Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Life Hack Artikel Utama

Berikut 3 Cara Orangtua Hadapi Anak Remaja yang Mengalami Depresi Tingkat Rendah

18 Agustus 2021   15:39 Diperbarui: 27 Agustus 2021   19:59 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang tua memeluk anak remajanya yang depresi, foto via IDNTimes.com

Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini mereka mengalami perubahan fisik dan psikologis, biasanya terjadi pada usia 9 hingga 12 tahun.

Pada periode ini anak remaja cenderung memberontak dengan apa yang mereka tidak suka atau suka. Anak remaja tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik.

Pada saat emosi dia akan merusak dirinya sendiri dan menolak nasihat dari orang tua. Masa ini menjadi masa paling sulit bagi orang tua. 

Seperti yang pernah dilakukan anak saya ketika merasa kesal dengan tugas-tugas sekolahnya yang menumpuk. Melempar alat tulis, meremas rambut sama saja menyakiti dirinya sendiri.

Jika mendapat pendekatan yang baik dari orang tua, mereka lambat laun akan berubah. Namun, seringkali kita dibuat bingung dan putus asa bagaimana mengatasi remaja yang emosinya meluap-luap.

Ilustrasi anak remaja meremas rambutnya (foto via hellodokter)
Ilustrasi anak remaja meremas rambutnya (foto via hellodokter)

Baca juga: Mengatasi Depresi pada Ibu Rumah Tangga 

Opera tugas sekolah

Opera pagi itu dengan setting di ruang tamu. Anak saya yang baru duduk di kelas 8 tampak panik. Lima buku paket berjejer di depannya. Dia sendiri menulis sesuatu di kertas kuarto.

Tangan kirinya bergerak aktif memukul-mukul meja kecil sembari bergumam, "Uuuh, aahh, piye iki?"

Tingkahnya mengundang orang sekitarnya bertanya, "Ada apa, Dek?"

"Susah tugasnya, ini masih banyak lagi tugas," jawabnya sembari buku itu dilempar. Kedua tangannya meremas rambut, tangisnya pun pecah. Rayuan orang tua sudah tidak didengarnya.

Menyaksikan situasi kacau, sebagai orang tua mulai tidak sabar.

Apakah sahabat semua pernah mengalami hal serupa? Jika pernah, biasanya akan bicara, "Makanya kalau ada tugas sekolah, segera dikerjakan, biar tidak menumpuk!" atau mengatakan, "Baca pelan-pelan, perintahnya, baru kerjakan!"

Bisa juga dengan cepat menawarkan bantuan, "Sini, Mamah bantu menyelesaikan tugasnya!"

Apapun yang kita katakan, biasanya anak akan tetap ngambek, menolak bantuan, tetapi tetap tubuhnya tidak bergerak. 

Menghadapi anak remaja yang ngambek sangat membingungkan dan menantang. Pengalaman saya ketika anak cowok ngambek karena tugasnya menumpuk, yakni  dengan cara membiarkan dia menangis. Setelah tenang mendengarkan keluhannya, memberinya minum dan makanan, baru jurus terakhir yakni ajak ngobrol.

Ilustrasi orang tua memeluk anak remajanya yang depresi, foto via IDNTimes.com
Ilustrasi orang tua memeluk anak remajanya yang depresi, foto via IDNTimes.com

Baca juga: Mengatasi Emosi Anak Balita Tanpa Ponsel

Ada pendekatan yang direkomendasikan Forrest Talley, Ph.D. , seorang psikolog klinis di Folsom California. Mungkin bisa kita terapkan dalam pengasuhan anak remaja. Saya ringkas menjadi tiga point.

1 Memahami anak-anak

Orang tua tidak suka anaknya mengalami kesulitan yang bisa membuatnya menangis, sehingga sebelum menangis kita segera menyelesaikan masalahnya. Cara seperti ini, secara tidak langsung menahan ekspresi anak. Memahami anak-anak bisa dengan mendengarkan keluhannya, menunjukkan kalau kita peduli dengan masalahnya.

Menunjukkan ekspresi kita, seolah-olah kita mendukungnya, misalnya dengan mengatakan, "Mamah heran, kenapa gurumu memberi tugas begitu banyak."

Dengan menunjukkan kepedulian dan mensejajarkan diri kita dengan anak remaja, akan mengurangi emosi anak.

2. Selesaikan masalah dengan cara yang membantu anak remaja kita merasa seolah-olah kita berada di dalamnya bersama-sama

Ketika anak remaja kita mendapat masalah, kita ingin segera membantunya. Sebagai orang tua, akan siap memberi solusi yang tepat. Namun, anak akan merasa diperlakukan seperti anak kecil. Alih-alih menuruti solusi, anak remaja akan mengabaikan.

Misalnya pada kasus anak saya, "Coba baca dulu perintahnya, baru kerjakan tugasnya!" mendengar solusi semacam itu, dia tidak terima. Tanpa dikatakan anak remaja sudah tahu, cara mengerjakan tugas ya dengan membaca perintah dan langkah-langkahnya.

Solusinya adalah kita masuk ke dalam masalahnya, caranya kita bisa bertanya, apakah anak telah menemukan solusi yang tepat dalam masalahnya. Kita pun bisa bantu merenungkan bagaimana upaya mereka menyelesaikan masalah.

Dengan cara ini, orang tua menjadi tahu keseriusan anak remaja kita menyelesaikan masalahnya. Mereka pun merasa kita telah menghargai ide-idenya.

3.  Komunikasi yang baik

Ketika anak remaja banyak tugas, sering kali kita ingin membantunya, tetapi anak menolak. Anak merasa pekerjaannya sudah bagus, sementara orang tua merasa itu kurang maksimal. 

Anak dan orang tua mempertahankan perspektifnya masing-masing. Ini disebut dialektika, ketika kedua perspektif tampak berlawanan, tetapi, benar pada saat bersamaan.

Mempertahankan perspektif akan muncul permasalahan yang baru. Sebagai orang tua, kita bisa melakukan pendekatan dengan pengasuhan dialektis caranya kita bisa mengomunikasikan dengan baik kepada anak remaja kita.

Pada akhirnya sebagai orang tua kita tetap mencintai anak-anak tanpa batas. Namun, menerapkan pendekatan di atas, anak remaja yang emosinya meluap akan melunak. 

Anak remaja saya, hanya mengalami ngambek puncak tinggi, sekali saja. Sekarang jika banyak tugas, dia lebih bertanggung jawab.

Baca juga Mengatasai Sibling rivalry

Salam bahagia
Sri Rohmatiah

Terispirasi dari 5 Cara Mengatasi Anak Remaja Depresi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun