Ronthek bagi yang tidak melaksanakan sahur hal ini sangat menganggu. Jam-jam enaknya tidur ada suara nyanyi, musik, teriakan.
Tak jarang dulu bapak sering mendapat protes dari sebagian warga yang merasa terganggu karena Bapak salah satu pengurus musala yang meramaikan sahur saat Ramadan.
Kedua, punahnya generasi Ronthek
Pemuda dulu yang sering mengikuti ronthek, sekarang sudah menua dan tak sanggup lagi berjalan keliling kampung. sementara anak-anaknya enggan untuk meneruskan tradisi ini karena berbagai alasan.
Alasan lain punahnya tradisi membangunkan sahur adalah orang tua tidak mengajarkan cara bermain alat kentongan. Intinya tidak ada tongkat estafet untuk melestarikan kebudayaan.
Generasi muda sekarang lebih manut sama orang tuanya. Bangun sahur menunggu dibangunkan. Jika orang tua kesiangan, satu keluarga tidak makan sahur.
Ketiga, ronthek disalahgunakan generasi muda
Di beberapa kampung, ronthek masih lestari dengan baik. Namun, ada juga yang masih dilaksanakan tetapi dengan kepentingan yang berbeda. Para remaja yang melakukan ronthek bentrok dengan kelompok ronthek dari kampung lain, seperti yang terjadi di Pacitan.
Peristiwa bentrok dua kelompok ronthek meresahkan bahkan merugikan warga, karena mereka melempar lawan dengan bahan yang terlihat dan terdekat.
Merawat Tradisi Ronthek
Ronthek tradisi yang bagus jika dilestarikan dan pelaksanaannya dengan etika. Masalah pribadi tidak perlu dimasukkan ke dalam tradisi ini.
Ronthek mungkin saja disalahgunakan oleh sekelompok anak muda. Akan tetapi ada kelompok lain yang tetap merawat bahkan dikolaborasikan agar menarik penonton.
Misalnya di Kota Pacitan, ronthek sekarang dilengkapi dengan instrumen-instrumen lain. Hal ini mencerminkan harmonisasi yang sangat kuat. Bahkan Pemerintah Pacitan menggelar festival ronthek.
Mari sama-sama merawat tradisi ronthek bukan sekadar hiburan sahur, tetapi menjadi kesenian daerah yang bisa dinikmati kapan saja.