Pada era reformasi, menurut sumber dari fiscal.kemenkeu swasembada pangan, ada kecenderungan mulai terabaikan. Terbukti dengan anggaran APBN mulai menurun.
Isu lain adalah pemerintah membuat kebijakan tidak optimal, karena ada partisipasi rakyat serta mekanisme pasar sudah berjalan, artinya petani sudah menyadari mana komoditas yang menguntungkan maka mereka akan menanamnya.
Kalau melihat isu ini, sebagai petani, saya jelas akan menanam padi sesuai permintaan pasar. Dulu saya bisa menanam jenis padi apa saja yang penting hasil panen bagus dan banyak. Pasar bisa menerima dengan harga sesuai. Sekarang, pasar tidak menerima jenis padi tertentu.Â
Tahun ini dibingungkan dengan isu beras impor, ketika menjual padi, tengkulak akan mengatakan gudang penuh, bulog tidak menerima padi. Semakin lama padi disimpan harga pun semakin rendah. Sudah tiga tahun ini, petani berlomba-lomba menjual gabah ketika panen, walaupun harga gabah rendah untuk per kwintalnya.Â
Sebelumnya petani akan menyimpan padi kering dalam tenggang waktu maksimal 6 bulan, karena pada bulan Desember harga padi kering akan naik. Misalnya ketika panen bulan Juli harga padi basah 420 ribu per kwintal. Ketika dijual bulan Desember harga sudah mengalami kenaikan menjadi 490 ribu per kwintal. Itu artinya petani sudah untung.
Berbicara tentang untung. keuntungan terbesar tentu bukan masalah untung ketika menjual padi. Bagi petani keuntungan terbesar adalah kemerdekaan. Merdeka menanam apa saja, merdeka menjual kepada siapa saja. Merdeka mendapat pupuk.Â
Salam merdeka
Baca juga peribahasa sunda
Terinspirasi dari pangan-dari-masa-ke-masa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H