Hampir setiap pagi saya dan suami pergi ke sawah untuk melihat kondisi tanaman padi. Apalagi selesai tandur, tanaman padi istilahnya masih bayi, perlu perawatan.Â
Tanggal merah, semua pekerja libur, jika di sawah hal tersebut tidak berlaku. Bukan berarti tidak ikut memeriahkan kemerdekaan dengan segala pernak pernik perlombaan. Justru di desa perlombaan selalu seru. Jika malam 17-an, setiap ujung desa ada namanya tirakatan dan selamatan kirim doa kepada pejuang.
Dua tahun ini pernak pernik dan ritual Agustusan tidak ada. Namun, tidak mengurangi rasa syukur kami akan kemerdekaan. Sebagai warga desa salah satu syukur kami adalah dengan menjaga kesuburan lahan pertanian.
Menoleh kebelakang tentang pertanian di Indonesia
Pada masa penjajahan masyarakat Indonesia sudah bercocok tanam. Namun, hasil panen harus diserahkan kepada penjajah Belanda demi memenuhi kas Belanda. Kita mengenalnya dengan kerja tanam paksa.
Masyarakat Indonesia kelaparan, hingga pohon pisang pun dikonsumsi. Kondisi seperti ini dialami hingga kemerdekaan Indonesia yakni 17 Agustus 1945. Kelaparan yang terjadi di Indonesia mulai berkurang setelah ditemukannya tanaman padi "Ajaib". Usianya tiga bulan dengan hasil panen yang lebih banyak. Kita mengenalnya padi IR 5 dan IR 8. Inilah tonggak revolusi mulai tahun 1960 hingga tahun 1970.
Selanjutnya, di masa orde baru dengan anggaran APBN yang cukup besar, pemerintah Indonesia mengembangkan infrastruktur, yakni, Â membangun irigasi, waduk dan bendungan, pabrik pupuk dan lembaga penelitian pangan.
Selain itu, pemerintah juga membentuk yang namanya kelompencapir sebagai media penghubung antara program pemerintah dengan petani. Program yang dijalankan seperti, kredit untuk tani, subsidi pupuk, benih dan lain-lain.
Kita pun masih ingat waktu ada program transmigrasi serta pemanfaatan lahan tidur berubah menjadi lahan pertanian. Banyak warga pulau Jawa yang transmigrasi ke luar pulau Jawa.
Program-program pemerintah yang di atas berhasil terbukti, kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi. Walaupun kesejahteraan petani belum terangkat.
Baca juga Profesi perempuan di desa
Pertanian era reformasi
Pada era reformasi, menurut sumber dari fiscal.kemenkeu swasembada pangan, ada kecenderungan mulai terabaikan. Terbukti dengan anggaran APBN mulai menurun.
Isu lain adalah pemerintah membuat kebijakan tidak optimal, karena ada partisipasi rakyat serta mekanisme pasar sudah berjalan, artinya petani sudah menyadari mana komoditas yang menguntungkan maka mereka akan menanamnya.
Kalau melihat isu ini, sebagai petani, saya jelas akan menanam padi sesuai permintaan pasar. Dulu saya bisa menanam jenis padi apa saja yang penting hasil panen bagus dan banyak. Pasar bisa menerima dengan harga sesuai. Sekarang, pasar tidak menerima jenis padi tertentu.Â
Tahun ini dibingungkan dengan isu beras impor, ketika menjual padi, tengkulak akan mengatakan gudang penuh, bulog tidak menerima padi. Semakin lama padi disimpan harga pun semakin rendah. Sudah tiga tahun ini, petani berlomba-lomba menjual gabah ketika panen, walaupun harga gabah rendah untuk per kwintalnya.Â
Sebelumnya petani akan menyimpan padi kering dalam tenggang waktu maksimal 6 bulan, karena pada bulan Desember harga padi kering akan naik. Misalnya ketika panen bulan Juli harga padi basah 420 ribu per kwintal. Ketika dijual bulan Desember harga sudah mengalami kenaikan menjadi 490 ribu per kwintal. Itu artinya petani sudah untung.
Berbicara tentang untung. keuntungan terbesar tentu bukan masalah untung ketika menjual padi. Bagi petani keuntungan terbesar adalah kemerdekaan. Merdeka menanam apa saja, merdeka menjual kepada siapa saja. Merdeka mendapat pupuk.Â
Salam merdeka
Baca juga peribahasa sunda
Terinspirasi dari pangan-dari-masa-ke-masa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H