"Ini ada dua," ujar seorang anak sambil menyodorkan satu amplop pada seorang perempuan.
Si perempuan tampak kaget, baru menyadarinya jika telah memberi dua bagian pada anak itu.Â
Menyaksikan pemandangan tersebut saya salut, terharu. Anak usia sekitar 9 tahun dengan spontan memberikan kembali satu amplop kepada si pemberi.
Padahal bisa saja anak itu membawa kedua amplop tersebut. Namanya juga dikasih, berapapun yang diterima, sudah menjadi miliknya. Anak itu tidak salah jika membawa pulang uang itu.
Namun, anak tersebut memilih mengembalikan amplop satunya. Mungkin dia menyakini, jatahnya satu amplop.Â
Sementara si perempuan menerima amplop yang dikembalikan anak sambil mengucapkan maaf dan terima kasih.Â
Perempuan itu bisa saja menolak, tetapi ada amanah yang ia beban. Menyalurkan amanah tak kalah sulitnya.Â
Banyak orang yang tak bisa melaksanakan amanah karena keserakahan.
Peristiwa tersebut mungkin hal sepele dan sering terjadi. Akan tetapi saya melihatnya suatu hal yang luar biasa.Â
Menanamkan kejujuran pada anak itu bukan hal yang mudah. Apalagi sudah menyangkut uang. Coba kita tengok ke samping, banyak orang dewasa yang tidak jujur. Mereka mengakui hak orang lain.
Mereka mengambil yang bukan jatahnya, padahal tahu itu bukan jatahnya, bukan amplop untuknya. Ketika diingatkan, tidak mau mengembalikan.Â
Tidak bisa dipungkiri, uang bisa menggelapkan mata, membuat orang jadi pura-pura. Â Pura-pura itu miliknya, pura-pura didapat dari kerja keras.Â
Bagaimana melatih anak jujur?
Sikap anak itu mengingatkan saya pada anak-anak. Selama ini saya merasa anak memiliki kejujuran terutama soal uang.
Berapapun yang mereka keluarkan dan terima selalu memberi tahu. Mereka tak pernah mengambil uang tanpa sepengetahuan, walaupun tahu di mana uang itu disimpan.
Jika saya tidak di rumah, mereka membutuhkan uang, tak pernah mengambil langsung. Anak-anak akan telepon minta uang. Setelah saya katakan ambil saja di tempatnya sejumlah yang ia sebutkan. Mereka baru melakukannya.
Mengajarkan kejujuran pada anak penting terutama prinsip "ini milikku dan itu milikmu.
Seperti anak kecil yang mengembalikan satu amplop ketika buka bersama. Dia tahu mana miliknya dan mana milik orang lain.Â
Prinsip itu bukan saja diajarkan di rumah oleh orang tua, tetapi di lingkungan terdekat.Â
Kita tahu bagaimana orang dewasa yang mengambil milik orang lain? Dia berada di lingkungan yang rentan untuk melakukan hal buruk itu.Â
Mungkin saja sejak kecil orang tuanya mengajarkan prinsip-prinsip kebaikan. Akan tetapi lingkungan yang buruk, kesempatan yang besar, rasa takut hilang, dorongan mengambil milik orang lain pun besar pula.
Belajar dari kejujuran anak di atas. Saya yakin walaupun dia tidak berada di bawah didikan orang tua lengkap, lingkungan luar mengajarkan kebaikan karena diketahui anak tersebut seorang anak yatim.Â
Orang yang menginspirasi tidak selalu orang dewasa yang berpengalaman, banyak makan garam kehidupan. Seorang anak kecil pun bisa menginspirasi.Â
Kisah inspirasi Ramadan ketika kita terinspirasi.Â
Semoga bermanfaat,
Salam,
_Sri Rohmatiah_
#samber THR2023 hari 9, Â #kisah inspiratif ramadan, #samber athr
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H