"Mba, besok ada lima orang yang akan mencangkul," pesan seorang karyawan melalui pesan pribadi WhatApps.
Pesan itu bukan sekadar memberitahu atau laporan kalau ada pekerja yang harus dibayar atas pekerjaannya. Pesan tersebut sebagai isyarat petani harus mengirim sarapan, makan siang, kopi, rokok juga jajanan.
Persoalannya adalah musim tanam tiba saat bulan Ramadan, di mana seluruh umat Islam yang memenuhi syarat wahib puasa.
Untuk itu sebaiknya tanya, apakah mereka puasa atau tidak karena akan berhubungan dengan gaji hariannya.
Biasanya jika mereka puasa, sebagai petani harus menambahkan uang makan ke gaji hariannya atau mengirim makana ke rumahnya. Tinggal kesepakatan antara petani dan buruh tani.
Namun, sepanjang yang saya perhatikan, ketika musim sawah, buruh tani tidak berpuasa. Mereka mendapat kiriman makan seperti biasanya dari petani. Mereka tidak  berpuasa karena di sawah itu panas, pekerjaannya berat, membutuhkan makan dan minum.Â
Selain itu petani tidak bisa menunda garap sawah hingga selesai lebaran. Misalnya tanggal 5 April bertepatan dengan puasa wajib, tetapi sudah waktunya tanam. Masa tanam itu tidak bisa ditunda. Benih padi yang tumbuh harus segera ditanam. Jika melebihi hari, benih padi terlalu tua dan resikonya tidak berbuah maksimal.
Bagaimana hukumnya jika pekerja di sawah tidak puasa?
Kita masih ingat keringanan yang diberikan Allah Swt. tentang salat lima waktu? Allah memberi keringanan bagi orang yang kesukaran melakukannya. Keringanannya ketika kita tidak bisa salat dengan berdiri, maka boleh duduk, jika masih tidak bisa, maka diperbolehkan berbaring.
Demikian halnya dalam melaksanakan ibadah puasa. Sebagai hukum azimah (keharusan) puasa diwajibkan kepada semua orang Islam yang sudah baligh. Bagi umat muslim yang memiliki kesulitan, ada rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa. Namun wajib membayarnya kemudian hari.
Hal ini berdasarkan surat al-Baqarah ayat 184 yang artinya,