Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Apakah Anak Perlu Tahu Gaji Orangtuanya? Berikut Strategi Saya!

12 Oktober 2021   15:00 Diperbarui: 12 Oktober 2021   20:12 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyimpan uang di celengan, foto via merdeka.com

Istilah kanker sering saya dengar waktu kecil dulu, mungkin kembarannya bokek. Kanker sering dijadikan alasan oleh ibu saya ketika tanggal tua. Sedangkan bokek, sering kita dengar ketika pacar menolak traktir, padahal cuma minta ditraktir mie ayam.

"Lagi bokek."

"Lagi kanker."

Orang tua saya dulu, wajar akan mengatakan kanker jika tanggal tua, karena semua PNS gajiannya awal bulan. Namun, tak jarang, banyak remaja tidak memahami kalau orang tuanya mengalami krisis jika tanggal tua.

Saya jadi ingat, ketika manggulan atau malam tirakatan bagi pengantin. Pemangku hajat kebetulan masih kerabat jauh. Saya dan suami hendak duduk di depan seorang remaja yang tidak asing lagi. Tiba-tiba tangan saya ditarik oleh salah satu ibu, dan diajak masuk ke dalam rumah.

Mau tidak mau, saat itu saya terlibat gosip, kabarnya remaja itu minta motor baru, tetapi orang tuanya tidak bisa membelikan karena tentunya tidak punya uang. Untuk kredit pun penghasilan dari hasil panen, tidak cukup. Anak pun jadi sering ngamuk tiba-tiba, kabarnya lagi dia sudah ke tingkat stres.

Baca juga Mengatasi Stess pada Remaja

Dari cerita itu, saya bisa mengambil pelajaran dalam mendidik anak-anak perihal mengelola uang, mulai dari penghasilan, pengeluaran orang tua.

Menurut beberapa sumber, anak tidak perlu diberi tahu jumlah gaji, pengeluaran, utang orang tua. Baik saya setuju jika anak itu masih di bawah umur. Kalau sudah remaja, saya kira anak harus tahu, supaya permintaannya tidak berlebihan, terutama di tanggal tua.

Bagi saya mungkin tidak ada tanggal tua, karena suami terima gaji tanggal tua, antara tanggal 23 sampai tanggal 25 setiap bulannya. Jadi saat pegawai yang ada di Indonesia tanggal tua, bagi saya justru tanggal muda.

Namun, sejak awal pernikahan, kami putuskan, pengaturan keuangan keluarga tetap di tanggal 1, biar terasa jadi pegawainya, hehe ... jadi saya juga merasakan yang namanya tanggal tua, tanggal 29, 30, 31 dan ternyata menyesakkan.

Supaya tidak sesak napas, kita perlu membuat skala prioritas kebutuhan. dan tentunya tidak menghambur-hamburkan.

Berikut cara saya mengatur keuangan

Sisihkan untuk sedekah. Kewajiban umat Islam adalah menyisihkan penghasilan untuk sedekah. Ini bukan zakat wajib yang sudah ditentukan jumlahnya. Sedekah, infak jumlahnya tergantung dari keikhlasan dan kemampuan masing-masing orang. Hukumnya bukan wajib, tetapi alangkah baiknya, karena sebagian yang kita dapat ada hak fakir miskin.

Mencatat. Semua pengeluaran yang sudah pasti, saya catat dan segera diselesaikan. Jujur saja jika menunda pembayaran, ada dua kemungkinan, kalau tidak lupa ya uang terpakai. Dua hal itu yang akan memberatkan di bulan berikutnya.

Pemisahan. Uang belanja setiap bulan saya bagi menjadi empat amplop, sesuai jumlah minggu. Saya akan memberi tulisan pekan 1, 2, 3 dan 4. Setiap hari Senin akan mengambil uang belanja dari amplop yang berbeda.

Jika dari amplop pertama ada sisa uang, biarkan saja, jangan diambil atau dipakai. Sewaktu-waktu ada keperluan yang mendesak bisa digunakan.

Yang jadi pertanyaan, apakah setelah ada pemisahan uang mingguan masih merasakan tanggal tua mumet?

Saya kira jika kita saklek terhadap diri sendiri dan taat akan aturan yang dibuat sendiri, tanggal tua itu tidak ada. Cuma terkadang kita khilaf, kalaf dalam belanja, terutama belanja ke mall atau online. 

Untuk menghindarinya, saya belanja mingguan ke pasar seperti ikan, daging, ayam kampung, buah. Setiap hari tinggal beli sayuran, tempe, tahu di warung sebelah. 

Ada beberapa hal yang perlu anak ketahui tentang keuangan keluarga.

Ketika anak-anak masih kecil, tentu orang tua tidak memberi tahu jumlah penghasilan, pengeluaran keluarga. Kewajiban orang tua memenuhi kebutuhan anak. Namun, tidak ada salahnya ketika anak banyak keinginan terutama yang tidak penting, kita menguatkan kata tidak. seperti dalam artikel saya di sini.

Ketika anak mulai besar, saya sudah memberi tahu berapa gaji orang tua tiap bulannya dan bagaimana kami mengelolanya. Sebetulnya anak tidak seratus persen memahami, tetapi, dari pengenalan keuangan, anak bisa membedakan mana kebutuhan dan keinginan.

Berikut beberapa hal yang perlu anak ketahui :

Mengutamakan kebutuhan

Kewajiban orang tua adalah memenuhi kebutuhan anaknya. Semakin bertambah usia, anak memiliki keinginan yang terkadang di luar kemampuan orang tua, seperti kasus anak remaja yang saya temui di tempat hajatan itu. Wajar saja anak memiliki keinginan, tetapi, orang tua juga harus memberi penekanan kepada anak, bahwa sebaiknya dahulukan kebutuhan. Setelahnya jika ada uang sisa atau sesekali memenuhi keinginan.

Ilustrasi menyimpan uang di celengan, foto via merdeka.com
Ilustrasi menyimpan uang di celengan, foto via merdeka.com

Kenalkan anak-anak dengan tabungan

Dulu kita diajari orang tua untuk menabung di celengan tanah liat atau plastik. Itu saya praktekkan juga kepada anak-anak. Setelah sekolah dasar, kami sudah membuat buku tabungan anak dan memberi tahu pada mereka. Mereka masih bingung untuk apa buku tabungan.

Saya menjelaskan sederhana saja, fungsi simpanan ini untuk sekolah kelak. Jika ada sisa uang jajan bisa dimasukkan ke dalam buku ini. Mereka semangat untuk mengisi buku simpanan, terutama saat lebaran karena itu waktunya panen angpao.

Orang tua bukan bank

Anak-anak sering berpikir kalau orang tua itu bisa mengeluarkan uang kapan pun, begitu minta uang, harus ada. Mereka tidak mengenal tanggal tua. Namun, tugas orang tua juga memberi pengertian bahwa tidak selamanya orang tua bisa memberi uang, walaupun orang tua kaya.

Orang tua perlu memberi tahu anak-anak jika uang yang dimiliki harus digunakan secara bijak, mementingkan kebutuhan.

Memberi tanggung jawab

Kita mungkin anak-anak tidak bisa tanggung jawab dalam segala hal. Namun, sejenak kita berpikir ketika anak diberi tanggung jawab, mereka akan menjaga kepercayaan orang tuanya. Takut anak melakukan kesalahan? Wajar, semua sedang berproses. Dari kesalahan itu anak menjadi tahu cara memperbaikinya.

Misalnya, yang terjadi pada anak saya, sejak SD, saya sudah melibatkan anak-anak dalam hal mengelola uang jajan. Ketika akhir bulan mereka ada kekurangan dan merasa uang jajan itu kurang. 

Saya bisa memberi evaluasi, di mana letak kesalahannya, karena sebelum memberi uang jajan, saya sudah menghitung kebutuhannya selama satu bulan. Akhirnya dari kesalahan, anak akan bersikap lebih baik dan mandiri dalam mengatur keuangan.

Tanggung jawab lain kami berikan ketika menjual padi, anak-anak terlibat dalam menghitung hasil panen. Selain diberi tanggung jawab, tidak ada salahnya mereka diberi hadiah sebagai penghargaan.

Dari strategi di atas, sekarang anak-anak sudah bisa mengatur keuangannya. Tidak ada yang mengeluh uang jajan kurang, uang di laci hilang. Mereka sudah bisa mengendalikan keinginannya. Kami hanya sesekali memantau, memberi solusi jika ada kesulitan.

Salam bahagia,

Sri Rohmatiah

Baca juga Cita-cita Anak dan Bagaimana Usahanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun