Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gembrungan, Tradisi Peringatan Isra Miraj di Madiun yang Tetap Dilestarikan

2 Maret 2022   13:10 Diperbarui: 3 Maret 2022   13:03 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesenian gembrungan. Foto semarangpos via Alif.ID

Peringatan Isra Miraj di berbagai wilayah disambut umat muslim dengan berbagai tradisi yang berbeda mengikuti kearifan lokal masing-masing daerah. Kabupaten Madiun mengenal namanya gembrungan. Seni gembrungan kini sedang diuri-uri sebagian warga Desa Kaibon.

Untuk memperingati Isra Miraj sekelompok umat muslim warga di Desa Jogodayuh, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun menggelar tradisi gembrungan selama satu bulan dan puncaknya tanggal 27 Februari. 

Seperti kita ketahui, Isra Miraj merupakan perjalanan Nabi Muhammad saw pada malam 27 Rajab. Perjalanan Nabi yang menakjubkan tersebut menggunakan Buroq di mulai dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Dari Baitul Maqdis naik menembus tujuh lapis langit (ruang angkasa) hingga ke Sidratul Muntaha.

Mengenal Kesenian Gembrungan

Kesenian gembrungan digelar untuk memperingati hari besar agama Islam, seperti Isra Mi'raj, Maulud Nabi, hajatan pernikahan, khitanan, aqiqah, tujuh bulan kehamilan. 

Tujuannya agar umat muslim selalu mengingat kewajiban salat lima waktu dan ibadah lainnya. 

Dalam upacara pernikahan biasanya untuk menyambut pengantin. Siapa pun yang mendengar, menghayati shalawat Nabi dengan alunan alat musik gembrungan akan meleleh, nangis.

Tidak ada informasi yang jelas kapan kesenian ini ada. Menurut beberapa sumber gembrungan sudah ada sekitar abad ke 14-15 Masehi sebagai syiar ajaran Islam oleh Sunan Kalijaga. Mulai dikembangkan di Desa Kaibon oleh tokoh agama bernama KH Ahmad Mustofa pada tahun 1957.

Jika kita mampu memahami pagelaran gembrungan dengan baik, tradisi ini sangat bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Selain memainkan alat musik, vokalis membawakan syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad saw. Juga mengandung nilai budaya, ajaran tentang kehidupan, bagaimana manusia berperilaku dengan sesamanya dan Allah Swt.

Baca juga Tradisi Gegawan Hilang saat Pandemi

Jika diperhatikan dari nilai dan syairnya, gembrungan hampir sama dengan hadroh yang sering dinyanyikan di desa tempat saya. Isinya sama-sama memuji Nabi Muhammad saw. Bahasa yang digunakan dalam syair adalah bahasa Arab. Namun, tetap ada perbedaan dari alat musik yang digunakan. 

Peranti yang digunakan dalam pementasan gembrungan terdiri dari tabuhan terbangan yang ukurannya sangat besar berdiameter kurang lebih 120 cm. Ada juga, gendang, tuntung, dan kenthung, ditambah enam vokalis. Sedangkan hadroh sudah ada tambahan alat musik, seperti piano, sehingga walaupun lirik berbahasa Arab terdengar seperti lagu Jawa.

Kesenian gembrungan. Foto semarangpos via Alif.ID
Kesenian gembrungan. Foto semarangpos via Alif.ID

Gembrungan dan hadroh digelar  setelah salat Isya hingga tengah malam. Itu sebabnya pemain kesenian ini harus memiliki fisik yang prima. Selama berjam-jam akan memainkan alat musik dan membaca syair.

Melansir dari laman kemendikbud, syair dalam gembrungan biasanya dilantunkan adalah shalawat al-barjanji, shalawat khataman Nabi saw., dandang gula, kinanti, sinom dan asmarandan, dan ada pula yang yang lainnya seperti pepiling. 

Pemain gembrungan adalah bapak-bapak yang sudah sepuh, syair yang dibaca pada masa nenek moyang adalah berbahasa Arab. Seiring perkembangan dan kemampuan para pemain dalam berbahasa, bahasa Arab diubah ke dalam bahasa Jawa.

Ada 40 lagu yang masing-masing lagu dibagi dalam 15 syair masing-masing dibagi dalam 3 bait syair, Pada tahun 1986 naskah syair yang berbahasa Jawa ini mulai diringkas kembali menjadi 18 jenis lagu dibagi menjadi 5 syair yang masing-masing terdiri dari 3 bait syair.

Jika kita tidak meresapi syair dalam musik gembrungan, akan terasa jenuh, bahkan bisa ngantuk. Itu sebabnya perlu juga pengajaran bahasa Arab dan Jawa bagi anak-anak muda yang menyukai kesenian.

Upaya Melestarikan Gembrungan 

Di beberapa wilayah, gembrungan hampir punah karena tidak diwariskan kepada anak-anak.  Pemkot Madiun berupaya melestarikan kesenian ini dengan mengadakan "Festival Madioen Tempo Doeloe". Beberapa kelompok musik gembrungan tampil di acara HUT Kota Madiun.

Desa Kaibon yang masuk ke wilayah Kabupaten Madiun berupaya melestarikan kesenian gembrungan dengan cara membentuk sebuah perkumpulan. Perkumpulan seniman gembrungan diberi nama Nur Shidiq. Melalui komunitas ini mereka berupaya merawat alat musik dan mewariskannya kepada anak muda. Upaya ini juga mendapat dukungan dari Pemdes Kaibon.

Jika kesenian gembrungan tidak diuri-uri oleh warga, tidak ada juga penikmatnya, lambat laun akan punah. Untuk itu, agar tradisi tetap terjaga, seyogyanya ada peran serta pemerintah dan anak-anak muda sebagai pemegang alat musik dan penikmat. Mari kita sama-sama merawat tradisi lokal.

Semoga bermanfaat

Baca juga Pesan Moral dari Peringatan Isra Miraj

Diuri-uri = dirawat

Sumber: 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun