Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Makanan dalam Tradisi Pengangkat Kerja di Kampung

12 November 2024   15:59 Diperbarui: 12 November 2024   20:43 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya yakin setiap orang ingin mendapat pekerjaan yang layak, gaji besar. Akan tetapi tidak semua orang mendapatkannya.

Jika terkabul mendapat pekerjaan, meski tidak sesuai dengan mimpi, pastinya senang. Itu harus disambut dengan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bersyukur karena memperoleh penghasilan, kebutuhan keluarga tercukupi.

Nah di kampung tempat tinggal saya, ada tradisi jika anggota keluarga mendapat pekerjaan. Tradisi tersebut sebagai ungkapan rasa syukur. Mungkin di kampung lain juga sama terutama wilayah Jawa Timur. 

Bagi saya itu hal baru karena di tempat tinggal saya dulu, Majalengka tidak mengenal tradisi itu. Kita dapat pekerjaan ya kerja saja. Rasa syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan sikap semangat kerja atau lainnya.

Tradisi Pengangkat Kerja

Suatu hari saya mendapat hantaran nasi uraban lengkap lauknya telur rebus.

"Acara nopo, Mbak?" Begitu pertanyaan jika ada hantaran makanan. 

"Pengangkat kerja, suamiku mulai masuk benjing." 

"Matur suwun, sukses, lancar nggih."

Tradisi mengantar makanan kepada tetangga karena salah seorang anggota keluarga memulai pekerjaan, sudah umum di kampung saya. Namun, seringnya dilakukan oleh warga yang akan bekerja di Pabrik Gula Rejo Agung (PG).

Jika kita tahu hantaran tersebut dari warga yang biasa kerja musiman di PG, pertanyaan kurang lebih seperti ini.

"Bapake pun mulai giling?" (Bapaknya sudah mulai giling?) 

Atau, "Pun giling toh, kapan masuk kerjanya?"

Oleh karena desa kami dekat dengan PG, banyak warga bekerja musiman di sana, termasuk bapak mertua saya dulu.

PG. Rejo Agung yang beralamat di Jl. Yos Sudarso mulai beroperasi atau kami menyebutnya giling sekitar bulan Mei.

Ilustrasi tasyakuran pengangkat kerja. Foto dokpri 
Ilustrasi tasyakuran pengangkat kerja. Foto dokpri 

Warga yang dipanggil kerja sebelumnya akan melaksanakan tasyakuran pengangkat kerja. Jika dana cukup akan mengundang tetangga satu RT ke rumahnya untuk kirim doa dan makan-makan. Jika anggaran terbatas atau tidak ingin repot, makanan cukup diantar kepada kerabat, tetangga kiri kanan. 

Sajian pengangkat kerja tersebut berupa nasi, uraban, botok tempe, telur rebus, jenang/bubur merah, putih. Sebelum makanan dibagikan, keluarga akan berdoa untuk kelancaran, keselamatan pekerja. 

Pekerjaan di pabrik gula berat dan pekerja rentan mengalami kecelakaan. Setiap hari ada puluhan truk membawa tebu masuk ke pabrik untuk digiling menjadi gula pasir. 

Meski saya tidak pernah masuk ke area pabrik, tetapi mesin dan tabung pengelolaan tebu terlihat dari jalan raya. Ketika melihat pemandangan tersebut betapa kecil tubuh manusia. 

Aktivitas giling di PG. Rejo Agung akan berakhir sekitar bulan Oktober. Pekerja bagian produksi dan bagian tertentu akan diberhentikan sementara. Saya pun sering mendapat makanan resign berupa beberapa kilogram gula pasir dari tetangga yang bekerja di PG. Kalau sudah mendapat gula pasir pertanda tetangga tersebut resign dan menunggu bulan Mei untuk bekerja kembali.

Akhir Kata

Tradisi pengangkat kerja bukan saja dilaksanakan oleh warga yang akan bekerja di PG. Warga yang mendapat pekerjaan lain pun melaksanakan tradisi tersebut. Tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon doa dari kerabat, tetangga agar pekerjaannya lancar, berkah. 

Ritual pengangkat bukan saja bagi warga yang mendapat pekerjaan saja, tetapi segala sesuatu yang baru mulai ada ritual pengangkat, seperti warga akan umrah, berhaji. 

Tradisi-tradisi seperti ini harus dilestarikan oleh anak-anak muda, karena ada makna khusus. Selain mendekatkan diri pada Allah SWT. juga mengajarkan sedekah, kekeluargaan, saling peduli, saling mendoakan. Tidak ada unsur riya atau sombong karena telah mendapat pekerjaan. 

Semoga bermanfaat. Terima kasih telah singgah.

@Sidomulyo-Madiun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun