"Seorang petani di Sragen ditemukan tewas di area pesawahan, diduga karena heatnstroke akibat cuaca panas."
Beberapa hari lalu, kalimat di atas menghiasai laman berita online. Petani itu diketahui bernama Sukiyono (69), warga Bumiaji, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen. Awalnya pagi itu, Sukiyono pergi ke sawah untuk menebas batang padi yang telah selesai dipanen.
Dugaan dia meninggal dunia karena cuaca ekstrem, diperkuat dengan adanya luka bakar di leher dan tangan. Akan tetapi pihak keluarga menolak jenazah  untuk autopsi. Dengan demikian penyebab pastinya tidak akan pernah diketahui.Â
Warga setempat juga pembaca terus menduga penyebab meninggalnya petani itu adalah heatstroke karena tidak ada riwayat penyakit padanya.
Saya tinggalkan berita kematian seorang petani di Sragen itu. Kita semua sepakat kematian, kelahiran adalah rahasia Tuhan. Namun, kita pun wajib ikhtiar untuk kesehatan, kebaikan di dunia yang nyaman ini. Untuk itu mari kenali apa itu heatstrok.
Apa itu Heatstrok?
Melansir dari laman Kemenkes, heatstroke merupakan kondisi tubuh seseorang yang mengalami perubahan suhu secara drastis akibat cuaca panas. Suhu tubuh dalam 10 sampai 15 meningkat mencapai 41°C.Â
Tanda-tandanya adalah tubuh tidak mengeluarkan keringat, gangguan napas, irama jantung meningkat, berdebar, tekanan darah turun.
Tanda lain yang lebih berat dan mengakibatkan kematian adalah kejang, pendarahan dari hidung (mimisan), pendarahan pembuluh vena, luka memar, bengkak.
Heatstroke bisa terjadi pada siapa saja, terutama lansia yang banyak melakukan aktivitas fisik secara berlebihan dan kemampuan beradaptasi dengan iklim berkurang.
Kita masih ingat kondisi seperti itu terjadi pada musim haji 2023 di Mekah. Banyak jamaah mengalami pendarahan pada hidung, memar luka bakar karena aktivitas fisik di luar ruangan dengan suhu Kota Mekah rata-rata di atas 39°C.
Sekarang beberapa wilayah di Indonesia pun mengalami peningkatan suhu udara di antara 37°C sampai 41°C. Sudah seyogyanya kita, terutama petani mengubah jadwal aktivitas luar ruangan guna terhindar dari heatstroke.
Cara Mengatur Waktu ke Sawah agar Terhindar dari Heatstroke
Kita tahu, beberapa wilayah di Indonesia termasuk Jawa Timur dan Jawa Tengah sedang mengalami El Nino. Di mana cuaca di muka bumi ini berubah drastis, sangat panas dan panas.
Warga di desa merasakan panasnya, tetapi tidak semua menyadari hal tersebut dampak El Nino. Banyak petani masih beraktivitas di bawah terik matahari tanpa pelindung dan ini bisa menyebabkan heatstroke.
Petani meninggal di area sawah jarang  terjadi, tetapi bukan berarti tidak ada. Penyebab meninggal di sawah atau tempat lain tanpa riwayat penyakit sering dikatakan serangan jantung. Namun, dengan peristiwa yang dialami Sukiyono, kita bisa mengambil hikmahnya. Pun berusaha mencegah hal tersebut jangan terjadi lagi.
Hal-hal yang bisa kita lakukan saat panas ektrem untuk mencegah heatstroke adalah:
1. Atur jadwal kerja di sawah atau luar ruanganÂ
Petani dan pekerja membuat kesepakatan jam kerja di sawah mulai pukul 07.00 sampai 15.30 dengan istirahat sekitar pukul 10.30-13.00. Kesepakatan jam kerja ini tidak tertulis dan fleksibel. Dalam situasi tertentu bisa saja berubah. Misalnya karena hujan deras, cuaca buruk, berangkat lebih awal.
Pada musim kemarau ini, sebaiknya pergi ke sawah dilakukan pada pagi hari dan sore hari, kecuali tandur. Tandur atau menanam pagi dilakukan satu hari karena resiko benih yang telah dicabut mati.
Namun, jika cuaca tidak memungkinkan bisa ditanam pagi atau sore hari saat cuaca sudah teduh. Sistem pembayaran pun bukan harian, tetapi borong per petak, jadi tidak ada yang dirugikan dalam hal pembayaran. Petani, pekerja cabut benih dan pekerja tandur harus ada kesepakatan waktu kerja agar benih tidak mati.
2. Gunakan pelindung diri
Kita tahu, terkadang petani, pekerja menghendaki pekerjaan selesai cepat. Tidak masalah ke sawah pukul 13.00 atau pukul 14.00 saat matahari panas. Namun, gunakan pelindung diri, seperti topi, penutup wajah, pakaian panjang, pelembab wajah.
Saya sering melihat orang memakai penutup wajah dengan kaos. Kaos tersebut bisa melindungi leher belakang dan depan. Selain kaos bisa gunakan topi, caping, dudukuy (Bahasa Sunda).
3. Ketersediaan air minum
Bekerja di sawah, walaupun masih pagi, tetap terasa panas. Mereka banyak mengeluarkan energi, keringat dan itu bisa menyebabkan dehidrasi. Untuk itu bawakan atau kirim mereka air minum yang banyak.Â
Banyaknya air minum bisa menyesuaikan jumlah pekerja. Jika satu orang pagi saat mengirim sarapan bisa bawa air minum di jeliken ukuran 5 liter.Â
Di rumah, siapkan air minum yang telah direbus beberapa ember besar, karena saat musim sawah, air itu sangat dibutuhkan pekerja.Â
Selain banyak minum, cuaca panas juga dianjurkan minum oralit satu bungkus. Kita mungkin berpikir oralit diminum saat diare. Akan tetapi kita pun lupa fungsi oralit untuk tubuh yang kekurangan cairan.Â
Saat musim panas ektrem tubuh kita rentan kekurangan cairan. Untuk itu alangkah baiknya minum oralit satu gelas setiap hari atau sesuai kebutuhan.
Anjuran ini berdasarkan pengalaman saat berhaji 2023. Di mana Kementrian Kesehatan melalui dokter petugas haji membagikan banyak oralit untuk dikonsumsi jemaah setiap hari.Â
4. IstirahatÂ
Jangan paksakan untuk terus bekerja. Jika waktunya istirahat atau lelah menepi ke tempat teduh. Namun, jangan ke warung atau lupa kembali ke sawah. Hehe ... (Canda)
Pada dasarnya yang memahami kondisi tubuh kita adalah kita sendiri. Jadi pahami kondisi tubuh dan luar agar terhindar dari risiko.Â
Bekerja keras memang wajib, tetapi jangan berlebihan hingga lupa istirahat. Apalagi di sawah yang jarang sekali ditemukan gubuk untuk berteduh sambil makan, minum kopi.Â
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H