2. Selesaikan masalah dengan cara yang membantu anak remaja kita merasa seolah-olah kita berada di dalamnya bersama-sama
Ketika anak remaja kita mendapat masalah, kita ingin segera membantunya. Sebagai orang tua, akan siap memberi solusi yang tepat. Namun, anak akan merasa diperlakukan seperti anak kecil. Alih-alih menuruti solusi, anak remaja akan mengabaikan.
Misalnya pada kasus anak saya, "Coba baca dulu perintahnya, baru kerjakan tugasnya!" mendengar solusi semacam itu, dia tidak terima. Tanpa dikatakan anak remaja sudah tahu, cara mengerjakan tugas ya dengan membaca perintah dan langkah-langkahnya.
Solusinya adalah kita masuk ke dalam masalahnya, caranya kita bisa bertanya, apakah anak telah menemukan solusi yang tepat dalam masalahnya. Kita pun bisa bantu merenungkan bagaimana upaya mereka menyelesaikan masalah.
Dengan cara ini, orang tua menjadi tahu keseriusan anak remaja kita menyelesaikan masalahnya. Mereka pun merasa kita telah menghargai ide-idenya.
3. Â Komunikasi yang baik
Ketika anak remaja banyak tugas, sering kali kita ingin membantunya, tetapi anak menolak. Anak merasa pekerjaannya sudah bagus, sementara orang tua merasa itu kurang maksimal.Â
Anak dan orang tua mempertahankan perspektifnya masing-masing. Ini disebut dialektika, ketika kedua perspektif tampak berlawanan, tetapi, benar pada saat bersamaan.
Mempertahankan perspektif akan muncul permasalahan yang baru. Sebagai orang tua, kita bisa melakukan pendekatan dengan pengasuhan dialektis caranya kita bisa mengomunikasikan dengan baik kepada anak remaja kita.
Pada akhirnya sebagai orang tua kita tetap mencintai anak-anak tanpa batas. Namun, menerapkan pendekatan di atas, anak remaja yang emosinya meluap akan melunak.Â
Anak remaja saya, hanya mengalami ngambek puncak tinggi, sekali saja. Sekarang jika banyak tugas, dia lebih bertanggung jawab.
Baca juga Mengatasai Sibling rivalry