Saya mendapat pesan pribadi dari teman lama, panggil saja Rani. Dia cerita kalau teman kami masa SMA pinjem uang kepadanya untuk putrinya balik ke Jakarta.
"Dia kan dulu sugih, ke sekolah saja naik mobil, masa sekarang, sama-sama sudah tua pinjem uang," ujar Rani di chat pribadi.
Tahun 90-an, anak SMA naik mobil amat jarang, hanya orang-orang tajir melintir saja yang bisa. Anak-anak seperti saya naik angkot sudah bersyukur banget. Seringnya jalan kaki sejauh 5 Km. Namun, dengan jalan kaki, bukan saja kaki yang kuat, mental pun tahan banting.
Di jalan saya harus mengolah emosi melihat teman-teman naik angkot melambaikan tangan. Melas, nelangsa, tetapi, mungkin di situ jiwa prihatin terbentuk kuat, nggak jadi generasi strawberry, walaupun sekarang sering dibilang sensi karena BB naik terus, hikhik.
Teman kami si Mira, sejak kecil dididik oleh orang tuanya yang tajir. Setiap ulang tahun dirayakan. Kita temannya seneng saja makan gratis. Namun, sering bingung juga kasih kado. Orang buat naik angkot saja saya harus puasa jajan. Â Â
Sejak kuliah entah kenapa Mira tampak repot kehidupannya.
Waktu Rani cerita , saya hanya bilang, "Jika sudah terlanjur meminjamkan, ikhlaskan saja, kita juga gak patut nagih dengan nilai yang sedikit menurut kita. Mungkin menurut dia itu besar dan berarti."
Rani setuju dengan saran saya. Hanya dia masih membahas bagaimana bisa dulunya mewah, sekarang yang seharusnya usia matang, karir pun sukses, ko kekurangan, pinjem uang sana-sini.
Tidak bisa dipungkiri, orang tua yang mampu secara materi sering kali memberi kemudahan, kenyamanan kepada anak. Namun, sering kali lupa, apa dampak yang akan terjadi pada anak di masa depannya. Itulah yang terjadi pada Mira.
Dua Sikap Orang tua yang Membahayakan Anak di Masa Depan
Masa depan anak tidak ada yang tahu, tetapi karakter anak akan menentukan masa depannya. Orang tua lah yang harus membentuk karakter sejak mereka kecil agar masa depannya cemerlang. Tak perlu memikirkan bagaimana baju bisa cemerlang.
David J. Bredehoft , Ph.D., seorang psikolog menjelaskan di psychologytoday, ada beberapa sikap atau cara orang tua dalam mendidik yang bisa menghancurkan masa depan anak, di antaranya :
- Memanjakan terlalu berlebihan
Seperti apa memanjakan berlebihan masa kecil?
Kehidupan sekarang pada umumnya lebih sejahtera daripada beberapa dekade yang lalu. Anak dibesarkan dalam keluarga yang sejahtera baik dulu atau sekarang sering kali dimanjakan. Orang tua mempunyai kecenderungan memberikan apa yang diminta oleh anak-anaknya.
Orang tua memberi anak banyak hal yang terlihat bagus, cepat, sempurna di mata anak. Ibarat sulap, simsalabim "ada".
Memberikan sesuatu di luar kebutuhan anak, seperti belum waktunya memiliki mobil, anak SMP sudah dikasih hadiah mobil, bahkan pesawat.
Memberikan sumber pemasukan keluarga dalam jumlah tidak proporsional. Tujuannya memenuhi kebutuhan anak tetapi ternyata tidak. Misalnya memberi uang bulanan berlebih di luar kebutuhan anak. Misalnya, tahun 90-an, teman saya dikasih uang jajan oleh ayahnya Rp 2 juta/bulan. Akibatnya, teman saya tidak mau kerja, katanya, "Uang jajan dari Ayah saja melebihi gaji dia di kantor."Â
Orang tua helikopter adalah dia yang memegang kunci kendali anak, semua urusan anak yang menangani orang tua. Seakan-akan anak tidak boleh terluka, tidak boleh kecewa. Orang tua melindungi anak dari ketidakbahagiaan. Sikap ini seperti memanjakan berlebihan.
"Sikap orang tua helikopter, memanjakan anak secara berlebih akan merugikan di masa anak."
Sikap seperti itu secara tidak sadar kita telah menghalangi mereka untuk mengembangkan potensinya. Mereka pun tidak dapat belajar arti dari kehidupan yang penuh warna dan rasa.
David J. Bredehoft , Ph.D. pun menjelaskan ada banyak akibat negatif yang akan timbul jika orang tua memanjakan anak secara berlebih.
1. Â Anak tidak bertanggung jawab
Terus-menerus melindungi anak-anak dari konsekuensi atas tindakan mereka dan tidak meminta pertanggungjawaban mereka untuk menyelesaikan tugas mengarah pada tidak bertanggung jawab. Hal ini karena anak terbiasa mudah, terbiasa orang tua yang menyelesaikan.
2. Â Anak tidak hormat
Anak yang terlalu dimanja di masa depan tidak bisa menghargai karya, barang orang lain. Jangankan menghargai karya orang lain, milik sendirinya pun tidak bisa menghargainya. Hal ini karena mereka menganggap semua didapat dengan mudah.
3. Rasa berhak yang berlebihan
Anak yang selalu dipenuhi semua keinginannya, di masa dewasa sering merasa bahwa mereka berhak atas segalanya. Â Mereka pun merasa pantas mendapatkan lebih dari yang lain. Padahal tidak seharusnya demikian.
4. Â Kurang bersyukur
Pengasuhan yang lembut dan pemanjaan yang berlebihan akan memicu anak kurang bersyukur atas hal-hal yang dimiliki. Mereka merasa tidak punya banyak hal untuk disyukuri dan tidak mampu menghargai, peristiwa, dan situasi yang telah menjadi bagian dari hidupnya.
5. Â Tidak terampil
Orang tua yang seperti helikopter akan menghambat perkembangan keterampilan anak baik keterampilan dalam mengembangkan diri secara emosi atau keterampilan berkarya.
6. Tidak bisa menyelesaikan konflik
Anak yang hidup dalam pemanjaan yang berlebih, dia tidak bisa bersosial dengan baik. Dia tidak memiliki keterampilan menyelesaikan konflik, baik dengan temannya, keluarga hingga tempat kerja. Dia sering kali lari dari masalah. Padahal kemenangan dari seseorang itu adalah jika ia bisa memanage semua kesulitan-kesulitan. Â Â
7. Egois
Anak-anak yang terlalu dimanjakan, di masa depan ia lebih egois, serakah. Dia pun tumbuh menjadi tidak bahagia karena kemungkinan tujuan kehidupan pribadinya termotivasi secara eksternal, ketenaran, kekayaan, kesombongan.
8. Â Tidak dekat dengan agama
Anak-anak yang terlalu dimanjakan cenderung menjadi orang dewasa yang tidak tertarik pada pertumbuhan spiritual. Dia mengalami kesulitan menemukan makna di saat-saat sulit sehingga rentan akan depresi.
9. Â Tidak bisa mengelola uang
Anak-anak yang terlalu dimanjakan tumbuh mengalami kesulitan mengelola uang dan sering dibebani dengan utang yang berlebihan. Argumen tentang uang menjadi fitur utama dalam hubungan dewasa mereka.
10. Â Kesulitan mendidik anak
Anak-anak yang terlalu dimanjakan, ketika menjadi orang tua akan  tumbuh menjadi orang tua yang tidak tahu bagaimana menjadi orang tua. Mereka cenderung permisif atau otoriter dan kurang memiliki rasa kompetensi dalam mengasuh anak.
Mungkin dampak negatif di atas tidak 100 persen benar karena tidak ada yang tahu kehidupan manusia kelak. Namun, tidak ada salahnya kita mengubah haluan dalam mendidik anak. Kasih sayang dalam pengasuhan anak ada keseimbangan, tidak perlu memanjakan, tidak perlu juga keras. Kita menyiapkan kebutuhan sesuai porsi anak dan kemampuan orang tua bukan pura-pura mampu atau sejahtera.
Semoga bermanfaat,
Terima kasih telah membaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H