Halo, Sahabat semua,
Sebelum melanjutkan membaca, luangkan waktu sejenak untuk memikirkan beberapa hal yang terjadi pada anak hari ini. Apakah dia mengeluh karena nilai ulangannya jelek? atau dia merajuk karena hal yang tidak jelas?
Mungkin dia juga berkisah hal-hal yang positif, seperti, ditraktir temannya di kantin, mendapat pujian dari guru matematika, atau hal lain yang menyenangkan.
Coba perhatikan, bagaimana reaksi anak ketika menceritakan hal yang negatif dan positif? tentunya sangat berbeda. Ketika anak menceritakan hal yang negatif, dia akan tampak sedih, patah semangat, bahkan tidak mau pergi ke sekolah esok harinya.
Anak merasa sedih itu wajar, dia butuh mengekspresikan emosinya. Namun, jangan biarkan dia menjadi pesimis.
Baca juga School Refusal pada Anak, Kenali Gejala dan cara Membantunya
Jangan Beri Tempat untuk si PesimismeÂ
Optimisme dan pesimisme berkaitan dengan pola pikir, cara berpikir ketika melihat sesuatu. Optimis memandang sesuatu dari sisi positif walaupun mengalami hal buruk. Mereka selalu berharap segala sesuatu berjalan dengan baik, yakin akan kemampuan diri sendiri untuk membuat hal baik.
Pesimisme berlawanan dari optimisme, seseorang yang pesimis cenderung berpikir negatif, dia selalu melihat kesalahan dalam segala hal. Setiap orang tidak selalu berpikir negatif atau selalu positif, semua tergantung dari situasi dan suasana hati,
Setiap anak bahkan orang dewasa pernah merasa ada di posisi sulit, bahkan paling buruk sekalipun. Tidak masalah anak sedih, menangis, tetapi jangan sampai pesimis ada di pikiran mereka. Tugas orang tua lah untuk memupuk rasa optimis itu.
Baca juga Orang tua Kehilangan The Power of No pada Anak