Ketersediaan air untuk lahan pertanian adalah hal utama, karena memengaruhi kesuburan tanah, tanaman juga hasil produksi.Â
Namun, tidak semua lahan pertanian mendapat suplai air irigasi. Banyak area pertanian yang mengandalkan air hujan, sehingga hasil panen tidak maksimal, bahkan gagal panen.Â
Seperti di desa tempat saya tinggal. Dulu lahan pertanian hanya bisa ditanami padi pada musim hujan saja. Seiring berjalan waktu dibangun irigasi dari sungai Madiun dengan jadwal pengairan satu pekan satu kali.
Saluran Irigasi Pesawahan
Irigasi pesawahan merupakan usaha untuk mengairi lahan pertanian dengan membuat saluran ke sawah-sawah secara teratur. Saluran irigasi ini juga bisa untuk membuang kelebihan air di sawah. Kelebihan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Untuk mengatur air masuk ke lahan-lahan petani, ada orang yang ditunjuk mengaturnya, kami menyebutnya uceng atau tukang banyu (tukang air).Â
Uceng dipilih dalam rapat kelompok tani dusun. Tugas uceng mengairi dan menutup aliran sawah petani setiap air datang.
Air datang ke saluran irigasi setiap hari Rabu hingga Sabtu.Â
Selama hari Rabu, Kamis, Jumat, uceng membuka saluran air ke sawah paling atas. Jika sudah terpenuhi, ditutup dengan tanah dan lanjut ke sawah sebelahnya. Hal ini terus dilakukan hingga semua sawah milik petani terairi.
Sebagai imbalan, uceng akan mendapat 20 kilogram gabah kering dari setiap petaknya. Misalnya, saya memiliki 15 petak sawah berarti harus bayar air sebesar 300 kilogram atau 3 kuintal gabah kering setiap selesai panen.Â
Penghasilan uceng tidak dari gabah per panen saja. Terkadang jika ada air buangan dari desa lain, dia tawarkan ke petani dekat saluran, tentunya dengan imbalan.Â
Setelah pergantian uceng sekitar tahun 2015. Banyak petani yang enggan membayar air dengan alasan uceng yang baru tidak menjalankan tugasnya.Â
Saya sendiri tetap bayar dengan dikurangi jumlah gabahnya, misalnya yang seharusnya upah air itu 20 kilogram, saya hanya bayar 10 kilogram. Alasannya sama dengan petani lain, uceng tidak mengalirkan air ke sawah kami.
Saya pun telah memasang sumur bor sendiri. Jika mengandalkan irigasi dari saluran sering tidak kebagian air, karena letak sawah di bawah.Â
Lama kelamaan, uceng malu tidak keliling ke rumah petani untuk ambil gabah sebagai upah. Sekarang saluran irigasi pun tidak berfungsi maksimal seperti dulu setelah uceng lama meninggal. Uceng yang baru dipilih pun berhenti dengan sendirinya.
Sumur Bor di Area PesawahanÂ
Untuk mengairi pesawahan, petani dimudahkan dengan sumur bor menggunakan mesin diesel 10 PK. Kedalaman sumur sekitar 9 meter dengan piva 3 dim aw (tebal).Â
Dengan adanya sumur bor, petani bisa menggunakannya sesuai kebutuhan tanpa menunggu giliran seperti saluran irigasi dari sungai.Â
Sekarang petani pun dimudahkan sumur bor dengan listrik. Mesin diesel peminatnya berkurang, bahkan sudah mulai ditinggalkan oleh petani yang memiliki lahan pinggir jalan.Â
Pengaruh Sumur Bor Sawah terhadap Sumur Warga
Sebelum tahun 2018, saya bermukim di dekat sawah sambil buka toko suku cadang diesel mesin air dan bajak, juga obat pertanian.
Ketika musim kemarau dan sumur bor di sawah menyala, air di rumah keluarnya kecil. Kami menduga itu pengaruh ketersediaan air tanah yang berkurang akibat sumur bor sawah.Â
Agar hemat air, pengairan tanaman padi dilakukan selang 3 hari. Hal ini agar akar mendapat udara sehingga berkembang lebih dalam. Selain itu pengairan pun disesuaikan dengan usia tanaman.
Akhir KataÂ
Walaupun, pada dasarnya sumber air tanah tidak akan pernah habis. Namun, jika dipergunakan secara berlebihan akan memengaruhi tekanan air. Hal buruk lainnya jika memanfaatkan air dengan skala besar akan memicu kerusakan lingkungan, misalnya tanah menjadi amblas. Ini tentunya memengaruhi bangunan.
Itu sebabnya pemerintah mewajibkan setiap perorangan atau badan untuk membuat Surat Izin Pemanfaatan Air Tanah (SIPA). Tentunya jika pemakaian melebihi batas wajar. Penggunaanya pun harus dalam pengawasan.
Untuk pengairan pertanian di desa saya, penggunaaan sumur masih normal. SIPA saya rasa tidak diperlukan.
Terima kasih telah singgah, salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H