Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani N dideso

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Pengalaman Nguri-uri Tradisi Lewat Bersih Dusun

4 Agustus 2024   09:52 Diperbarui: 4 Agustus 2024   18:07 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prosesi bersih dusun di aula dusun. Foto dokpri/Sri RD

Bersih dusun merupakan tradisi yang masih dilestarikan masyarakat Jawa. Setiap wilayah memiliki waktu dan prosesi yang berbeda. Warga Dusun Sidorejo, Desa Sidomulyo, Sawahan, Madiun melaksanakan bersih dusun setiap bulan Agustus, hari Jumat legi.

Prosesi bersih dusun perpaduan antara budaya dan ajaran Islam. Setelah salat jumat, warga baik laki-laki atau perempuan bersama-sama membaca doa tahlil untuk para leluhur, cikal bakal, pejuang bangsa di makam atau tempat lain yang telah ditentukan kepala dusun.

Setelah acara doa selesai, warga membawa kembali sesaji, tetapi sesaji tidak mesti milik sendiri. Warga bisa mengambil sesuai keinginan. Sesaji ini bagian dari budaya. Dalam Islam makanan yang ada dalam sesaji adalah sedekah atau orang Jawa menyebutnya sodakohan. 

Sedekah harus ikhlas, karena terkadang sesaji yang kita bawa tidak sesuai harapan. Meski yang kita bawa ayam panggang, lauk enak, jajanan banyak. Yang kita bawa belum tentu sama. Ikhlaskan karena sedekah pahalanya berlipat.

Pengalaman nguri-uri tradisi lewat bersih dusun

Bersih dusun sudah ada sejak dulu, tanggal pastinya tidak diketahui. Menurut suami tradisi tersebut warisan nenek moyang. Mungkin setelah Indonesia merdeka, karena digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI). Tujuannya pun sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat, kemerdekaan yang selama ini diperoleh. Juga mendoakan para pejuang, leluhur yang telah wafat.

Prosesi Bersih Dusun Dulu dan Sekarang

Bersih dusun dulu dan sekarang sangat berbeda. Perubahan itu saya rasakan meski mengikuti langsung tahun 2004, tetapi cukup bisa membedakan perubahannya. 

Bersih dusun diikuti banyak warga, terutama pemilik sawah. Jika tidak bisa hadir, setidaknya diwakilkan. Itu yang saya alami, sampai tahun 2007, ipar laki-laki yang hadir, ipar perempuan memasak dan menata encek. Setelah itu saya bisa hadir, tetapi encek tetap dibawa kerabat dengan jalan kaki. 

Dulu encek dari pemilik sawah dipisahkan karena isinya banyak, lauknya pun panggang ayam satu ekor. Maksud dipisahkan untuk memberi makan undangan pada acara pagelaran wayang kulit. 

Pagelaran wayang kulit ditiadakan hampir 20 tahun, encek dari pemilik sawah jadi incaran banyak warga, biasanya ditengeri (ditandai) Seperti yang pernah terjadi ketika saya mengikuti bersih dusun membawa anak lanang yang masih berusia 4 tahun. Encek yang dibawa tidak boleh diambil orang lain.

Contoh isi encek untuk bersih dusun. Foto dokpri
Contoh isi encek untuk bersih dusun. Foto dokpri

Contoh isi encek sekarang. Foto dokpri 
Contoh isi encek sekarang. Foto dokpri 
"Ini punya aku, ini punya aku." Akhirnya jadi buah bibir satu dusun, kalau anak saya tidak boleh enceknya dibawa orang lain, hehehe ... panggangnya dibawa pulang lagi. 

Encek

Encek adalah tempat untuk sesaji pada acara bersih dusun atau bersih desa. Encek terbuat dari daun pisang dan ayaman bambu. 

Ada dua encek untuk bersih dusun. Satu bagian bawah isinya pisang satu sisir, wajit, jadah ketan, rengginang, rumah tawon dan jajanan pasar lainnya. Encek bagian atas isinya nasi, kerupuk, sayur tahu, sayur lombok hijau, panggang ayam atau lauk lainnya. 

Hampir 5 tahun encek digantikan dengan tampah plastik. Katanya biar simpel, karena tidak semua orang telaten dan bisa membuat encek. Pada acara bersih dusun tahun sekarang, saya menemukan ada 4 encek, tetapi satu susun.

Contoh encek, foto dokpri/Sri RD
Contoh encek, foto dokpri/Sri RD

Peserta bersih dusun berkurang

Dari tahun ke tahun warga yang mengikuti bersih dusun semakin berkurang. Dari satu dusun yang warganya mencapai tiga ratusan ada sekitar 50 warga yang hadir. Dari RT saya hanya ada 4 orang, begitu pun RT lain. Saya menilai bukan karena keberatan masalah ekonomi, tetapi antusias nguri-uri budaya berkurang. 

Bahkan tahun ini ipar pertama melarang saya mengikutinya, alasannya tidak ada yang panggul encek ke tempat bersihan. Padahal saya mengandalkannya untuk memasak keperluan bersih dusun.

Akan tetapi saya tetap mengikutinya meski semua serba mendadak. Dengan dibantu ipar kedua, encek selesai tepat waktu. Keponakan dan ipar ketiga membantu membawakannya ke tempat bersihan. Ketika pulang saya ikut naik mobil pick up milik tetangga beda RT karena dia pulangnya melewati rumah saya.

Foto dokpri
Foto dokpri

Semoga tradisi bersih dusun tidak punah. Jika generasi saya tidak mengajarkan pada anaknya, lambat laun tidak ada lagi warga yang peduli akan kearifan lokal ini. Tradisi bersih dusun bukan saja milik petani, perangkat desa, tetapi semua warga. 

Mari kita nguri-uri budaya agar tetap ada, karena banyak manfaatnya. Selain bersyukur akan rezeki, kita bisa silaturahmi, bertemu satu sama lain.

Terima kasih telah singgah dan menyaksikan vidio bersama Kompasianer, Siti Nazarotin, Heni Pristianingsih, Lesterina Purba, Siska Artati dan Sri RD. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun