Perayaan ulang tahun sekolah sudah menjadi tradisi rutin dilaksanakan oleh setiap sekolah. Begitu pun di SMA tempat anak saya sekolah.Â
Rangkaian demi rangkaian dilaksanakan, seperti kejuaraan basket, futsal antar SMA se-Karesidenan Madiun yang meliputi Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, dan Kabupaten Madiun.Â
Juga diadakan lomba bazar antar kelas di halaman sekolah, Jumat berbagi bagi duafa, santunan yatim piatu. Puncak acara dimeriahkan oleh artis papan atas di hotel.
Dana untuk memeriahkan HUT sekolah diambil dari iuran orangtua dan siswa, seikhlasnya, semampunya tanpa paksaan, juga donasi dari luar dan sponsor.
Ada yang menarik dalam perayaan tahun ini. Ketika anak saya minta uang untuk iuran, posisi saya di Surabaya. Anak mengirim informasi lewat WhatsApp. Informasi dari sekolah pun untuk siswa melalui pesan di grup kelas.
Zaman sekarang memang dimudahkan dengan aplikasi untuk transfer. Tanpa pikir panjang saya transfer ke rekening yang tertera di edaran online. Foto tanda bukti pun saya kirim pada anak via WhatsApp.
Setelah dua pekan, saya kembali dari Surabaya, surat undangan pun secara fisik datang. Kata anak saya ini iuran untuk orangtua, yang kemarin khusus siswa.
Tidak masalah, saya transfer lagi ke nomor rekening yang sama dengan transfer pertama. Kedua bukti transfer saya kirim ke nomor panitia yang tertera di surat (anak OSIS).
Selang beberapa hari, anak saya cerita, jika siswa masih diminta lagi iuran wajib sebesar Rp200 rb. Dana yang terkumpul masih kurang banyak.
Namun, ada salah seorang wali murid yang bekerja di hukum protes ke sekolah. Akhirnya iuran wajib berubah menjadi seikhlasnya.Â
Untuk iuran ketiga dibayarkan melalui bendahara kelas. Iuran ketiga ini sedikit, karena langsung dari saku anak saya, sebesar Rp50 ribu.Â
Biaya HUT sekolah belum selesai, masih ada uang untuk kaos dan iuran bazar kelas. Kalau ditotal ya cukup sekian. Hehe.
Saya tidak mempersoalkan masalah iuran dan acara HUT sekolah. Biarlah bagian dari kreativitas siswa, karena seluruh rencana, mulai dari awal hingga akhir dipegang oleh siswa, dalam hal ini OSIS.
Sejak kakaknya sekolah di SMA itu, sudah ada iuran HUT dan mendatangkan artis papan atas. Sepertinya tidak ada yang keberatan.
Adakah orangtua yang keberatan dengan iuran HUT sekolah?
Untuk SMA tempat anak saya sekolah, sebagian besar orangtua sepakat saja terkait iuran. Lha wong seikhlasnya, tidak ada paksaan.
Beberapa hari yang lalu, saya membaca berita keberatan orangtua siswa terkait jumlah iuran di salah satu SMA Negeri Madiun, bukan tempat anak saya sekolah.Â
Orangtua tersebut yang diketahui berinisial SW. Dia mengunggah keberatannya di kanal Youtube.
Dia keberatan dengan iuran yang dibebankan kepada siswa sebesar Rp 405 ribu dengan rincian Rp130 ribu iuran kelas dan Rp275 ribu iuran puncak peringatan HUT.
Unggahannya SW menjadi jalan dia dipanggil pihak sekolah untuk meminta maaf.
Salah seorang siswa, PA menyebutkan jika iuran untuk mendatangkan guest star Rp 200 ribu per siswa.
PA sendiri tidak mengikuti kegiatan HUT sekolahnya karena keberatan dengan iuran tersebut.
Haruskah HUT Sekolah Mendatangkan Guest Star?
Sejatinya, peringatan HUT merupakan agenda rutin sekolah setiap tahun. Namun, pro-kontra muncul ketika surat edaran terkait iuran diterima wali murid, terlebih dalam acara tersebut mendatangkan guest star dan perayaan diadakan di hotel.
Mendatangkan artis ibu kota tentu membutuhkan biaya besar, belum lagi rangkaian acara sebelumnya. Menurut informasi total biaya yang dibutuhkan hingga Rp200 juta lebih.
Saya masih ingat, pada zaman dulu jika perayaan HUT sekolah, diadakan pesta panggung di lapangan sekolah.
Setiap kelas mengirimkan perwakilannya untuk tampil di panggung, mulai dari baca puisi, nyanyi solo atau grup, drama dan lain sebagainya.
Di sinilah, kreativitas siswa terlihat oleh pihak sekolah, malah ada adik kelas hingga lanjut ikut lomba nyanyi tingkat provinsi dengan support dari sekolah.
Dulu dan sekarang memang berbeda, artis mendapatkan uang dari panggilan manggung. Jika tidak ada yang panggil, mereka tidak punya pemasukan.
Jika mengundang guest star dalam perayaan HUT sekolah, sebaiknya:Â
- Siapkan sumber dana
Perlu diingat juga orangtua siswa tidak semuanya berpendapatan tinggi. Kondisi setelah pandemi pun masih terasa.Â
Banyak orangtua yang kehilangan pekerjaan. Istilahnya gaji segitu dibagi-bagi.
Panitia harus mempersiapkan sumber dana bukan dari siswa saja. Panitia bisa cari sponsor lain, seperti para alumni yang telah sukses, radio, media cetak, pengusaha lokal di daerahnya.Â
- Rapat orangtua siswa
Berhubung ini acara dibuat oleh siswa tentunya atas izin sekolah. Sebaiknya ada perwakilan minimal 3 orang wali murid untuk rapat.Â
Wali murid yang dilibatkan jangan yang super sugih, dia mah setuju aja mau nyumbang Rp10 juta juga. Libatkan orangtua yang menengah ke bawah. Panitia bisa melihat mana saja siswa yang orangtuanya mampu atau tidak melalui BP.Â
Semua data penghasilan orangtua ada di sekolah, walaupun data tidak real. Setidaknya bisa membantu untuk cari sumber dana.
Dengarkan pendapat mereka, jangan sampai setelah viral, baru orangtua dipanggil dan meminta maaf. Kasihan juga anaknya jadi malu.
- Adakah manfaatnya?
HUT sekolah dengan mendatangkan artis papan atas, apakah bermanfaat?
Untuk sementara sangat bermanfaat, menghilangkan penat. Siswa senang bertemu idolanya. Hotel juga ada pemasukan. Namun, menurut saya tidak semua siswa bisa menikmati kehadiran artis dan bernyanyi bersama di bawah panggung.Â
Lalu, dengan uang yang segitu badag juga, apakah akan lebih bermanfaat jika dipakai untuk penyediaan alat olahraga misalnya atau lainnya yang mendukung pembelajaran siswa.Â
Jadi sebelum mendatangkan artis, seyogyanya dipertimbangkan manfaat dan dananya.Â
- Jika orangtua keberatan datang ke sekolah
Untuk orangtua yang menolak iuran sebaiknya datang ke sekolah dan mengajukan keberatannya.Â
Saya yakin, pihak sekolah, panitia juga punya perasaan. Jadi mereka tidak akan memberatkan siswa dengan berbagai iuran. Tidak perlu membuat vidio keberatan dan mengunggah di media sosial.Â
Setelah viral, kasihan anaknya, bisa jadi dia malu. Akhirnya akan memengaruhi interaksi di kelas bersama temannya.
Semua bisa dibicarakan di meja bukan di media sosial.
Semoga suara saya tidak ada yang salah, jika pun salah semata-mata dari kacamata orangtua.
Salam, semangat
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI