Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balutan Kebaya Penerima Tamu dalam Tradisi Temu Manten

12 September 2022   19:42 Diperbarui: 14 September 2022   16:32 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balutan kebaya pada acara temu manten,  RT. 18,  Sidorejo, Sidomulyo, Madiun. Foto  dokpri/Wiwik Susanti

 

Bagi masyarakat Madiun istilah temu manten sudah familier, karena hampir setiap pengantin melaksanakan rangkaian tradisi tersebut. Pun sudah dilakukan secara turun temurun.

Temu manten atau temu temanten saya definisikan sebagai acara pertemuan pengantin pria dan perempuan yang telah ijab qabul. Acara temu manten dilaksanakan di tempat orang tua pengantin perempuan. 

Menurut sumber repostitory.radenintan,  tradisi temu manten adalah serangkaian prosesi pada upacara perkawinan adat Jawa yang bertujuan agar perkawinan tidak diganggu oleh roh-roh jahat. 

Prosesi temu manten tujuannya agar keluarga besar kedua mempelai bertatap muka. juga pengantin kelak menjadi keluarga sakinah mawadah dan warohmah. 

Setelah kedua mempelai selesai melaksanakan tradisi temu manten di tempat orang tua perempuan dan resmi menjadi suami istri, keduanya akan diboyong ke rumah orang tua laki-laki. Acara ini disebut ngunduh mantu.

Pada acara ngunduh mantu, juga dilaksanakan temu manten, tetapi tidak semeriah saat di rumah orang tua perempuan, bahkan terkesan sederhana. 

Balutan kebaya pada acara temu manten,  RT. 18 Sidorejo, Sidomulyo, Madiun. Foto dokpri/Heny salon
Balutan kebaya pada acara temu manten,  RT. 18 Sidorejo, Sidomulyo, Madiun. Foto dokpri/Heny salon

Kita pun sering mendengar, "Sederhana wae, sudah ditemo'ne wae, ko". Artinya karena sudah temu manten di pihak perempuan, tidak perlu ditemukan lagi di rumah orang tua pengantin laki-laki.

Tidak semua berpikiran seperti itu, jika ada kesepakatan untuk mengadakan ngunduh mantu secara meriah, tidak masalah. Namun, kebanyakan pihak laki-laki tidak mengadakan pesta yang meriah. 

Ada yang menarik walaupun temu manten dilaksanakan secara sederhana, masyarakat giat membantu, minimal satu RT. 

Di desa tempat saya tinggal dukungan dari tetangga disebut rewang. Rewang ini bantuan berupa tenaga, pikiran, waktu.

Rewang biasanya dilakukan satu pekan sebelum acara temu manten, tetapi hanya perewang yang inti untuk membuat aneka jajanan. Menjelang 3 hari hari pernikahan, 90 persen warga tetangga dan kerabat sudah rewang.

Balutan kebaya pada acara temu manten,  RT. 18, Sidorejo, Sidomulyo, Madiun. Foto dokpri/Wiwik Susanti
Balutan kebaya pada acara temu manten,  RT. 18, Sidorejo, Sidomulyo, Madiun. Foto dokpri/Wiwik Susanti

Balutan Kebaya dalam Temu Manten

Hari temu manten adalah di mana kedua mempelai mengikuti rangkaian tradisi Jawa, salah satunya sungkeman. 

Rangkaian tradisi temu manten, biasanya dilaksanakan sekitar 2 jam yang diawali dengan mempertemukan pengantin laki-laki dengan perempuan yang diiringi shalawat Nabi. Saat shalawatan ini paling mengharukan, terkadang saya meneteskan air mata. Kedua mempelai dipakaikan selendang merah putih dengan didampingi kedua orang tua masing-masing untuk menuju kursi pengantin yang bak kursi raja.

Selama prosesi temu manten, para tamu akan menyaksikan sambil menikmati makanan yang dibawa oleh laden (laki-laki). Penerima tamu berkebaya akan membantu memberikan makanan tersebut kepada para tamu.

Petugas laden jumlahnya banyak, hampir semua warga laki-laki dalam satu RT menjadi laden, kurang lebih 20 hingga 30 orang. Untuk penerima tamu hanya ibu-ibu tertentu saja. Penerima tamu minimal harus ada 8 orang. Hal ini karena  tidak semua ibu-ibu mau jadi penerima tamu, alasannya terkait baju kebaya yang harus dikenakan.

Laden pada acara temu manten di Rt.18. Foto dokpri/Wiwik Susanti 
Laden pada acara temu manten di Rt.18. Foto dokpri/Wiwik Susanti 

Seragam kebaya yang dipakai penerima tamu bukan sumbangan dari RT atau yang punya hajat. Ibu-ibu harus membeli sendiri bahannya.  Ada juga bantuan dari kas RT atau dari pemangku hajat, tetapi tidak banyak, cukup untuk ongkos jahit, tetapi itu sangat jarang sekali ada sumbangan.

Selain terkait dana untuk membeli seragam kebaya, juga tingkat percaya diri. Tidak semua warga percaya diri tampil di depan, salah satunya saya. Saya lebih nyaman jadi tamu undangan, tetapi itu dulu ketika sibuk bekerja. Sebagin ibu-ibu ada bertugas menjadi penerima gawan di depan, sebagian lagi di dapur, rewang memasak, beres-beres atau membuat kopi.

Balutan kebaya pada acara temu manten,  RT. 18,  Sidorejo, Sidomulyo, Madiun. Foto  dokpri/Wiwik Susanti
Balutan kebaya pada acara temu manten,  RT. 18,  Sidorejo, Sidomulyo, Madiun. Foto  dokpri/Wiwik Susanti

Bahan Kebaya

Bahan kebaya yang dipakai untuk penerima tamu bervariasi, tergantung kesepakatan ibu-ibu, misalnya kain katun, tile dan brokat. Namun, kain tile menjadi primadona di antara jenis kain kebaya lainnya.

Kain jenis tile tampak sederhana tetapi lebih elegan, harganya pun terjangkau. Bentuk kain tile menyerupai jala dengan pernak pernik payet di sekeliling kain membuat bahan jenis ini mudah dikombinasikan.

Bahan kebaya dari tile kekurangannya panas di badan dan jahitan sering menusuk di kulit, jadi harus memakai manset atau kaos dalaman.

Bahan lain selain tile yang sering dipakai adalah katun ohdan satin yang sudah ada bordirnya. Bahan katun jika dipakai lebih adem daripada kain satin. 

Kebaya berbahan tille dan katun. Foto Sri RD
Kebaya berbahan tille dan katun. Foto Sri RD

Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Bahan apapun jika kita percaya diri memakainya akan bagus. Jangan memaksakan diri untuk membeli bahan sutera. Bahan katun, satin, brokat atau tile sudah nyaman, sesuaikan budget juga ya!

Paling penting adalah budaya berkebaya tetap dilestarikan walaupun dipakai baru sebatas acara resmi saja.

Salam, terima kasih telah membaca

Sri Rohmatiah Djalil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun