Berikut risiko dari gap year seperti dikutip dari ruangmahasiswa :
1. Â Berkurangnya minat untuk sekolah formal
Pada umumnya, siswa yang memilih gap year akan termotivasi di awal saja. Dia bertekad dalam satu tahun ke depan harus belajar. Namun, setelah tidak sekolah formal, anak yang gap year akan menghadapi rutinitas yang berbeda dari biasanya saat sekolah.
Saat jalani gap year, mereka tidak memiliki jadwal yang teratur, apalagi jika hari-harinya tidak diikuti dengan bimbel. Alasan ini, lama-lama anak yang gap year akan menikmati kehidupan barunya yang tanpa beban, minat sekolah formal pun jadi berkurang bahkan bisa pudar.
2. Â Biaya lebih besar
Siapa bilang jika anak memakai konsep gap year akan belajar terus menerus? Justru dengan banyak waktu di rumah dia akan sering jalan-jalan. Belajar hanya berapa persen saja, kecuali dia telah bertekad untuk tidak membuang waktu dan uang dengan jalan-jalan.
Namun, keinginan itu sangat jarang diminati anak-anak. Coba kita perhatikan saat liburan sekolah, mereka lebih banyak mengisi waktu bersama teman-temannya, seperti traveling, ke supermarket, makan bersama. Aktivitas ini akan menambah biaya hidup lebih besar.
3. Â Penilaian kurang baik dari lingkungan
Gap year identik dengan kegagalan masuk PTN dan itu sebagian kecil masyarakat menganggap anak ini malas, tidak pintar. Hal ini kerena mereka tidak paham bagaimana susahnya UTBK dan ketatnya SBMPTN.Â
Menghadapi orang seperti ini tak perlu dilawan dengan ucapan, buktikan dengan aksi nyata, tahun depan benar-benar kuliah di PTN pilihan. Isi masa gap year dengan hal-hal positif agar tidak ada waktu yang sia-sia, karena waktu itu tidak akan kembali.Â