Saya mengenal Imlek pada tahun 2006, ketika sudah memiliki anak usia 3 tahun. Sebelumnya tidak ada perayaan Imlek di kota asal saya, mungkin karena kota kecil dan warga Tionghoa pun sedikit.
Selain itu, Imlek walaupun disahkan pada masa Soekarno, tetapi untuk perayaan secara terbuka dan meriah baru dilaksanakan pada masa Gus Dur. Pada masa pemerintahan Soeharto, seluruh upacara agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan tidak boleh di ruang terbuka.
Di Madiun perayaan Imlek identik dengan pertunjukan barongsai dan liang liong. Saya mengetahui atraksi barongsai tidak sengaja. Saat itu, sedang belanja keperluan anak dan rumah tangga di toko Sinar, selatan alun-alun Madiun.Â
Ada yang berbeda dengan belanja pada waktu itu. Tiba-tiba suara genderang terdengar samar dari jauh. Beberapa warga berlarian mendekat. Anak saya pun mulai ribut ingin melihatnya.
"Mamah, lihat itu, lihat itu."
Si Tante pemiliki toko mendukung keinginan putri kecil saya, "Anaknya ajak lihat barongsai dulu saja, Mbak, jarang lho ada atraksi."
"Atau tunggu di sini saja, nanti barongsai juga ke mari," lanjut si Tante.
Pertunjukan barongsai dan tarian naga (liang liong) sering digelar setiap tahunnya untuk menyambut Tahun Baru Imlek. Pemain barongsai akan keliling toko yang berada sekitar kota. Dalam atraksinya pemain barongsai akan meraih angpao yang bergelantungan di langit-langit teras toko.
Untuk meraih angpao, pemain belakang akan memanggul kepala barongsai sehingga akan lebih tinggi dan memudahkan meraih angpao.
Perjuangan para pemain barongsai dan liang liong untuk meraih angpao mendapat tepuk tangan penonton. Tidak jarang yang bisa berhasil sekali tangkap, ada juga yang jatuh bangun meraih angpao dengan mulut.
Pertunjukkan BarongsaiÂ
Pertunjukkan barongsai pada tahun baru Imlek tentu tidak lepas dari sejarah dan tujuannya.Â
Mengutip dari China Highlights melalui detik.com, orang Tionghoa perayaan dengan tarian barongsai dan liang liong sebagai salah satu cara untuk berdoa.
Tarian barongsai juga dipercaya mendatangkan keberuntungan, untuk mengusir roh jahat dan menolak bala, juga membawa kemeriahan.
Warna yang mencolok pada kostum yang dikenakan pemain barongsai dan liang liong memiliki makna.
Kuning melambangkan bumi, hitam melambangkan air, hijau melambangkan kayu, merah melambangkan api, dan putih melambangkan logam. Sedangan bagian kepala Barongsai, ada tanduk yang merupakan simbol untuk terus hidup serta mewakili unsur perempuan.
Selain pertunjukkan barongsai dan liang liong, tahun baru Imlek juga identik dengan makanan khas dan buah segar seperti dari Sunpride.
Buah-buahan Sunpride
Kue khas Imlek dan buah-buahan Sunpride sering kita temui di supermarket. Untuk menyambut Imlek, buah-buahan itu dikemas lebih menarik seperti parcel lebaran.
Teman-teman sudah faimliar dan sering melihat pada bagian buah ada label melingkar bertuliskan Sunpride. Itu artinya buah tersebut produk dari Sunpride.Â
Seperti kita ketahui Sunpride sebagai brand pilihan tepercaya dan satu-satunya pemegang sertifikat GAP. Global GAP atau Global Good Agricultural Practice adalah sistem sertifikasi produk yang menerapkan pendekatan sistem produksi untuk memastikan keamanan produk buah segar untuk kita konsumsi.
Selain itu, buah-buahan Sunpride tampilan fisiknya yang aduhai, mulus dan kenyal. Namun, tampilan menarik bukan berarti produk ini hasil rekayasa genetic lho, dijamin bebas GMO (Genetik modified Organism). Semua menggunaan bibit yang terjamin dan aman.
Buah-buahan Sunpride dikonsumsi bukan saat Imlek saja, sudah menjadi keseharian juga, karena pisang itu bagus bagi yang suka diet seperti saya. Kalau kue Imlek, saya suka dengan rasanya yang tidak terlalu manis.
Tahun baru Imlek sudah dua tahun ini tidak ada pertunjukkan barongsai. Namun kita harus tetap semangat menyongsong tahun berikutnya dengan kebaikan .
Selamat Tahun Baru Imlek 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H