Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

5 Cara Mengatasi Kecemasan Anak Jelang Sekolah

9 Juli 2022   11:22 Diperbarui: 11 Juli 2022   14:30 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah orangtua menemani anaknya di hari pertama masuk sekolah di SD Muhammadiyah 5 Jakarta, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (15/7/2019). Foto: Antara Foto/Aprillio Akbar via Kompas.com

Ketika anak-anak diterima di sekolah yang baru, mereka senang bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi. 

Akan tetapi ada sebagian  anak yang malu untuk bersosial di tempat baru. Lingkungan dan teman-teman baru, terlebih bagi mereka yang sangat tertutup. Dari malu, akhirnya timbul kecemasan.

Sangat wajar jika anak merasa cemas ketika menghadapi sesuatu yang baru. Beradaptasi dengan lingkungan baru bukan sesuatu yang mudah. Butuh keberanian dan kenyamanan agar bisa berkomunikasi dengan teman baru.

Seperti yang sering kita lihat, anak kelas satu SD ketika pertama masuk sekolah banyak yang menangis. Hal demikian pernah dialami anak saya yang bungsu.

Hari pertama, pihak sekolah memberi kebijakan, orang tua boleh ikut masuk ke kelas bagi anaknya yang menangis. Untuk selanjutnya hingga hari ketujuh dipersilakan menunggu di kantin. Setelah tujuh hari, lingkungan sekolah harus bersih dari orang tua.

Cara Mengatasi kecemasan Anak Jelang Sekolah 

Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) adalah kegiatan untuk menyambut peserta didik baru di suatu sekolah. Dalam kegiatan ini menjadi ajang siswa baru mengenal teman, pengajar dan lingkungan sekolah.

Bagi sebagian anak, kegiatan ini menyenangkan karena bisa mendapatkan sahabat. Namun, bagi anak yang pemalu, ini adalah tantangan besar. Mereka harus berjuang mengalahkan ketakutan dan kecemasan.

Menurut Sherri Gordon, 2022 di laman verywellfamily mengatakan, untuk mengatasi kecemasan anak, orang tua perlu menjaga komunikasi dan validasi perasaan anak.

Anak bersama teman baru. Foto freepik/freephoto via popmama
Anak bersama teman baru. Foto freepik/freephoto via popmama

Berikut cara untuk membantu kecemasan anak jelang sekolah

Pertama, dorong anak untuk mendapat teman

Banyak orang dewasa mengartikan teman adalah orang yang penting, tempat berbagi cerita. Apapun pengertiannya, anak pun membutuhkan teman baik di sekolahnya. Dengan memiliki teman akan mendorong anak merasa nyaman dan semangat untuk pergi ke sekolah dan belajar dengan baik.

Kedua, berbicara dengan guru wali kelas atau BP

Dengan pengenalan sekolah  diharapkan siswa telah memiliki banyak teman, tetapi tidak terjadi pada anak saya. Komunikasi dengan pihak sekolah penting untuk perkembangan anak karena guru memiliki pengalaman menghadapi berbagai karakter anak.

Saat itu wali kelasnya berkata, "Anaknya nangis biar menjadi tanggung jawab kami, Mamah pulang saja." 

Ilustrasi meninggalkan anak di sekolah foto via kumparan.com
Ilustrasi meninggalkan anak di sekolah foto via kumparan.com

Ada perasaan tidak tega ketika meninggalkan anak di sekolah dalam keadaan menangis. Namun, memang benar, ketika sudah sampai sekolah, yang menjadi orang tua anak adalah gurunya.

Ketiga, dorong anak untuk mengikuti ekstrakurikuler

Selain belajar berbagai pelajaran, siswa bisa mengikuti ekstrakurikuler, seperti pramuka, keagamaan, hadroh, olahraga dan lain sebagain. 

ketika mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, bakat siswa akan tersalurkan dan pergaulannya pun semakin berkembang.

Keempat, puji pencapaian anak

Ketika anak mencapai keberhasilan, puji, tak penting seberapa besar pencapaiannya. Memuji akan mendorong anak menghargai sebuah proses. Anak pun akan terus melakukan yang terbaik. Namun, kita tidak perlu memuji secara berlebih.

Memuji secara berlebih disebut the golden child, memiliki makna "anak yang dibanggakan dan meraih suatu keberhasilan".

Dengan pujian yang berlebih, anak merasa disalahkan apabila suatu saat gagal. Hal ini karena sebelumnya, orang tua sering membanggakan, memuji terus tanpa mengakui, memaafkan kesalahan anak.

Kelima, pendengar setia

Pulang sekolah anak sering membagikan pengalamannya bersama teman, guru. Sebagai orang tua,  yang pertama kali harus dilakukan adalah mendengarkan keluh kesahnya, berikan telinga kita padanya

Dengan demikian kita jadi tahu apa yang menyebabkan anak tidak nyaman di sekolahnya, sehingga mudah untuk mencari solusi.

Mungkin masih banyak lagi yang bisa kita lakukan untuk membantu anak agar tidak cemas menghadapi sekolah barunya. Seiring berjalannya waktu, anak-anak akan terbiasa dengan teman baru, lingkungan sekolah baru.

Namun, tidak ada kepastian berapa lama anak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru. Jika dalam waktu 3 bulan anak belum bisa nyaman di sekolahnya, kita konsultasi dengan psikolog.

Mengatasi anak pemalu di sekolah. Foto via  haibunda.com.
Mengatasi anak pemalu di sekolah. Foto via  haibunda.com.

Konsultasi dengan psikolog

Anak saya yang bungsu unik, setiap pagi mogok sekolah. Pukul 06.00 WIB saya sudah membuat kode kepada wali kelasnya untuk menunggu di depan masjid sekolah.

"Ngapunten, Bu, saya berangkat sekarang, 15 menit lagi sampai." Ketika mendapat pesan pribadi, wali kelasnya sudah siap di depan masjid sekolah untuk menyambut anak saya.

Untuk beberapa menit, anak akan nangis dipangkuan guru wali kelas. Setelah reda, dia mengikuti pelajaran seperti tidak terjadi apa-apa.

Peristiwa itu terjadi lebih dari dua bulan. Waktu yang cukup lama untuk adaptasi di tempat baru. Teman-temannya hanya beberapa hari sudah terbiasa dengan sekolah baru.

Khawatir ada dampak buruk terhadap anak, atas saran wali kelasnya, saya konsultasi dengan psikolog. Alhamdulillah tiga kali pertemuan, anak sudah bisa bersosial dan belajar seperti teman-temannya, prestasinya pun bagus.

Dari kisah anak bungsu saya, tidak bisa ditentukan berapa lama anak bisa adaptasi dengan sekolah baru. Hal ini tergantung dari temperamen anak. Kita hanya butuh kesabaran dalam mendampingi anak.

Semoga bermanfaat,

Salam

Sri Rohmatiah Djalil

Baca juga :

Bahan bacaan : 1 2 dan 3 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun