Siang tadi ketika belanja di Matahari ada telepon dari Kompasianer Siska Artati. Kalau ada yang telepon, asli kaget bin ajaib. Saya berpikir ini ada kabar mendesak dan penting.Â
Umumnya kan begitu, dengan telepon, pesan segera tersampaikan  lebih cepat. Tidak usah pakai lama menunggu jawaban.Â
Ternyata benar, Mbak Siska begitu saya memangilnya membawa berita.Â
Kabar apa yang dibawa Mbak Siska?
Sebentar saya tarik napas dulu, malu juga kalau tiba-tiba pingsan di mall. Hik
"Mbakyu, sudah baca cuitan Dave di grup?"
Aduh makin deg-degan. Pikiran langsung ke Nakdis, "Jangan-jangan Dave melamar Nakdis yang baru 17 tahun? Tapi kenapa di grup, gak ke rumah saja kalau mau lamar. Eih kalau ke rumah juga saya lagi belanja."
Daripada lari-lari itu pikiran dan susah nangkapnya, saya tanya aja ke kakak online yang suara wekwek ala emak-emak, mirip saya kalau telepon. Kalau berhadapan secara offline, saya anggun, pendiam, malu-malu, isin-isin. Ha.
"Emang Dave, ngomong apa di grup, Mbak?"
"Artikel sampeyan sing rest area itu lho, tembus 100 RB, dalam 2 hari," lanjutnya lagi
"Kabar kedua, selamat yo, sekarang jadi penjelajah," ujarnya lagi.
Setelah telepon kami putus karena di Samarinda terdengar adzan duhur. WhastApp grup segera saya buka.
Ploooong ... Ternyata Dave tidak melamar Nakdis. Hihik. Itu artinya saya tidak harus berpikir tentang lamar melamar hingga lima tahun ke depan. #GeEr.com
Bagaimana rasanya melihat artikel tidak masuk artikel utama tapi bisa tembus 100 ribu lebih dalam dua hari?
Tentunya termohok. Sepanjang perjalanan saya menulis untuk tembus ribuan butuh waktu beberapa bulan walaupun itu artikel utama. Contohnya artikel saya yang berjudul "Apa yang Dapat Diambil dari Kisah Penebang Kayu?". Setelah satu tahun baru dapat 4 ribu.
Di balik Artikel Rest Area KM 456
Saya menulis tentang rest area KM 456, ibarat kasih tak sampai. Namun, masih ada harapan balikan lagi jika mau sedikit ribet. Namanya di jalan tol, gak bisa mundur atau putar balik. Â Yaaa ... kalau memaksakan diri, kita harus keluar dulu dari jalur tol, dan masuk lagi dari kota sebelumnya.
Aah ruwet banget, harus muter-muter cari jalur supaya bisa masuk sebelum KM 456. Solusinya, kami maju terus. Lain waktu jika melewati tol Trans Jawa, harus pasang alrm agar tidak kebablasan.
Untuk menghibur diri, saya menuliskannya. Tentunya karena tidak turun langsung ke TKP, saya cari referensi tentang Resta tersebut dan pengalaman lain yang saya dapat selama menjelajah Jawa Tengah.
Dengan menulis Resta KM 456, mengantarkan saya ke status penjelajah di Kompasiana. Pencapaian yang berharga bagi saya setelah menunggu lama dan berusaha konsisten menulis akhirnya bisa menyusul Mbak Siska dan sobat lainnya menjadi penjelajah.
Penjelajah bagi saya harus semakin semangat menjelajahi Kompasiana. Sejak memiliki akun hingga saat ini baru 300 artikel yang saya hasilkan. Sedikit sekali, ke mana saja selama ini saya?Â
Walaupun sedikit sekali karya saya. Kompasiana memberi selamat lewat kaleidoskop. Saya pun ingin mengucapkan terima kasih telah memberi ruang.
Dengan sedikit itu saya berharap tahun 2022 menjadi harapan baru, bisa berkarya lebih baik lagi. Terima kasih untuk sobat semua yang telah setia membaca, melihat, komen, nge-vote artikel saya.
Akhirnya saya tidak lupa mengucapkan love, love, terima kasih untuk semuanya.
Salam,
Baca juga Berikut Alasan Mengapa Resta 456 Diburu Pengguna Tol Trans Jawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H