Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Sejarah Aneka Jajan Tradisional di Kampung Pecinan Madiun

22 Oktober 2024   16:23 Diperbarui: 22 Oktober 2024   18:25 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang menjadikan jajan pasar tradisional sebagai teman ngopi atau ngeteh Selain rasanya yang enak, bentuknya yang unik, jenisnya pun beragam. 

Untuk mendapatkan jajan tradisional tidak sulit. Dengan mudah kita bisa menemukanya di pasar, warung dekat rumah, tepi jalan bahkan bakul keliling.

Ada yang menarik tempat jajan tradisional di Madiun. Ini bukan sekadar tempat jualan kudapan, tetapi ada histori yang masih diingat warga terutama etnis Tionghoa di Madiun. Pengungsen tempat awal mula roti dijajakan.

Foto gedung Pengungsen di Jalan Barito Madiun. Foto dari Radar Madiun (12/02/2023)
Foto gedung Pengungsen di Jalan Barito Madiun. Foto dari Radar Madiun (12/02/2023)

Aneka Jajan Tradisional di Pengungsen Barito Madiun

Bagi warga Madiun, Pengungsen tidak asing lagi. Tempat ini berada di Jalan Barito, Kota Madiun. Jika dari Klenteng Madiun, Jalan Cokroaminoto, kita ambil arah ke kanan menuju Jalan Agus Salim. Perempatan pertama belok ke kanan atau ke arah utara.

Jalan Barito sepintas biasa saja, sama seperti jalan lain di Kota Madiun, bersih dan luas. Akan tetapi ada beberapa bangunan yang masih kuno, bagian depan rumah banyak perlengkapan roti. 

Menurut beberapa informasi di Jalan Barito, juga ada sebuah bangunan kuno saksi sejarah etnis Tionghoa datang ke Madiun. Bangunan tersebut dinamakan Pengungsen atau pengungsian. Tidak ada keterangan jelas kapan bangunan tersebut berdiri.

Pada tahun 1835, pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan undang-undang yang mengatur pemukiman warga berdasarkan etnis. Kebijakan itu disebut Wijkenstelsel.

Kebijakan tersebut berisi kalau etnis Tionghoa menempati wilayah selatan alun-alun, mulai dari Jalan Haji Agus Salim, Jalan Cokroaminoto hingga Jalan Barito. Jalan Barito ini berada di antara kedua jalan tersebut sehingga sering disebut Gang Tengah. Kawasan ini juga disebut Kampung Pecinan.

Etnis Tionghoa yang sebagian besar pengusaha roti menempati bangunan Pengungsen yang membentang hingga Jalan Haji Agus Salim. Pemerintah Kolonial Belanda melarang etnis Tionghoa berbaur dengan orang pribumi. Namun, sejak Pemerintahan Soekarno mereka dapat berbaur, tetapi nama Kampung Pecinan masih melekat hingga sekarang. 

Jalan Barito dari dulu dikenal sebagai sentra produksi roti. Ada banyak aneka kue diproduksi dan dijajakan. Harga satuan kue mulai dari Rp1.500 hingga Rp2.500 Buka dari pukul 02.00 WIB kue Barito diserbu pedagang eceran. 

Salah seorang penjual keliling yang mengambil jajanan di Barito adalah tetangga saya. Setiap pukul 03.00 dia sudah tiba di Barito untuk membeli kue-kue yang biasanya laris. Setelah subuh dengan sepedanya dia akan keliling dari desa ke desa lain untuk menjajakan kue. 

Jajan tradisional dari Barito. Foto dokpri
Jajan tradisional dari Barito. Foto dokpri

Kebetulan dua bulan ini saya berlangganan kue Barito dari tetangga untuk camilan pekerja bangunan. Ada kue-kue tradisional yang saya suka dan rasanya cukup enak meski harganya Rp1.500. Seperti kue lemper, kue lumpur, dadar gulung, wajik ketan, jadah bakar, wingko, karamel dan masih banyak lagi.

Pada hari Ahad saya sengaja datang ke Kampung Pecinan untuk membeli jajan. Namun, tiba di Jalan Barito para pedagang sebagian sudah pulang karena jajan habis, padahal baru pukul 06.30 WIB.

Ada dua pedagang yang masih menjajakan dagangannya. Keduanya bukan keturunan Cina tetapi wong Jowo. 

"Ke sini harus pagi-pagi, Mbak sekitar jam dua sampai jam empat. Jajan masih banyak," ucap salah seorang pedagang. 

Saya akhirnya membeli beberapa kue. Herannya harga di Barito sama dengan harga yang dibawa tetangga. Tetangga pun memberi harga satuan Rp1.500. Bisa terbayang untungnya jualan kue keliling.

Foto pribadi
Foto pribadi

Untuk memperkenalkan Kampung Pecinan dan meningkatkan perekonomian warga, setiap Tahun Baru Imlek Pemkot Madiun menggelar Festival Jajanan Pecinan. 

Selama sepekan sepanjang Jalan Barito berjajar lapak-lapak kue yang sebagian besar penjualnya keturunan Cina. Setiap stan dihias ornamen khas Imlek agar menarik.

Siapa yang tertarik membeli jajanan tradisional di Kampung Pecinan? Yuk ke Madiun.

Sumber:

https://beritajatim.com/

https://radarmadiun.jawapos.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun