Waktu menunjukkan pukul 19.15 WIB ketika saya dan suami tiba di area parkir sebuah kafe terkenal di Kota Madiun, kafe Kopi Kakak.
Lama tidak ke kafe Kopi Kakak, kaget juga melihat bangunan kuno bagian belakang yang rapi. Dulu jangankan bagian belakang, halaman depan rumah pun penuh ilalang, hawanya menyeramkan, karena lama tidak dihuni.
Setelah memarkir kendaraan, kami menuju kafe melalui samping. Menakjubkan, semua sisi  bersih dengan bangunan bercat putih. Di balik perubahan itu semua, ada jejak sejarah yang patut diketahui dan dipertahankan generasi muda.
 Jejak Sejarah Bangunan Kuno yang Alih Fungsi Menjadi Kafe
Bagi warga Madiun, bangunan kuno yang saat ini digunakan kafe Kopi Kakak tidak asing lagi. Rumah yang berlokasi di Jalan Kolonel Marhadi, Kota Madiun sebagai warisan era Belanda.Â
Berdasarkan cerita beberapa sumber, rumah tersebut dulunya milik Kapitan Njoo Swie Lian, seorang opsir keturunan Cina. Dia membelinya dari orang Belanda yang sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat perang. Setelah ditempati tokoh etnis Cina, masyarakat menyebutnya rumah Kapitan Cina.Â
Kapitan merupakan salah satu jabatan dari Belanda bagi etnis Tionghoa yang  bertugas. Selain jabatan kapitan, orang Tionghoa yang kaya diberi jabatan oleh Pemerintah Hindia Belanda seperti mayor, letnan. Jabatan tersebut sebagai tanda kehormatan bukan pangkat kemiliteran. Tugasnya adalah mengawasi kegiatan Pecinaan di wilayah Madiun.
Tokoh Cina, Njoo Swie Lian, menempati rumah kapitan mulai tahun 1912 hingga akhir hayatnya pada 1930. Semenjak itu, rumah tersebut ditempati oleh anak dan menantunya, Njoo Hong Bo dan Ong Swan Njo. Pada tahun 2012 setelah mereka meninggal, rumah tersebut ditempati salah seorang anaknya.
Tidak ada keterangan pasti kapan dan kepada siapa rumah Kapitan Cina beralih tangan hingga saat ini. Pastinya pada tahun 2018 Pemerintah Kota Madiun mengajukan rumah kapitan menjadi cagar budaya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.Â
Sejak 2019, rumah kuno tersebut mengalami perbaikan tanpa mengubah bentuk asli, karena bangunan asli masih kokoh. warga Madiun dan sekitarnya pun bisa berkunjung dan mengenal lebih jauh tentang sejarah, budaya dari bangunan rumah tersebut yang merupakan akulturasi dari budaya Cina.
Mengunjungi rumah Kapitan Cina sebagai objek wisata cagar budaya tak asyik jika tidak mengenal kudapan Madiun dan aneka kopi khas Desa Kare di kafe Kopi Kakak.
Kafe Kopi Kakak Madiun
Tanaman kopi, salah satu komoditas yang populer dan dibudidayakan lebih dari 50 negara. Seduhan bubuk kopi banyak digemari masyarakat karena khasnya yang memikat. Itulah yang tidak dilewatkan oleh Kopi Kakak. Kopi Kakak nama sebuah kedai kopi membuka kontainer di halaman rumah Kapitan Cina atas persetujuan pemilik.Â
Rumah Kapitan Cina yang beralih fungsi menjadi kedai kopi, tidak kehilangan unsur budaya Cina. Saya pun melihat jenis keramik yang terpasang sama seperti keramik di Bakorwil Madiun yang dibangun era Hindia Belanda. Ada kesamaan motif dan ukuran dari keramik tersebut.Â
Kedai kopi ini mengusung tema sejarah dan menyediakan kopi pilihan dari petani lokal Desa Kare, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Dua spesies biji kopi yang menjadi andalan kedai kopi Kakak adalah  kopi Robusta (Coffea canephora) dan Kopi Arabika (Coffea arabica) didatangkan langsung dari petani di Desa Kare, Madiun.Â
Seperti kita ketahui, ada sekitar 55 hektar lahan di lereng Gunung Wilis, Desa Kare, Kabupaten Madiun yang menghasilkan kopi terbaik, terutama kopi robusta. Â
Walaupun kedai Kopi Kakak berupa kontainer, makanan, minuman yang disediakan beragam dan kelas bintang lima. Menu best sellernya adalah kopi susu gula aren. Cerita perjalanan secangkir kopi hitam, susu dan gula aren dengan menggunakan alat modern, pastinya berkesan bagi Anda.
Selain wisata sejarah, minum kopi, area rumah Kapitan Cina pun bisa disewa untuk berbagai kegiatan, seperti ulang tahun, pesta pernikahan atau berbagai acara lainnya. Dengan memanfaatkan ruang samping, belakang yang luas, bisa menampung ratusan pengunjung. Makanan dan minuman tentunya dari Kopi Kakak.Â
Tidak perlu khawatir, area rumah Kapitan Cina memiliki area parkir yang cukup luas, baik untuk kendaraan roda dua atau empat.Â
Akhir Kata
Warisan Hindia Belanda berupa rumah Kapitan Cina, berdasarkan beberapa sumber diketahui hanya ada di dua tempat, Kota Madiun dan Medan. Tidak menutup kemungkinan di kota lain pun ada banyak warisan Belanda dan Cina.  Oleh karenanya perlu dipertahankan dengan merawat agar generasi muda bisa belajar tentang perjuangan, budaya, keberagaman, semangat.
Agar cagar budaya bisa menarik bagi kalangan anak muda, keberadaan kedai kopi ide bagus. Kopi pun memiliki perjalanannya hingga bisa digemari anak muda.
Terima kasih telah singgah. Jangan lupa jika ke Madiun berkunjung ke rumah Kapitan Cina dan ngopinya di Kopi Kakak, ngetehnya di rumah saya.
Bacaan 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H