Hallo, sahabat semua,
Pada ulasan sebelumnya, saya cerita perjalanan putra bungsu saya, Han yang menyukai renang hingga masuk ke sebuah klub. Banyak doa yang panjatkan oleh sahabat semua, Semoga Han menjadi atlet, Aamiin.
Mungkin ada yang bertanya, apakah bisa anak dilatih orang tuanya sendiri?
Jawabannya tentu bisa. Namun ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Sebelumnya saya akan menceritakan kisah anak teman saya, panggilannya Nuri. Nuri tidak pernah bergabung di klub mana pun. Kemampuan renangnya bagus, dia menjuarai berbagai kejuaraan tingkat kota.
Sebelum bergabung di klub, putra saya latihan bersama Nuri di I-Club. Jam latihannya malam sekitar pukul 19.00 hingga 21.00, tiga kali dalam sepekan. Ayahnya Nuri memberi perintah dan menghitung waktu.
Empat prinsip jika orang tua menjadi pelatih anaknya
Peristiwa pelatih melatih anaknya, sama seperti seorang guru mengajar anaknya di sekolah. Ini bagus, karena orang tua bisa menghabiskan waktu bersama anaknya. Namun, dalam situasi ini orang tua memiliki peran ganda. Peran sebagai orang tua dan pelatih. Peran keduanya tentu berbeda.
Supaya peran itu tidak bertabrakan, tidak ada salahnya jika kita melaksanakan empat prinsip yang disarankan oleh Frank Smoll, Ph.D., Profesor Emeritus, Psikologi di Universitas Washington. Frank Smoll melakukan penelitian berfokus terhadap  perilaku, psikologis anak dan remaja selama pembinaan olahraga.
Pertama, bertanya kepada anak
Diskusi dengan anak adalah sesuatu yang penting. Bertanya kepada mereka, bagaimana perasaan mereka jika ayah, ibunya menjadi pelatih. Tidak semua anak nyaman diajari oleh orang tua. Ada juga yang lebih suka bermain dengan orang lain.
Untuk itu, komunikasi dengan baik, supaya anak terbuka dengan perasaannya. Kenyamanan dalam berlatih, akan menunjang keberhasilan anak
Kedua, diskusi tentang peran orang tua ketika di lapangan
Orang tua wajib memberitahu anak tentang peran orang tua sebagai pelatih, karena tentu ada perbedaan antara di rumah dan di lapangan. Orang tua sebagai pelatih anak, biasanya akan lebih keras memperlakukan anak di lapangan.
Menurut Frank Smoll, "Keras terhadap anak, tidak perlu. Orang tua harus memosisikan diri sebagai pelatih bagi semua atlet. Jangan bersikap tidak adil." Memberi tahu kepada peserta juga penting, bahwa antara mereka dan anak sendiri sama. di lapangan semua menjadi anak-anak pelatih.
Ketiga, membedakan peran
Membedakan peran ayah atau ibu di rumah dan peran sebagai pelatih jika di lapangan, sangat penting. Untuk membedakannya bisa dimulai dari panggilan. Panggilan ayah atau ibu hanya di rumah, jika di lingkungan olahraga, penggilan harus sama seperti anak-anak lain.
Terkadang orang tua tidak nyaman memerintah anaknya saat latihan. Untuk menyiasatinya, orang tua bisa menyuruh asisten untuk memberi perintah pada anak.
Keempat, mencintai anak apa adanya
Setiap anak yang dibina, dilatih orang tua, memiliki kemampuan yang berbeda. Jangan malu jika anak kita kurang mampu. Menunjukkan kekecewaan di hadapan anak, anak-anak akan bertindak konyol demi menyenangkan orang tua. Untuk itu tunjukkan dengan ucapan dan tindakan bahwa cinta kita tidak tergantung kemampuan olahraganya.
Baca juga Menjadi atlet
Melatih anak sendiri itu menyenangkan, tetapi, anak akan lebih berkembang jika memiliki pemimpin lain. Seperti Laila yang pernah saya ceritakan di artikel sebelumnya.
Laila hingga lulus sekolah menengah atas pernah belajar dari tiga pelatih termasuk ayahnya sendiri. Frank menyarankan kita harus membatasi pembinaan anak kita hingga 2 atau 3 tahun saja. Selanjutnya serahkan kepada pelatih lain.
Ketika tiba saatnya kita menyerahkan pembinaan anak kepada pelatih lain, anak juga harus tahu alasannya. Intinya kita harus musyawarah dengan anak.Â
Semoga bermanfaat, salam olahraga.
Sri Rohmatiah
Terinspirasi dari child-in-sports
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H