Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Labuhan Kearifan Lokal Masyarakat Madiun Menyambut Musim Hujan

21 November 2022   15:09 Diperbarui: 21 November 2022   19:02 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Festival Budaya Rendengan Desa Pule. Foto via Times.Indonesia, 2022.

Musim hujan bagi para petani sangat ditunggu-tunggu karena air hujan sebagai modal utama dalam bercocok tanam. Namun, tak jarang, jika terlalu banyak curah hujan mendatangkan bencana, seperti banjir, tanaman padi terendam, gagal panen.

Walaupun demikian, tetap harus disyukuri, di balik peristiwa selalu ada hikmah, begitu kata orang bijak. Nah untuk menyadari akan hal itu perlu kesadaran penuh, kalau manusia hanya berupaya dan berdoa.

Cara petani bersyukur akan turunnya hujan dan agar mendapat keberkahan, diwujudkan dengan berbagai tradisi. 

Setiap daerah memiliki tradisi dan cara yang berbeda. Pada intinya sebuah tradisi sebagai bentuk syukur akan semua nikmat. Tradisi juga sebagai kearifan lokal yang harus dilestarikan.

Tak kecuali, desa tempat saya tinggal pun memiliki tradisi ketika menjelang rendeng atau musim hujan, yakni Labuhan. 

Pelaksanaan upacara Labuhan di desa, biasanya di sawah dengan membawa aneka makanan dan dimulai dengan kirim doa atau kenduri.

Sangat disayangkan, tradisi ini sedikit berkurang peminat dari anak milenial, hanya diwakili beberapa petani yang aktif di kelompok tani. Pun upacara tidak semeriah desa lain. Padahal Labuhan ini bisa dikembangkan untuk menarik wisatawan.

Seperti apakah Tradisi Labuhan di desa lain?

Tradisi Labuhan dengan Kirab Kendi. Foto dokumen Humas Polres Madiun Kota
Tradisi Labuhan dengan Kirab Kendi. Foto dokumen Humas Polres Madiun Kota

Setiap daerah memiliki kearifan lokal tak sama. Inilah keunikan yang harus diketahui anak-anak zaman milenial agar mereka bisa melestarikannya.

Saya akan mengambil contoh tradisi Labuhan di Desa Pule, Kecamatan Sawahan. Desa ini tidak jauh dari desa saya tinggal, masih satu kecamatan. Walaupun satu kecamatan ada yang berbeda mengenai tradisi menyambut musim hujan.

Pada Minggu, 20/11/2022, sedikitnya 200 warga mengadakan tradisi menyambut hujan dengan Labuhan. Upacara labuhan sama seperti di desa saya yakni dengan kenduri atau berdoa di tanah lapang atau sawah.

Warga yang hadir diwakili oleh kaum laki-laki dengan membawa makanan berupa nasi dan lauk pauk seadanya. Setelah kirim doa, makanan tersebut dibungkus dengan daun pisang dan dibawa pulang masing-masing warga.

Tradisi labuhan di Desa Pule, diawali dengan dengan Kirab Kendi dan Kenduri Kendi yang dipimpin oleh ketua adat desa, Winardi. Ada banyak kendi disusun rapi di sebuah lapangan bola voli. Acara dilanjutkan dengan festival, pertunjukan pencak silat dan tari-tarian termasuk Tari Rendengan.

Tradisi Festival Budaya Rendengan merupakan budaya Desa Pule yang msih tetap lestari dan menjadi daya tarik wisatawan. 

Untuk itu pada acara Labuhan tersebut dihadiri Kepala Dinas PMD Propinsi Jawa Timur, Sukaryono SH., MM., Kapolsek Sawahan AKP Yulis Hary RM,SH., Danramil Sawahan Kapten Inf. Hariyono, Camat Sawahan Hariono S.Sos., M.Si., juga Kepala Desa Pule bersama perangkat.

Tentunya hadir pula Bupati Madiun yang diwakili oleh Kepala Disparpora Kabupaten Madiun, Anang Sulistyono S.Sos., M.Si..

Kenapa disebut Tradisi Festival Budaya Rendengan?

Musim rendeng segera tiba. Foto dokpri/Sri RD
Musim rendeng segera tiba. Foto dokpri/Sri RD

Mengutip dari laman Desa Pule, Festival Budaya Rendengan merupakan pengembangan dari tradisi Labuhan. 

Desa Pule ini termasuk desa wisata karena adanya Kampung Ceria Pule. Untuk menarik wisatawan, setelah upacara Labuhan diteruskan dengan berbagai perlombaan di sawah dan tari-tarian, termasuk pencak silat.

Kata rendengan itu sendiri berasal dari nama musim di Indonesia. Seperti kita ketahui musim tanam ada 3, yakni musim tanam utama, musim tanam gadu dan ketiga musim tanam kemarau.

Musim tanam utama dilaksanakan pada bulan November sampai Maret saat musim hujan (rendeng), itu sebabnya disebut musim tanam rendeng. 

Pada musim tanam rendeng ini, terkadang sawah banyak yang kebanjiran karena curah hujan yang tinggi.

Nah itulah sebabnya pada musim tanam rendeng (Labuhan) Desa Pula menamakan Festival Budaya dengan diikuti kata rendengan.

Apakah Anda tertarik mengikuti tradisi Labuhan? Silakan datang pada bulan Oktober hingga November. Biasanya ketika turun hujan pertama, petani sudah menghitung hari baik untuk tebar benih, Labuhan, tanam dan sebagainya.

Semoga bermanfaat,

Salam dan terima kasih telah singgah

_Sri Rohmatiah_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun