Tiket kereta ekonomi memang murah saat itu sekitar Rp17 ribu, tetapi gaji honor juga kecil. Walaupun temen bilang uang tiket diganti, rasa-rasanya tidak enak kalau membebani dia.
"Teteh nanti ada temannya, ini dia ke Madiun juga!" Adik saya tiba-tiba menunjuk salah seorang perempuan cantik.
Mungkin ketika saya melamun, adik saya bertanya tujuan pada perempuan di sebelahnya. Kami pun kenalan, sebut saja namanya Sarmi. Sepertinya dia sudah sering naik kereta api, tampak dari sikapnya yang tenang.
Kereta Api Kelas Ekonomi
Tibalah kereta ekonomi datang. Seorang petugas memberitahu lewat pengeras suara. Jantung saya makin degdegan dan selalu bilang pada Sarmi untuk tidak meninggalkan saya sendiri.
Aman, kami berdua berhasil naik gerbong kereta ekonomi. Akan tetapi pemandangan di dalam gerbong mengejutkan.Â
Gerbong sesak dipenuhi orang, tas besar dan kardus. Jalan antara kursi banyak orang tidur beralas koran atau kardus, sampah pun berserakan tidak karuan.
Saya bersama Sarmi berdiri bergelantungan dekat kursi paling belakang. Maju mundur tak bisa karena tidak ada jalan yang bisa dilewati untuk mencari gerbong kosong.
Saya tak hentinya memegang tangan Sarmi. Sarmi pun selalu bilang, "Jangan takut ada saya."
Entah berapa lama saya dan teman bergelantungan bersama penumpang lain. Tiba-tiba seseorang memberikan kursinya pada kami berdua.
Plong, pada akhirnya bisa duduk di antara desakan orang, walaupun kursi yang amat keras itu seharusnya diisi 2 orang jadi diduduki 3 orang.Â