Satu pekan lalu, anak perempuan saya mengeluh sakit, badannya panas. Tanpa banyak ba bi bu, saya panggil mantri yang biasa memeriksa ibu mertua.
Setelah pemeriksaan, Pak Mantri mengatakan, tidak apa-apa, panasnya 38 derajat celsius. Siang hari, demam putri saya mulai berangsur turun. Namun, setelah dua hari tenggorokannya sakit. Katanya tenggorokan panas, tidak bisa menelan, akhirnya dia mengonsumsi bubur.
Baca juga: Mantri Masih Jadi Favorit Warga untuk Mendapat Layanan Kesehatan
Tiba-tiba malam hari, adiknya juga mengeluh sakit. Saya mulai panik. Kalau saja bisa, penyakit anak-anak pindah ke tubuh saya, sebagai ibu tentu rela kan?
Yang membuat saya panik, karena sejumlah siswa di salah satu SMA dan SMP Negeri terpapar Covid-19. Untuk 14 hari ke depan sekolah tersebut tidak PTM. Dengan kondisi yang tidak baik, ada sedkit kekhawatiran. Rasanya sudah negatif saja pikiran saat itu.
Wajar orang tua merasa stres jika anaknya sakit, Menurut psikolog dari Tiga Generasi, Putu Andani, MPSi, Stres yang dialami orang tua umumnya dipicu oleh rasa lelah, letih, kesal, kurang tidur, tidak nafsu makan, dan lain sebagainya.
Anak sakit, kita harus tenang, jangan menunjukkan kekhawatiran kepada anak, karena anak-anak akan bingung dengan ekspresi orang tua.Â
Dalam situasi ini ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi stres.
Satu, jangan saling menyalahkan
Pada umunya ketika anak sakit, pasangan akan mengatakan, "Anak di kasih makan apa, ko bisa sakit?"
Bukan pasangan saja, kadang orang terdekat mengatakan yang serupa. Tujuannya mungkin tidak untuk menyalahkan. Akan tetapi, dalam situasi stres, kita sebagai ibu akan merasa tidak becus merawat anak.
Ketika menghadapi anak sakit, kita tidak butuh cela atau dikritik, yang dibutuhkan itu didengar, didoakan. Untuk itu buatlah mapping siapa saja yang bisa memberi support, baik dukungan mental maupun finansial.
Putu Andani menjelaskan, dukungan atau support dari orang-orang di sekitar kita akan menjadi penguat dan pengembali rasa lelah, kesal, sakit, frustasi, atau pun stres.
"Support system (kelompok atau orang pendukung) itu penting sekali bagi kita, kapan saja untuk kondisi apa saja, termasuk lelah atau capek dengan kondisi anak sakit alergi misalnya," ujar Putu seperti yang saya kutip dari kompas.com.
Support terdekat tentu dari pasangan, Â seorang istri butuh dukungan dari suami, begitu juga suami. Suami tidak perlu berbicara panjang, cukup mengatakan, "Apa yang bisa aku lakukan?". Seorang istri bicara, "Antar ke dokter, siapkan uang saja." Simpel kan.
Dua, mengatur pernapasan
Breathing atau mengatur pernapasan saat emosi kita sedang kacau, lelah, stres, frustasi adalah upaya yang ampuh.
Putu berkata, dengan mengatur napas ini, maka setidaknya kita akan meningkatkan kapasitas paru dan ventilasi oksigenasi di dalam tubuh. "Breathing ini juga bisa membantu menurunkan detak jantung dan menenangkan diri."Â
Breathing tidak perlu meminta bantuan pasangan atau orang terdekat, kita bisa melakukannya sendiri dengan cara menarik napas dalam, keluarkan pelan. Pikirkan yang positif, walaupun anak sakit. Aura positif akan mengalir kepada anak.
Tiga, jangan membandingkan
Ketika anak sakit jangan sibuk membandingkan anak orang lain yang sehat, hal itu akan membuat kita tertekan. Self love, itu yang perlu kita lakukan. Ini akan mengarahkan agar kita dapat menerima dengan baik apa yang sedang terjadi dalam kehidupan kita.
Dalam menghadapi anak sakit, kita juga harus menerapkan self love. Kita menerima dengan ikhlas apa yang kita alami.Â
Mencintai diri sendiri lebih kepada menerapkan rasa syukur, karena sakit, sehat adalah anugerah. Dengan sakit, mengingatkan kita kepada kematian dan betapa penting arti kesehatan.
Empat, membawa anak-anak ke dokter
Tidak berdebat, atur pernapasan, self love, jangan lama-lama, segera lakukan pertolongan pada anak dengan cara membawanya berobat.
Jika melihat gejala si kakak, dia sakit tenggorokan. Sementara si adik mengeluh telinga seperti dengung, ada batuknya juga. Agar satu kali jalan, keduanya saya bawa ke dokter THT yang ada di Jalan Bali.
Berdasarkan pemeriksaan, si Kakak hanya radang tenggorokan. Si adik sakit flu, sehingga telinga pun seperti dengung. Saya lega dengan keterangan dokter, kalau anak-anak tidak mengalami sakit berat. Walaupun anak-anak dinyatakan sakit ringan, kita tetap harus waspada terhadap omicron, ia masih merajalela.
Pulang dari dokter, anak-anak pun tampak segar, terbukti, si kecil bilang, "Mah, ke McDonald's ya!"
Ya ampun, tampaknya apa kata dokter disimpan saja dalam memori, "Jangan dulu makan es, makanan siap saji, pedas, chiki, dan lain-lain."
Bagaimana kita menyikapi ajakan si kecil? sepakat, senyumin saja.
Salam sehat selalu, Sahabat semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H