Awal Agustus, saya mendapat pesan pribadi dari kepala dusun Sidorejo, sapaannya Bu Kasun dan teman yang sering disapa Mbak Vin. Keduanya mengatakan hal yang sama, yakni menanyakan kesediaan saya untuk menjadi Master of Ceremony (MC) pada acara keagamaan.
Kegiatan keagamaan yakni doa, tahlil, istighasah dan ceramah dalam rangka memeriahkan HUT RI ke-78 yang dilaksanakan tanggal 12 Agustus 2023.
Sebelumnya saya sudah diwiwiti oleh ipar soal jadi MC pada acara tersebut. Namun, saat itu sudah menolak secara halus. Alasannya, tidak punya keberanian tampil di depan umum. Jangankan tampil di depan umum, memegang mikrofon (microphone) sajak belum pernah.
Saat mendapat pesan pribadi itu, saya pun menolak secara halus, tetapi karena dukungan, tawaran itu akhirnya saya terima. Bismillah, saya berpikir ini perang mental, bukan perang senjata. Saya berperang dengan diri sendiri bukan musuh yang jumlahnya ratusan, ribuan.
Saya harus merdeka dari rasa takut, minder, khawatir. Pastinya dalam hati sudah ada orang yang akan kena imbas atas keputusan saya, siapa lagi kalau bukan Mbak Siska Artati, juga teman di tim super mentoring public speaking asuhan coach Riyan Apriyanto.
Apa itu Master of Ceremony (MC)
Seperti kita ketahui MC singkatan dari Master of Ceremony merupakan sebuah peran dalam sebuah pagelaran acara. Tugas dari MC adalah memandu sebuah acara agar kegiatan lancar dan sesuai jadwal.
Mengutip dari Kompas, menurut Chatrin Pratiwi dalam buku Eksklusif Seni Membawakan Pidato & MC Biasa, Seni & Praktik Public Speaking yang Mudah dan Menarik (2021), MC adalah penguasa, pengatur, pengendali dan pembawa acara.
Selain memandu jalannya acara, MC turut bertanggung jawab atas keberhasilan acara dari awal hingga akhir. Melihat dari tanggung jawabnya, menjadi pembawa acara berat juga, sekalipun acaranya di dusun, hanya beberapa RT (rukun tetangga).
Persiapan Menjadi MC HUT RI di Kampung
Mendapat mandat untuk jadi pembawa acara keagamaan, tentunya harus ada persiapan, apalagi sebagai MC amatiran. Saya harus tampil maksimal, walaupun bukan yang terbaik, tetapi harus baik. Ini momen bersejarah bagi saya di hari bersejarah pula, hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Apa saja persiapan menjadi Master of Ceremony (MC) acara keagamaan di kampung?
Pertama adalah membuat script
Membuat script pastinya kita harus mengetahui susunan acara. Saya mendapatkan susunan acara dari seksi acara, Mbak Vin.Â
Dari situ saya baru membuat script agar nantinya tidak ngelantur dalam bertutur. Tidak harus dihafal, tetapi cukup dipahami. Ternyata susah juga memilih kata yang tepat.Â
Saya sempat berpikir untuk memakai bahasa Jawa halus, karena jemaah banyak orang sepuh. Akan tetapi saya tidak menguasai bahasa Jawa dengan baik dan benar.
Kedua latihan, latihan dan latihan
Dari script itu saya latihan membaca dengan berbagai macam intonasi dan jenis suara. Kata teman bagusnya memakai suara dada, ketika saya coba, suara dada seperti acara formal, tegas dan galak gitu. Saya coba dengan suara perut, sedikit santai, tetapi saya kurang yakin bisa mempertahankannya tidak.
Selain latihan membaca, saya pun latihan mulut. Membunyikan huruf satu persatu dengan jelas. Saya sempat stress karena suara saya kecil, cempreng. Kata Mbak Siska Artati, suara saya seperti mau nangis, tetapi memang karakternya seperti itu. Katanya juga pantasnya jadi dubbing film orang yang teraniaya, hehe ...
Dukungannya itu menjadi cambuk buat saya untuk latihan. Saya tidak bisa mengubah suara perak jadi emas atau suara emas menjadi berlian, tetapi harus menghancurkan mental block.
"Senyaman mamah saja suaranya, jangan dipaksakan, jangan formal ya," ujar anak cewek ketika menilai latihan saya.
Selain latihan intonasi, saya pun latihan memegang mikrofon. Aneh sekali seumur-umur belum pernah menggunakannya padahal di rumah ada dua untuk main hadroh suami dan grupnya. Sebelumnya saya pun menyimak teman, panggil saja Bu Een membawakan materi cara menggunakan mikrofon saat tampil di depan umum.
Ketiga, berdoa
Langkah terakhir untuk kelancaran hajat kita adalah berdoa. Saya memohon pada Allah untuk melancarkan bicara di depan umum. Pun apa yang kita ucapkan dipahami orang banyak.
Dengan berdoa Insya Allah membantu kita untuk lebih rileks, mengurangi stress dan kecemasan. Saya pun meluruskan niat, menjadi MC acara doa bersama dalam rangka HUT RI ke-78 sebagai wujud syukur atas kemerdekaan. Â Pun memberi sumbangsih pada lingkungan.Â
Akhir Kata
Doa, tahlil, istighasah diadakan oleh jemaah mushala Thibbil Qulub dan warga dusun dalam rangka memeriahkan HUT RI ke-78 adalah pertama kali. Tujuannya, Agustusan selain diadakan lomba, hiburan rakyat, warga pun diajak doa bersama mendoakan leluhur dan pejuang, mendoakan keselamatan bangsa, silaturahmi, memberi santunan anak yatim dan duafa.
Alhamdulillah, walaupun kegiatan ini pertama kalinya, acara berjalan lancar. Sekalipun ada kekurangan, itu sebagai bahan evaluasi panitia agar ke depannya menjadi lebih bagus.
Evaluasi kami laksanakan tiga hari setelah kegiatan selesai. Banyak yang harus diperbaiki agar ke depannya lebih baik.Â
Saat pembubaran panitia selain evaluasi kegiatan yang telah terlaksana, ada yang menarik lagi, yakni sumsuman. Tradisi di kampung saya, mungkin juga daerah lain. Sumsuman adalah selesai acara apa saja membuat bubur atau jenang jenang sumsum dari beras dengan toping santan dan gula merahÂ
Jenang sumsum ini kalau di Jawa Barat bubur lemu dengan warna hijau dari daun pandan.Â
Sumsuman ini konon untuk mengembalikan tenaga yang terkuras saat mengadakan kegiatan. Capeknya jadi hilang dan siap melaksanakan aktivitas sehari-hari.Â
Berikut saya tampilkan link Youtube acara istighasah di dusun bagian pertama, di mana saya sebagai MC dengan suara cemprengnya.
Terima kasih telah membaca, salam merdeka,
Sri Rohmatiah Djalil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H