Anak-anak ketika ditanya cita-cita, akan menjawab ingin menjadi dokter atau guru. Â Sangat wajar karena dalam kehidupan sehari-hari mereka dekat dengan dunia dokter dan guru.
Cita-cita menjadi dokter, guru, itu mungkin suatu hal mainstream alias cukup umum, tetapi, ketika besar sering kali tidak tercapai. Banyak alasannya, salah satunya mengganti cita-cita setelah besar.
Seperti putri sulung saya, dia Najwan Sabila, kami memanggilnya Lala. Sejak kecil impiannya ingin keliling dunia, tetapi tidak tahu pekerjaan apa itu. Sebagai orang tua, saya hanya mengarahkan untuk pintar, rajin belajar. Sebagai bentuk dukungan atas mimpinya, sejak kecil, saya daftarkan les bahasa Inggris.
Ketika pembagian kelulusan sekolah menengah pertama, Lala mendapat juara umum di sekolahnya. Suatu kebahagian bagi kami, ketika kepala sekolah mengumumkan, Lala mendapat nilai terbaik di antara dua ratus lebih siswa yang belajar di sekolah itu.
Impian berubah
"Lala, mau melanjutkan ke SMA mana, jurusan apa?"Â tanya saya ketika menjelang tidur.
"Daftar ke SMAN 2 jurusan IPA, supaya lulus nanti bisa jadi dokter."Â
Cita-citanya berbeda dengan masa kecil dulu, sekarang dia lebih percaya diri untuk mengatakan ingin menjadi dokter.
"Lha katanya ingin keliling dunia? Kalau ingin keliling dunia paling tidak besok menjadi diplomat."
Dia tersenyum, penuh bangga, "Mamah tahu gak, kenapa sejak masuk SMP aku belajar terus, karena aku ingin jadi dokter, biar bisa merawat Mamah dan Papah, orang-orang juga,"Â ujarnya lagi.
Baiklah saya tidak boleh berdebat sengit dan mempertahankan impian lamanya. Cita-cita anak harus didukung penuh. Indonesia telah merdeka, anak pun merdeka menentukan cita-citanya selama itu baik.
Walaupun anak merdeka menentukan impian, tidak 100 persen mereka dapat mewujudkannya. Berdasarkan survei Linkeldn, 60 persen profesional muda mengaku tidak bekerja sesuai dengan cita-citanya semasa kecil. Alasan utamanya karena tidak memiliki kemampuan dan akses pendidikan. Kedua alasan itu menjadi tantangan saya dan Lala. Bagaimana Lala menjadi bagian dari 40 persen tersebut?
Bagaimana kami mewujudkannya?
Gantungkan cita-cita setinggi langit, quote yang sangat inspiratif. Untuk mencapainya perlu ada usaha yang lebih keras. Gracia Ivonika, M.Psi., Psikolog, (Ivon), kepada klikdokter.com, "Pengarahan dari orang tua memang sangat penting agar anak bisa mencapai impiannya secara positif."
Ada beberapa hal yang harus dilakukan orang tua untuk mendukung cita-cita anaknya.
Pertama, menghargai minatnya
Saya seorang ibu rumah tangga, suami seorang pelaku seni, tidak ada dari kami menggeluti dunia kesehatan. Meski begitu, kami tetap menghargai cita-cita Lala, agar dia merasa dihargai dan semangat menggapai cita-citanya. Cara kami menghargainya dengan merespon setiap pertanyaan dan harapannya.
Kedua, mengenalkan dunia kedokteran
Kami bukan dari dunia sains dan cita-cita anak tumbuh bukan sejak usia dini, melainkan usia SMP. Sedikitnya dia sudah memahami dunia kedokteran, tetapi, tugas orang tua tetap harus memperkenalkan dunia kedokteran kepadanya.
Gracia Ivonika, M.Psi., menyarankan agar anak diperkenalkan dunia kedokteran lewat mainan, film, dan lain-lain. Saya mencoba memperkenalkan dunia kesehatan dengan melatih Lala merawat luka kecil adiknya, tentu dengan pengawasan. Selain itu, saya juga memperkenalkan dunia kesehatan melalui akun IG kedokteran.
Ketiga, memberi fasilitas
Sejak dulu sudah melekat di benak kita, sekolah kedokteran paling mahal, orang tua gentar, anak mundur. Itu yang berusaha kami hindari. Sekuat tenaga kami mempersiapkan semuanya.
Dari keuangan kami, dalam tiga tahun setelah mengetahui cita-citanya, saya berusaha menabung uang khusus untuk kuliah Lala. Untuk mengasah kemampuannya, kami siapkan les privat dan regular, buku-buku tambahan.
Keempat, diskusi
Kedekatan orang tua dan anak sangat penting, melalui diskusi akan membantu anak menemukan tujuan dan cara yang tepat.
Anak mungkin hanya memikirkan menjadi dokter itu enak, keren, tetapi tidak berpikir risiko dan konsekuensi yang akan dihadapi. Untuk itu diskusi sangat penting. Kita tahu pendidikan kedokteran membutuhkan waktu yang lama. Perjalanan panjang tidak selamanya enak, tentu ada tantangan. Semua proses harus dilalui dengan sabar.
Kami awam tentang dunia sains, tentu dalam diskusi tidak mudah. Namun, itu tidak masalah, saya banyak teman, kerabat yang berprofesi dokter.
Ketika berkunjung ke rumah Pak Cah yang riwayat pendidikannya farmasi dan putrinya kuliah kedokteran, itu kesempatan kami untuk diskusi. Diskusi lainnya dengan dokter yang merawat gigi anak saya. Dia kebetulan teman saya. Kesempatan itu kami gunakan untuk banyak bertanya pengalamannya dan saran-saran bagi Lala.
Pada akhirnya, saya hanya bisa berusaha dan berdoa, semoga impian putri saya bisa tercapai. Ini sudah tahun terakhir di SMA, mohon doanya dari sahabat dan kerabat semua, semoga semua dilancarkan, mendapat keberkahan. Aamiin.
Salam bahagia,
Sri Rohmatiah
Artikel ini khusus untuk Ladiesiana dan kompasiana
#HarapanAnakMerdeka
#LadiesianaEvent
#kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H