"Artinya apa, Pak?"
"Ya begitulah ... saya dulu berambut gimbal. Sering dikatain seperti itu, jika anak berambut gimbal dagingnya alot," jelasnya.Â
Alot adalah bahasa Jawa yang artinya tidak bisa digigit, sebagaimana menggigit daging mentah.
Saya tertarik mendengar ceritanya. Pak Tamik yang sekarang berusia sekitar 45 tahun. Dia mengalami demam tinggi saat usianya 5 tahun. Lambat laun rambutnya tumbuh gimbal. Meski dipotong, tumbuhnya gimbal lagi.
Ada sebuah keyakinan agar rambut gimbal itu tidak tumbuh lagi, permintaan si anak gimbal harus dituruti. Permintaan tersebut menurut Pak Tamik datang begitu saja di pikiran. Biasanya sebelum masuk sekolah dasar orang tua segera memenuhi permintaan si anak karena malu kalau sekolah dengan rambut gimbal.
Permintaan Pak Tamik saat itu 2 ekor kambing, 2 ekor ayam. Hewan tersebut bukan disembelih, tetapi dipeliharanya. Rambut yang telah dicukur dibuang ke larung atau sungai. Sebelumnya ada doa bersama di rumahnya secara sederhana, semacam ritual ruwatan.
Tradisi Ritual Ruwatan Rambut gimbal
Ruwatan rambut gimbal adalah upacara pemotongan rambut anak- anak berambut gimbal di Dieng Plateau. Ruwatan ini dilaksanakan setelah anak meminta sendiri untuk dipangkas rambutnya. Jika orang tua tidak memenuhi keinginannya si anak akan sakit lagi dan rambut gimbal tumbuh kembali.Â
Prosesi pemotongan rambut gimbal sekarang dengan dulu era Pak Tamik berbeda. Sekarang bahkan lebih meriah karena dipadukan antara keindahan alam, keunikan budaya dan tradisi di Dataran Tinggi Dieng juga festival musik nasional, tradisional, UMKM.
Mengutip dari laman Kemendikbud.go.id prosesi ruwatan anak berambut gimbal dilaksanakan setiap tanggal satu Suro kalender Jawa. Prosesinya diawali dengan ritual doa di beberapa tempat, seperti komplek Candi Arjuna, Candi Bima, Candi, Candi Dwarawati, Candi Gatot Kaca, Sendang Maeroko, Gua Telaga Warna, Kawah Sikidang, Telaga Balai Kambang, Kalo Pepek, tempat pemakaman Dieng.Â
Hari berikutnya diadakan kirab dari rumah sesepuh menuju tempat pencukuran dengan membawa Pusaka yang telah melalui proses pencucian dengan upacara Jamasan Pusaka. Anak-anak berambut gimbal alan berpakaian adat Jawa dengan ikat kepala berwarna putih dengan dikawal para tokoh. Prosesi ini berakhir di Sendang Maerokoco.
Prosesi pencukuran rambut anak-anak berambut gimbal dilaksanakan di depan Candi Arjuna dan dihanyutkan ke Telaga Warna yang mengalir ke Sungai Serayu.Â