Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani, Ibu dari 1 putri, 1 putra

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gen Z di Desa, Setelah Lulus SMA ke Mana?

27 Mei 2024   16:57 Diperbarui: 28 Mei 2024   02:58 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mbak, aku gak iso ngusung kroco. Iki dadakan dikongkon Pak No neng sawah. Tapi engko anakku rene," pamit seorang warga pagi itu, panggil saja Pak Min.

Intinya dia minta izin tidak bisa kerja, anak laki-lakinya yang akan datang.

"Anake gak sekolah, Pak?" 

"Wes lulus, Mbak. Iki wes prei."

Anak Pak Min diketahui sekolah di STM atau SMK. Kalau di kampung kakak tingkat anak bungsu. Setelah ujian nasional, anak-anak biasanya menyebar, ada yang melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi , kerja ke luar kota, ada juga yang tetap di kampung.

Cerita pagi itu sebagai gambaran bahwa anak lulusan STM sudah diajari untuk bekerja sebelum kerja ke luar kota.

Lulus SMA mau ke mana? Foto pribadi, gen Z cek mesin bajak
Lulus SMA mau ke mana? Foto pribadi, gen Z cek mesin bajak

Anak-anak di Desa Pasca SMA ke mana?

Miris menyimak informasi di berbagai media, kalau generasi muda banyak yang tidak sekolah dan tidak bekerja.

Mengutip dari Kompas, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tahun 2023 sekitar 9,9 juta penduduk generasi muda usia 15-24 tahun tidak bekerja dan tidak sedang sekolah, Not in Employment, Education, and Training NEET. 

Banyak penyebab kenapa gen Z diam tidak bekerja dan tidak sekolah, seperti disabilitas, kurangnya akses tranportasi, finansial terbatas, merasa kurang pintar, urusan keluarga (menikah muda) dan lain sebagainya.

Dari jumlah generasi Z yang masuk golongan NEET, sedikit dialami anak-anak di kampung saya. Banyak dari mereka tidak melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, tetapi tetap bekerja, meski mulai dari bawah.

Tak sedikit juga gen Z yang kuliah, entah itu di perguruan tinggi negeri atau swasta. Meski masuk wilayah desa dan banyak orang tua berprofesi petani, mereka sudah paham pentingnya pendidikannya. Bahkan ada generasi milenial (usia 19-43 tahun) yang sukses hingga S1, S2, dokter spesialis, guru dan jabatan lain di pemerintahan.

Generasi Z di desa bisa mudah mendapatkan pekerjaan karena selektif memilih sekolah menengah atas. SMK atau STM menjadi sekolah favorit bagi anak-anak lulusan sekolah menengah pertama di desa. Alasannya sederhana, lulusan SMK memiliki keahlian sehingga mudah mendapat pekerjaan.

Jika saya perhatikan dari setiap generasi, lulusan SMK jarang sekali yang nganggur. Mereka bekerja sesuai keahlian yang dipelajari di sekolah. Banyak dari mereka yang sukses. Misalnya tetangga bernama A, dia sukses membuka bengkel mobil. Karyawannya sebanyak 6 orang semua lulusan STM mesin.

Si A ini dulunya bekerja di bengkel resmi merek mobil terkenal. Berkat kecerdasan keuletan, dia membuka lapangan kerja sendiri. Saya pun menjadi pelanggannya sejak tahun 2023. Selain membuka usaha sendiri lulusan STM juga bisa bekerja di pabrik sesuai ilmu yamg dipelajari saat sekolah.  

Jika orang tua memiliki modal, tubuh anak mendukung, ada juga yang berhasil masuk angkatan, baik angkatan darat, angkatan udara , angkatan laut. Anak-anak masuk angkatan suatu kebanggaan bagi orang tuanya, karena sudah dipastikan dapat penghasilan setiap bulannya, meski di awal harus menjual sawah atau rumah.

Bagi perempuan lulusan SMK banyak yang membuka usaha kuliner dan pakaian. Mereka sudah dibekali cara memasarkan. Saya menilai lulusan SMK mentalnya pekerja, pebisnis, walaupun ada juga yang kuliah. 

Apapun usaha anak-anak kelak, saya lebih mendukung untuk kuliah dulu. Dengan kuliah mereka memiliki kesiapan ilmu, mental yang bagus, sekalipun sebagai ibu rumah tangga. 

Hal demikian bisa terwujud tentunya tidak bisa dilakukan sendiri, harus ada peran orang tua, pemerintah, pihak kampus. Saya yakin jika UKT lebih kecil dan peluang masuk perguruan tinggi mudah, banyak anak yang ingin kuliah. 

Terima kasih telah singgah. Salam

Bahan bacaan 1 dan 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun