Hallo, Sahabat Kompasiana,
Lebaran tinggal beberapa hari, apakah Sobat sudah mempersiapkan baju baru untuk silaturahmi saat lebaran? Nampaknya sudah, baunya tercium sampai sini.Â
Kalau belum beli baju baru, kita sama. Saya juga tidak membeli baju lebaran. Hal ini bukan karena baju sudah selemari, tetapi merasa itu bukan suatu hal yang wajib. Berbeda ketika muda dulu.  Teu sirikna unggal toko didatangi demi mendapatkan baju yang diinginkan.
Sekarang ke supermarket cuma jadi pengawal anak-anak saja sekalian lihat orang-orang yang pilih baju, sandal.Â
Ke mall bolak balik cuma belanja kebutuhan dapur dan keperluan paket lebaran untuk para karyawan, tetangga juga kerabat.
Lebaran, silaturahmi tidak harus memakai baju baru. Baju lama yang sekiranya masih patut, tidak masalah digunakan.
Kebetulan saya punya baju yang dijahit bulan Desember 2022. Baju ini bisa dipakai saat halal bihalal di rumah.Â
Baju tersebut berwarna hitam dan variasi kain lurik. Lha ko baju lurik? bukannya itu baju adat Jawa? Yup benar, lurik adalah kain tenun yang ada di Jawa Tengah, Jawa Timur.
Jika kita punya dress dengan warna polos, terutama hitam, buatlah rompi atau ikat pinggang lebar dari kain lurik. Seperti contoh pada gambar.
Keunikan Kain Lurik
Kain lurik merupakan produk lokal hasil kerajinan masyarakat. Dengan motif garis vertikal dan horizontal sangat cocok bagi orang yang gemuk atau kurus. Jika badan kita kurus bisa memilih garis horizontal, begitu juga sebaliknya.
Selain bisa dipakai oleh wanita, kain lurik juga bisa digunakan untuk laki-laki, seperti sarung dan baju surjan.Â
Baju surjan adalah yakni baju tradisional dengan lengan panjang dan bagian muka sebelah bawah lebih panjang dari bagian belakangnya. Untuk baju lebaran bisa dijadikan model baju muslim.
Kain lurik juga cocok untuk semua warna kulit karena tersedia berbagai warna. Â Warna kain lurik umumnya gelap, seperti hijau tua, coklat tua, kuning tua, biru tua, merah tua, dan sebagainya.
Kita mungkin melihat kain lurik ini sangat sederhana, tetapi sesungguhnya memiliki nilai yang luhur. Setiap warna dan motif sehelai kain lurik mengandung makna. Setiap corak dianggap sakral, memberi nasihat juga harapan.
Sejarah Kain Lurik
Keberadaan kain lurik tidak lepas dari asal usul, sehingga bisa dijadikan warisan budaya yang harus dilestarikan.Â
Mengutip dari laman Kemdikbud, kain lurik sudah ada sejak zaman nenek moyang. Masyarakat pada zaman Kerajaan Mataram antara tahun 851-882 M sudah menggunakannya. Hal ini terbukti dari prasasti yang ditemukan.
Bukti kuat yang mengatakan kain lurik digunakan sejak lama adalah pemakaian kain tenun pada arca-arca dan relief candi yang ada di Pulau jawa.
Seiring perjalannya, kain lurik sekarang jarang dibuat lagi dengan manual mesin tenun. Pabrik konveksi banyak memproduksi, sehingga harganya tidak terlalu mahal.
Penggunaannya pun semakin luas, bukan pada acara tertentu saja. Sekarang di beberapa wilayah telah dijadikan pakaian wajib kantor. Misalnya di desa tempat tinggal saya.Â
Setiap hari besar dan hari Jumat para perangkat memakai pakaian motif lurik.
Jika pakaian adat Jawa ini dijadikan baju lebaran sangat bagus. Selain mengenalkan warisan budaya pada anak muda, secara tidak langsung kita pun turut melestarikan budaya lokal.
Seperti kita ketahui anak milenial lebih suka memakai pakaian luar. Gaya Korea, Eropa dengan berbagai macam aksesorisnya. Apalagi pakaian luar bekas sangat murah.Â
Mari sama-sama melestarikan pakaian adat dan jadikan salah satu pilihan untuk pakaian lebaran 2023. Â
Terima kasih, semoga bermanfaat.
Bahan bacaan Kemendikbud
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H