Dia berkata kepada saya, "Saya kasihan kalau suami harus kerja terus. Setiap akhir pekan saya biarkan dia bersama teman-temannya untuk melakukan hobi."
Sementara suami saya, dia hanya hobi melukis dan itu sudah menjadi bagian dari pekerjaan. Kami makan dan sebagainya dari hasil lukisan, mana mungkin saya melarang. Hehe.
Saya yang banyak hobi, seperti olahraga, menulis. Untuk melakukan hobi, saya tetap minta izin agar tidak timbul bermasalah. Terkadang sudah minta izin pun, kompor meledak ada saja.
Untuk mendapat izin melakukan hobi tidak serta merta langsung dapat surat izin, saya harus menunggu hingga belasan tahun.Â
Ketika mengajukan izin dan tidak disetujui, diam, lupakan, tetapi usaha minta izin lagi. Sambil menunggu izin, saya menyenangkan suami dengan mendukung hasil lukisannya, seperti menggelar pameran di berbagai kota.
Tahun keenam belas, saya pun minta izin lagi untuk olahraga dan menulis. Apakah langsung diizinkan? Tentu tidak.Â
Izin untuk menulis tidak semudah ketika akan olahraga. Jika olahraga, saya masih diantar ke tempat fitness, studio yoga dan ditemani bersepeda.
Ketika ingin menulis, ada drama yang bikin nyesek. Untuk beberapa hari saya diam tidak membahasnya lagi, tetapi, tetap berusaha meminta izin dan berdoa.
Akhirnya saya diperbolehkan belajar menulis di kelas Pak Cahyadi Takariawan hingga sekarang dan menulis di Kompasiana, Tidak di platform lain. Baiklah, yang penting izin saya pergunakan sebaik mungkin, hingga pada akhirnya saya bisa menulis di berbagai platform dan menjadi jurnalis.