"Mamah jadi ke Pasar Kawak?" tanya putri pertama saya pada Ahad kedua di awal tahun 2024.
"Jadi, agak siangan saja biar bakulnya sudah pada jualan."Â
Saya menjanjikan kepada anak untuk berangkat sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Sebelumnya saya sering ke pasar tradisional satu ini lebih pagi sekalian olahraga di alun-alun. Akan tetapi sebelum pukul 07.00 Â banyak lapak yang masih tutup.Â
Misalnya lapak ikan laut langganan saya, dia mengatakan baru berangkat ke pasar setelah anaknya berangkat sekolah. Pedagang makanan tradisional pun sama, dia berangkat dari Sarangan menggunakan bus. Oleh karena jaraknya yang jauh, tiba di Pasar Kawak sekitar pukul 07.30. Â
Hal demikian karena Pasar Kawak yang terletak di pusat kota dengan luas 1.650 meter persegi bukan tempat jugjugan pedagang ecer, melainkan konsumen langsung. Kegiatan jual beli pun ramainya sekitar pukul 07.30-10.00 WIB.Â
"Mamah ke pasar cuma belanja sayuran saja, ko tumben siang?" selidik anak sayaÂ
"Kita nanti beli soto daging yang dekat pintu kulon. Juga tiwul biasane."Â
Entah mengapa tiba-tiba saya ingin membeli soto daging yang legendaris di Kota Madiun.Â
Soto Daging dan Jajanan di Pasar Kawak
Saya dan anak cewek tiba di Pasar Kawak sekitar pukul 09.30 WIB. Sedikit tertegun dengan bangunan yang rapi. Dalam pasar pun telah berlantai keramik. Meski demikian posisi kios masih sama dan ditempati pedagang yang sama sebelum renovasi. Jadi mudah mencari lapak langganan.Â
Sejak Agustus 2023, Pasar Kawak renovasi. Hingga akhir Desember, pedagang pindah sementara di area Jalan Kutai, depan pasar. Dulu sebelum renovasi bagian bawah masih mester yang sudah berlubang-lubang. Kadang kalau turun hujan becek. Meski demikian barang-barang yang dijual berkualitas, sayuran, buah, ikan, daging, semuanya bagus dan  segar.Â
Jajanan pasar
Paling unik bagi saya adalah jajanan tradisional, seperti getuk, tiwul, nasi jagung, serabi dan lain sebagainya. Makanan buatan Bude ini menjadi favorit kami sekeluarga sejak 18 tahun lalu.Â
Anak saya pun sejak kecil suka jajanan yang berbahan dasar ketela pohon. Rasanya enak dan gurih dari taburan kelapa muda dan gula merah.
Yang baru bagi saya di Pasar Kawak adalah soto daging. Selama tinggal di Madiun dan wara-wiri ke pasar, belum pernah beli atau makan di tempat.Â
Bukan pilih-pilih, rasanya kalau tidak ada temannya malu. Pagi itu anak cewek mau diajak duduk di bangku kayu panjang menghadap aneka jeroan sapi.
Soto daging legendaris ini kuahnya bening, tanpa santan, isiannya ati sapi, lemak atau gajih. Jika tidak suka jeroan sapi, kita bisa pesan daging atau tempe goreng, perkedel. Jangan lupa minta jeruk nipis agar rasa soto segar.Â
Pasar kawak ini konon berdiri sejak jaman baheula, tahun 1967. Kala itu kereta uap Madiun Ponorogo masih melintas.Â
Walaupun pasar kawak adalah kawasan elite, harga soto daging terjangkau. Kita perlu menyiapkan uang kecil saja. Untuk gorengan dibandrol seribu rupiah, sementara jeroan antara Rp10.000 hingga Rp15.000, soto satu mangkuk kisaran Rp12.000. Kenapa kisaran?
Yup ... karena saya makannya minta separuh nasi. Total untuk 3 orang berikut minum dan gorengan hanya Rp46.000, tanpa makan jeroan. Kebetulan kami tidak ada yang suka makan jeroan sapi. Bukan karena menderita asam urat atau kolesterol, saya geli saja membayangkan makan jeroan.
Bagi penikmat jeroan, soto daging ditambah paru, babat mungkin membawa kenikmatan yang berbeda. Saya lihat ibu sebelah yang makan babat satu piring, lahap sekali makannya.Â
Silakan jika ke Madiun, mampir ke Pasar Kawak untuk nyoto, ngeteh atau ngopi boleh di gubuk saya.Â
Terima kasih telah singgah.Â
#Tulisan ke-4 tahun 2024
Bahan bacaan 1