Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga suka cerita, Petani, Pengusaha (semua lagi diusahakan)

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dorong Gen Z Menjadi Petani sebagai Upaya Atasi Krisis Regenerasi

5 Juni 2024   11:23 Diperbarui: 5 Juni 2024   16:00 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para petani di kampung telah tanam padi beberapa hari yang lalu. Akan tetapi bukan berarti selesai sudah pekerjaan di sawah. Hingga jelang panen, petani harus ekstra merawat tanamannya agar hasil sesuai harapan.

Seperti pagi itu ketika saya melintas perbatasan kampung. Seorang petani laki-laki dan lanjut usia dan sibuk merawat tanaman padi dengan mencabut rumput (matun) sambil menginjak-injak tanah. Seberangnya seorang perempuan tua melakukan hal sama.

Petani yang saya temui di sawah semuanya sudah sepuh, usianya diperkirakan antara 60-65 tahun. Kadang saya berpikir kenapa tidak bayar orang saja untuk merawat sawah? Usia tidak muda lagi kekuatan pun berkurang. Namun, bisa dipahami, untuk mendapatkan pekerja atau buruh tani itu susah. Jika bisa dan masih kuat lakukan sendiri lebih hemat. 

Susahnya mencari pekerja sawah karena banyak anak muda yang merantau untuk kuliah atau bekerja. Akibatnya tidak ada generasi penerus. 

Foto dokpri
Foto dokpri

Krisis Regenerasi Petani

Pada tanggal 15 Desember 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data bahwa Indonesia mengalami krisis regenerasi petani. Setiap tahunnya ada penurunan minat generasi muda di sektor pertanian.

Penduduk desa berprofesi sebagai petani didominasi usia 43 tahun ke atas. Sementara banyak generasi muda yang merantau ke kota untuk bekerja di perusahaan dan wiraswasta di bidang lain yang lebih menjanjikan. Penurunan jumlah petani memengaruhi ketersediaan pangan ke depannya.

Seperti yang terjadi di kampung saya. Banyak petani tua yang tidak sanggup lagi menggarap sawah. Oleh karena petani lebih memilih menyerahkan lahannya kepada petani lain yang lebih mampu menggarap. Ada dengan sistem sewa, bagi hasil sepertiga atau setengahnya. Itu semua sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Dorong Gen Z Menjadi Petani sebagai Upaya Atasi Krisis Regenerasi

Sebagaimana kita ketahui biaya kuliah semakin mahal. Banyak generasi Z yang tidak kuliah dan tidak bekerja dengan berbagai alasan. 

Jika ingin fokus mengatasi krisis regenerasi petani, anak-anak muda ini bisa didorong untuk mendalami ilmu pertanian. Tidak mudah dan tidak bisa instan, harus dilakukan secara inklusif dan kolaborasi. Mengutip dari Kompas, akademisi menilai anak muda enggan bertani karena harus memiliki lahan seluas 1 hektar agar hidup layak. 

Saya rasa untuk menjadi petani tidak perlu memiliki lahan pertanian sebanyak itu. Satu petak dengan luas 1500 meter persegi pun bisa menghasilkan jika digarap dengan baik. Banyak warga di kampung saya yang menjadi petani berawal dari garap milik orang lain. Pada akhirnya mereka bisa memiliki sawah sendiri. 

Alasan paling banyak kenapa gen Z enggan menjadi petani hemat saya karena pekerjaan itu berat, tetapi tidak menjanjikan kesejahteraan. Juga terpengaruh oleh stigma, kalau petani itu rendahan, kotor, bodoh, miskin. Yuup hilangkan prasangka itu. Jika kita berinteraksi langsung dengan petani, mereka itu cerdas, sugih, hartanya banyak. Sederhana adalah moto hidupnya. 

Mendorong gen Z bertani bukan dengan ngoyak ke sawah untuk mencangkul, bajak dan lain sebagainya. Akan tetapi lakukan sesuai karakter generasi sekarang. Modernisasi salah satu upaya mendorong gen Z bertani. 

Modernisasi merupakan perubahan pola tanam dari tradisional menjadi lebih modern. Dengan peralatan pertanian yang canggih akan meningkatkan hasil panen. Pun petani Gen Z tidak harus berada di bawah terik matahari seharian. Mereka bisa memantau tanaman dari rumah. Bisa menentukan kapan lahan harus diairi, dipupuk. 

Namun, perlu diperhatikan juga modernisasi mendatangkan masalah lain yang harus ada solusinya. Masalah tersebut seperti perubahan perilaku penduduk, perubahan budaya daerah tersebut dan lain sebagainya.

Untuk menciptakan tongkat estafet pertanian, pemerintah pun harus berperan. Selama ini pemerintah khususnya di Kabupaten Madiun telah melaksanakan berbagai program bagi generasi muda, seperti pelatihan, pemberian bantuan alat pertanian modern, program pengembangan kelompok tani.

Foto dokpri
Foto dokpri

Akhir Kata

Untuk regenerasi petani harus ada kerja sama semua pihak. Tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja. Petani pun berperan, misalnya menerima perubahan yang tadinya tradisonal menjadi modern. 

Pertanian berkembang dan Indonesia mencapai swasembada pangan seperti pemerintahan Soeharto ada di tangan para pemuda. 

Terima kasih telah singgah. Salam bertani. 

Bahan bacaan: 

https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/05/09/ksp-dorong-gen-z-jadi-petani-akademisi-petani-muda-harus-punya-lahan-minimal-1-hektare-agar-hidup-layak?r

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun