaan sangat menyenangkan dan penuh tantangan. Setelah lulus tahun 1991, dan mendapat job trainingdi Leiden Belanda (yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan), sebagai apresiasi lulus tepat waktu, pikiran semakin terbuka untuk menjadi pustakawan.Â
Peran dosen-dosen senior di JIP FIB UI Ibu L.K. Somadikarta, MSc, Ibu Kalangi, ibu Sunarti Subadio, Ibu Irma Aditirto, Ibu Rusina Syahrial, Ibu Siti Sunarningsih, Ibu Lily Rosma, ibu Mastini Harjoprakoso, Ibu Utami Hariyadi, ibu Indira Irawati, ibu Kartini Bahar, ibu Sumartini, Bpk  Urip Sutono, Bpk Karmidi Martoatmojo, Bpk Sulistyo Basuki, Mr. Gregrory Churchil, Bpk Zulfikar Zen, Bpk Blasius Sudarsono, telah memberi landasan ilmu perpustakaan  dan semangat untuk mengabdi di perpustakaan. Selain itu dari Fakultas Hukum UGM yang selalu memberi semangat untuk menulis karena di perpustakaan banyak ilmu yang bisa menjadi referensi yaitu bpk. Wahyu Widodo, bpk  Moch. Fajrul Falaakh, Bpk Herry Iswanto.Â
Selama menjalan profesi pustakawan dan mengabdi 30 tahun di almamater, penuh suka-duka, tawa - tangis, bangga - kecewa, tantangan, rintangan, cibiran, semua itu dilewati dengan sabar, semangat, ikhlas, dan rasa syukur. Semangat untuk memberi pelayanan terbaik kepada pemustaka (orang yang memanfaatkan perpustakaan) semakin menyala dan menyenangkan. Setapak demi setapak, melangkah di jalan yang licin, terjal, namun tetap konsisten menjalani profesi pustakawan dengan setia.Â
Mempromosikan profesi pustakawan yang belum dikenal dan asing di telinga awam, karena waktu itu masih langka. Berkat perjuangan para tokoh-tokoh pustakawan Indonesia, profesi pustakawan diakui pemerintah tahun 1988 sesuai Kepmenpan No.18 Tahun 1988 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya, yang mengalami perubahan 3 kali, terakhr  Peraturan Menpan dan Reformasi Birokrasi No.9 Tahun 2014. Â