Pandemi telah menjadi bencana dunia dan berdampak pada pendidikan. Tidak hanya pendidikan anak-anak yang berubah secara radikal. Ada juga keadaan-keadaan lain dalam kehidupan kita, salah satunya, banyak orang tua terpaksa kehilangan pekerjaan, ada juga yang bekerja dari rumah.
Orang tua bekerja dari rumah bukan berarti mereka intens berinteraksi dengan anak. Hal ini karena selama pandemi anak-anak tidur lebih lama, terutama pada siang hari. Seperti yang pernah saya dengar ketika orang tua mengeluh,
"Anakku di rumah tidur terus."
"Anakku di rumah main game terus."
Permasalahan baru, ketika menjelang pembelajaran tatap muka, kebiasaan tidur lama masih melekat. Tugas orang tua mengembalikan kebiasaan lama yakni mendorong anak supaya bangun lebih pagi.
Sebelumnya, kita cari fakta dulu, benarkah masa pandemi, anak banyak tidur dan sehat?
Kita masih ingat, sebuah tayangan sempat viral, ada anak yang tertidur saat mengikuti pembelajaran melalui zoom.Â
Ruang zoom kosong sepertinya pernah dialami sebagian guru juga. Di mana yang hadir hanya tujuh orang dari 28 orang, ini terjadi di jenjang SMK dan SMP. Seperti yang pernah diceritakan teman saya yang profesinya guru.
Dalam beberapa kasus, ketika anak-anak belajar dari rumah tidak pergi ke sekolah, pembelajaran lebih fleksibel sehingga banyak peluang untuk tidur. Saat zoom, anak-anak mematikan mikrofon dan kamera, lalu tidur.
Pertanyaannya adalah benarkah anak-anak memanfaatkan peluang untuk tidur?
Mengutip dari Christopher Winter, M.D., Direktur Medis dari Martha Jefferson Hospital Sleep Medicine Center, jawabannya "iya". Hal ini berdasarkan beberapa studi  yang mencerminkan fakta bahwa, anak-anak sebenarnya telah memanfaatkan waktu luang untuk tidur lebih banyak selama pandemi.
Bruni, dkk. (2001) 3 : Populasi yang diteliti: 4314 anak. Semua anak usia sekolah (di luar usia 1-3 tahun) waktu tidur meningkat secara keseluruhan per 24 jam.
Moore, dkk. (2020) 4 . Populasi yang diteliti: 1472 orang tua (5-17 tahun). Waktu tidur ditingkatkan
Batu, dkk. (2021) 5 . Populasi yang diteliti: 59 siswa. Waktu tidur ditingkatkan.
Gruber, dkk. (2020) 6 : Populasi yang diteliti: 45 remaja. Waktu tidur meningkat untuk sebagian besar dari mereka yang diteliti.
Setiap anak unik, tidak ada kesamaan dalam waktu tidur dan kesehatan. Masalah kebiasaan tidur pun tidak dapat dipecahkan. Yang jelas, saya melihat, anak-anak pada masa pandemi tidur lebih banyak, tetapi tidak teratur.
Ya ... tidak teratur, coba kita perhatikan  anak kita sendiri. Jika anak yang taat beribadah, setelah salat Subuh, dia akan tidur lagi hingga jam belajar daring dimulai. Jika tidak ada kewajiban menjalankan salat, anak akan tidur lebih pulas hingga ada guyuran air dari emaknya.
Bagaimana menerapkan tidur sehat kepada anak-anak?
Ada kebiasaan baru yang sering dilakukan anak saya, yakni, setelah salat Subuh, dia tidur lagi, katanya, "Ketiduran". Dalam kasus anak saya tentang tidur, tidak sulit pemecahannya, cukup setelah salat Subuh ada kegiatan yang ia sukai atau kewajiban lain seperti sekolah atau pergi ke klubnya.
Yang perlu kita waspadai, Anak bergadang semalaman, sehingga waktunya salat Subuh kebablasan. bergadang, juga tidak baik untuk kesehatan anak dan orang dewasa.
Ada beberapa strategi supaya anak tidur lebih cepat di malam hari, saya juga sering mempraktikkan kepada anak-anak.
Pertama, redupkan lampu
Tidak semua orang bahkan anak-anak suka dengan kegelapan. Ada sebagian yang suka terang jika tidur. Akan tetapi, lampu terang akan mendorong anak-anak untuk tetap bermain, membaca atau main game.
Psychology today memberi solusi, jika malam, kita bisa mengganti lampu kamar dengan warna hijau atau merah. Mengganti warna adalah isyarat visual agar otak bersiap-siap untuk tidur. Memilih warna merah karena lampu merah meniru matahari terbenam.
Kedua, matikan tontonan
Sebagian orang jika menonton televisi mudah ngantuk, dan itu sering terjadi pada orang dewasa, misalnya orang tua kita. Saya sering melihat ibu saya demikian. Berbeda dengan anak saya, dia akan betah menonton acara televisi. Sekarang mungkin bukan lagi televisi, melainkan handphone.
Anak-anak main game, menonton YouTube akan betah melek. Tidak ada salahnya kita memberi batas waktu kepada mereka untuk bermain. Misalnya, tentukan boleh main game hingga pukul Sembilan malam. Setelah itu, matikan dan simpan handphone.
Ketiga, fokus mendengarkan
Anak belum bisa tidur karena tanpa hiburan matanya akan berkeliling ke mana-mana. Kita bisa menceritakan buku kisah. Jika anak sudah dewasa, bisa kita sarankan untuk mendengarkan buku audio, musik meditasi atau suara yang lebih tenang melalui Youtube. Tugas orang tua, setelah anak tertidur adalah mematikan musik.
Sebagai umat muslim kita bisa menerapkan tata cara secara Islami, misalnya anak dituntun untuk membaca doa atau mendengarkan shalawat. Jika kita tidak bisa melakukan yang terbaik untuk anak-anak, kita bisa lakukan yang baik baginya.
Salam bahagia.
Baca juga strategi-time-out
Terinspirasi dari psychologytoday
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H